Suku Bangsa Gayo Bisa Punah Karena Eksploitasi Emas

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Ibarat pohon faktor, Bangsa Gayo berada pada tataran ranting yang ke-10, yang hanya bisa berhubungan ke ranting yang ke-9. Kita tidak akan pernah tahu siapa lapis ranting yang ke-8. Demikian juga ranting yang ke-9 hanya berhubungan dengan ranting ke-8 dan juga tidak akan pernah tahu, siapa ranting yang ke tujuh dan seterusnya.

Begitulah struktur bangunan teori konspirasi internasional dalam bidang politik dan ekonomi, termasuk rencana eksploitasi emas di Gayo, kita tidak tahu siapa di belakang corporate besar itu. Kita tidak bisa melihat mereka dengan alasan “rahasia perusahaan” tetapi mereka leluasa melihat kita seperti kumpulan semut yang berseliweran mencari makanan. Bahkan siapapun kaki tangannya yang berada di Gayo, tidak lebih berada pada level ke-10. Meskipun mereka makan gaji ratusan juta dari tuannya level ke-9.

Begitu gelapnya, kita tidak tahu siapa langit di atas langit. Seperti cerita yang tidak pernah kita temukan maksud dan tujuannya: “Zaman dahulu kala ada seorang raja. Sang raja mempunyai dua putra. Suatu ketika raja bercerita kepada kedua putranya. Begini ceritanya; Pada zaman dahulu kala ada seorang raja. Sang raja mempunyai dua putra. Suatu ketika raja bercerita pada kedua putranya. Begini ceritanya; Pada zaman dahulu kala ada seorang raja. Sang raja mempunyai dua putra. Suatu ketika raja bercerita pada kedua putranya. Begini ceritanya…..dan seterusnya seperti itu lagi.

Ceritanya berulang-ulang dan berputar-putar tidak ada jalan cerita dan akhirnya. Intinya bagaimanapun upaya mereka, kita jangan sampai naik level. Bahkan tidak mustahil, takdir kita yang berada pada level ke-10 lalu mengetahui level ke-8 akan dihabisi karena dianggap terlalu banyak tahu.

Bercermin pada pengalaman sejarah, negara-negara di Timur Tengah hancur berkeping-keping karena buminya mengandung minyak. Selama mereka bersatu dalam satu faham, dipastikan siapapun tidak bisa masuk menguasai, apalagi menentukan harga minyak mentah. Akan tetapi mereka dipecah belah dengan faham Suni-Syiah yang saling menghalalkan minum darah saudaranya. Mepersenjatai dan memberi modal kepada kelompok garis keras untuk menentang pemerintahan yang sah, yang kemudian juga dihabisi dalam rangka tidak naik ke level-8.

Faktanya hari ini, hasil bumi minyak telah menjadi kutukan bagi Timur Tengah. Peradaban dan kebudayaan yang mereka bangun ratusan tahun, kini hancur lebur dalam waktu yang kurang dari sepuluh tahun. Inilah isyarat dalam digambarkan dalam Al-Qur’an, seorang perempuan yang berakal rendah bernama Ji’ronah yang mengurai benang, sedikit lagi belum selesai kemudian mengacaukannya kembali.

Kutukan kandungan alam juga terjadi pada negara-negara di Afrika yang tanahnya mengandung intan berlian. Mereka pun dihancurkan dengan perang saudara, perang antar level ke-10. Mereka yang bertahta pada level ke-9 tidak ingin tangannya kotor oleh darah pribumi.

Meskipun dilapisi dengan idiologi, kutukan demi kutukan juga terjadi di negeri kita. Aceh dan Papua telah menjadi contoh nyata bahwa eksploitasi kekayaan alamnya; minyak dan emas telah meminta tumbal nyawa manusia. Beberapa tempat telah menjadi saksi bisu “kejamnya ekploitasi alam” adalah Bur Lintang, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, Cot Panglima, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, dan Uyem Pepongeten, Kecamatan Mesidah, Kabupaten Bener Meriah.

Kita tidak tahu skenario apa lagi yang akan diperankan dengan ekploitasi emas di Gayo? Yang jelas karena sifat emas selalu meminta “tumbal” nyawa manusia, tidak menutup kemungkinan pemantik punahnya manusia Bangsa Gayo adalah ekploitasi kekayaan alam emasnya.

Alam bumi Gayo masih cukup menahan beban manusia dalam pemenuhan makanan, pakaian, perumahan dan meneruskan kehidupan yang lebih baik. Masih banyak pekerjaan di luar ekploitasi emas yang bisa mensejahterkan rakyat Gayo. Simpanlah kekayaan alam itu untuk anak cucu kita sampai mereka benar-benar faham dan bijak dalam mengelola alam ini agar bumi Linge tetap lestari serta kelak cerita suku bangsa Gayo tidak menjadi dongeng sebelum tidur.

(Mendale, 24 Januari 2020)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.