Oleh : Turham AG*
Turun mani (turun mandi) dalam masyarakat Gayo adalah serangkaian acara dalam pemberian nama dan penyembelihan hewan aqiqah untuk anak, dilaksanakan pada hari ke tujuh kelahiran bayi. Jumlah yang disembelih sebagai aqiqah mengikuti titah dalam agama Islam yaitu dua ekor untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan.
Hewan yang disembelih untuk aqiqah lazimnya kambing/biri-biri atau kibas, hal tersebut memberikan makna bahwa, acara turun mani yang dilangsungkan tidak boleh dilakukan bermewah-mewahan, tetapi hanya secara sederhana dan hidmat, karena kelahiran merupakan lawan dari kematian, Islam menegaskan bahwa dalam menghadapi musibah kematian tidak dibenarkan bersedih secara berlebihan (meratap) dan kelahiran juga tidak dibenarkan disambut dengan bermewah-mewahan, karena dikhawatirkan akan menjadi ria dan ajang bisnis yang dikemas dalam acara syukuran atas bertambahnya anggota keluarga.
Inti dari acara turun mani secara adat Gayo adalah memberitahukan kepada masyarakat ramai tentang adanya pertambahan anggota keluarga dari satu keluarga atau lahirnya seorang bayi dari satu keluarga. Selanjutnya acara tersebut merupakan penyerahan kepada reje bahwa sibayi kelak ketika dewasa akan menjadi rakyat yang perlu pengakuan dan perlindungan hukum secara negara maupun adat serta untuk mempererat silaturahmi antara keluarga dan masyarakat di sekelilingnya.
Sejak kelahiran bayi sampai menjelang acara turun mani khususnya hari ke enam para keluarga dekat, terutama keluarga inti sudah mulai berkumpul (jege use) sampai malam ke enam untuk mempersiapkan segala sesuatu keperluan acara turun mani.
Malam ke tujuh disebut jege kaul karena besoknya acara turun mani atau male murasi geral, pada saat ini dilakukan do’a bersama (keluarga inti) untuk keselamatan dan kesehatan yang hidup terutama untuk bayi dan ibunya, (Kena kiteni nge murum keta mudoa kite tikik kin simurip orom singe mulo), karena kita (keluarga) sudah berkumpul, sebaiknya kita berdo’a sedikit untuk keselematan bagi yang hidup maupun (keluarga) yang telah mendahului kita. Sebab acara turun mani tidak mungkin terlaksana jika si bayi atau ibunya dalam keadaan sakit atau meninggal, untuk itulah dilakukan do’a bersama.
Nos geral atau pembuatan calon nama untuk bayi yang baru lahir dalam masyarakat gayo dilakukan melalui pencalonan nama-nama yang diusulkan oleh keluarga, saudara dan kedua orang tua bayi, nama-nama yang diusulkan tersebut diserahkan kepada forum keluarga yang diadakan khusus untuk itu, farum tersebut tidak bersifat formal melainkan secara kekeluargaan.
Berdasarkan beberapa nama yang diusulan tersebut, forum keluarga memilih dan menentukan tiga nama yang dianggap bagus, sesuai dengan ajaran islam dan disetujui keluarga, selanjutnya ketiga nama yang terpilih dan ditetapkan tersebut diberikan kepada ibu si bayi, dalam hal ini ibu bayi akan memilih satu nama dan boleh menolak seluruh nama yang diajukan forum keluarga.
Selanjutnya, nama yang disetujui atau yang diberikan ibu si bayi dituliskan di atas daun sirih dengan kapur (sekarang ada yang dituis di atas kertas menggunakan balpoin) dan diletakkan di bawah bantal si bayi, pada saat nama tersebut kepada si bayi disampaikan (Imanatan) ini male ken geralmu gelah munerimemi ko anaku (ini calon namamu terimlah anaku). Bayi tersebut akan menjawab dengan isyarat tangisan jika nama tersebut tidak serasi (cocok) atau tidak diterima, namun jika serasi maka si bayi tidak akan menangis.
Kalau nama tersebut serasi maka akan dipakai dan jika tidak serasi maka nama tersebut akan diganti oleh ibunya langsung tanpa perlu kompromi lagi dengan keluarga, sebab nama tersebut merupakan hak preogatif ibunya.
Asal usul pemberian nama dalam masyarakat Gayo, berdasarkan kepada keindahan didengar waktu dipanggil, berdasarkan agama (Islam) dan berdasarkan historis (sejarah) serta kelahiran bayi. Contoh nama yang indah didengar sewaktu dipanggil adalah Gersang Ali, Kentuahmi, Tawar Nate dan lain-lain. Contoh nama berdasarkan agama adalah Fatimah, Rahmaddin, Abdullah dan lain-lain.
Contoh nama berdasarkan kelahiran bayi, karena bayi lahir pada hari rabu maka diberi nama Rabumah, jika kebetulan bayi lahir bertepatan dengan hari kamis maka diberi nama Kamisah, kalau bayi lahir pada hari senin diberi nama Isnaini atau karena bayi lahir bulan pusa maka diberi nama Ramadhan / Ramadhani, Shaumi, atau Maghfirah, Rahmah, dan lain-lain. Bila bayi lahir pada idul fitri bisa saja diberi nama Syawalina atau Fitriana / Fitriani dan sebagainya.
Namun dewasa ini pemberian nama bayi pada masyarakat gayo telah banyak mengalami perobahan, sudah mulai mengikuti nama seperti nama artis, pemain sepak bola nama pembalap dan sebagainya. Asal usul pemberian nama anak dalam masyarakat gayo sesungguhnya menyerupai anjuran agama islam, intinya pemberian nama pada masyarakat Gayo penuh dengan arti dan makna yang tersirat di dalamnya termasuk do’a.
*Dosen STAIN Gajah Putih Takengon