Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*
Sejarah peradaban Islam dapat dibagi ke dalam periode klasik, pertengahan, dan modern. Periode klasik (650-1250 M) dapat dibagi ke dalam dua masa, yaitu masa kemajuan Islam I dan disintegrasi. Masa keemasan Islam I (650-1000 M), merupakan masa ekspansi, integrasi, dan masa keemasan Islam. Tahun (1000-1250) merupakan masa disintegrasi.
Periode pertengahan (1250-1800 M), periode ini dapat dibagi ke dalam dua masa, masa kemunduran I (1250-1500 M) dan masa tiga kerajaan besar (masa ini dibagi ke dua fase) fase kemajuan (1500-1700) dan kemunduran II (1700-1800).
Periode ketiga adalah periode modern (1800 M), periode ini merupakan zaman kebangkitan Islam. (Harun Nasution, 1985: 50-86).
Dilihat dari penjelasan Harun Nasution di atas, maka periode keemasan Islam (the golden age) dimulai tahun 650-1000 atau sampai dengan tahun 1250 M, artinya periode keemasan Islam dimulai abad ke-8 hingga abad ke-12/13. Abad keemasan yang penulis maksud disini adalah perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan (sains).
Nah, perkembangan dan kemajuan sains di dunia Islam pada periode klasik; bukan tanpa sebab, pasti ada sebabnya. Oleh karena itu, judul tulisan ini berangkat dari sebuah pertanyaan, apa sebab ilmu pengetahuan maju di dunia Islam pada periode klasik?.
Cahaya terbit dari timur menerangi dunia barat. Pada saat dunia Islam gemilang dengan sainsnya, barat berada dalam krisis intelektual dan keterkungkungan alam pikiran. Ada beberapa sebab yang menjadikan dunia Islam berada pada the golden age dalam bidang sains, diantaranya:
Pertama, ilmuwan dan intelektual muslim tidak mengkotomi sains (ilmu agama dan ilmu umum) dalam artian tidak memisahkan antara agama dan sains, bahkan ilmuwan dan intelektual muslim memiliki banyak keahlian, tidak hanya satu bidang yang dikuasai.
Misalnya Ibn Rusyd (1126-1198) hidup pada abad ke-12, seorang filosof, dokter, dan ahli fikih. Filosof muslim yang lahir di belahan barat (Andalusia) ini melahirkan karya dalam bidang fikih Bidayatul Mujtahid dan masterpeicnya yang paling terkenal dalam bidang kedokteran adalah Kitab al-Kulliyah fi al-Thibb serta dalam ranah filsafat ada Tahafut al-Tahafut.
Kedua, ilmuwan dan intelektual muslim menghargai akal (rasio) dalam berpikir sehingga membuka wawasan dan kran pemikiran dalam mengkaji dan menelaah berbagai sains. Dengan membuka kran pemikiran, ilmuwan dan intelektual muslim belajar, mengkaji, dan berkarya di bidang sains.
Harun Nasution dalam artikelnya, “Falsafah Hidup Rasional: Prasyarat bagi Mentalitas Pembangunan” (1975). Dalam artikel ini Harun Nasution menyatakan, peradaban Islam di masa lalu maju karena umat Islam menghargai rasio, mereka mengadopsi semua cabang ilmu pengetahuan yang berasal dari berbagai sumber, seperti dari: Yunani, Siria, Mesir, Mesopotamia, India, dan Persia. Umat Islam bersemangat untuk menguasai semua cabang ilmu pengetahuan dan mengembangkan wawasan yang luas. (Fauzan Saleh, 2004: 264).
Ketiga, para khalifah (pemimpin) mendukung segala kegiatan yang berkaitan dengan perkembangan sains, khususnya Khalifah al-Ma’mun yang mencintai sains, ketika itu berdiri institut Baitul Hikmah (house of wisdom), sebuah gedung ilmu termasyhur dalam sejarah peradaban manusia dan perkembangan sains.
Gedung ilmu ini merupakan tempat gerakan intelektual antara intelektual Yunani, non-muslim dengan intelektual muslim dalam menerjemahkan karya-karya filosof Yunani Kuno dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, dan gerakan intelektual ini menelurkan tokoh-tokoh penting; salah satunya adalah filosof al-Kindi.
Periode keemasan Islam dalam bidang sains, banyak ilmuwan dan intelektual muslim menelurkan pemikirannya dalam mengembangkan sains, disini penulis menyebut beberapa nama termasyhur dari setiap abad, mulai dari abad ke-8 hingga abad ke-13.
Abad ke-8 ada Ibn al-Muqaffa’ (720-756) penulis Arab berasal dari Persia, al-Muqaffa’ adalah orang pertama yang melakukan penerjemahan dalam sejarah bahasa dan sastra Arab, baik dari segi isi maupun gaya ungkapannya. Sibawayh (761-793) ahli gramatika paling terkenal dalam sejarah bahasa Arab.
Abad ke-9 ada Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (780-848) penemu ilmu aljabar, ahli ilmu pasti yang paling besar di dunia Islam, ahli astronomi dan geografi yang sangat ulung. al-Bukhari (810-870) ahli hadis yang menghimpun kitab al-Jami’ al-Shahih. al-Kindi (801-873) filosof yang berjasa mendirikan institusi bagi pemikiran Yunani dalam peradaban Arab.
Abad ke-10 ada Abu Bakar al-Razi (858-925) seorang filosof dan ahli dalam bidang kedokteran. al-Battani (859-929) ilmuwan besar Islam dan ahli astronomi paling besar. Abad ke-11 ada al-Biruni (973-1048) ahli dalam bidang astronomi, sejarah, dan bahasa, karyanya paling terkenal adalah Rasa’il al-Birun, sebuah ensiklopedi astronomi dan matematika.
Abad ke-12 ada al-Idrisi (1100-1166) ilmuwan yang berusaha menggabungkan antara ilmu bumi dan ilmu falak. Ibn Thufayl (1105-1185) filosof, dokter, ahli geografi, dan penyair. Abad ke-13 ada Ibn Jubair (1135-1217) pengembara dari Andalusia, buku pengembaraannya dianggap sebagai puncak karya seni sastra.
Masih banyak ilmuwan dan intelektual muslim lainnya yang berpengaruh dalam berbagai bidang, seperti bidang sastra, fikih, hadis, dan lain-lain. Dalam sejarah peradaban Islam mereka telah mewarnai dan menerbitkan cahaya dari timur untuk menerangi alam semesta dalam bidang ilmu pengetahuan (sains).
Dengan tidak mengkotomi ilmu (antara ilmu agama dan umum) dalam artian tidak memisahkan antara agama dan sains, menghargai akal (rasio) dan adanya kepedulian dari pemimpin terhadap sains serta adanya kontak intelektual dari berbagai unsur membawa dunia Islam pada periode klasik mencapai periode kejayaan dan kegemilangan sehingga disebut dengan the golden age.
Nah, bagaimana dengan sekarang? Apakah dunia Islam masih layak disebut sebagai the golden age dalam bidang sains?
Selama masih ada kejumudan berpikir, masih ada mengkotomi ilmu (antara ilmu umum dan agama), ketika masih ada yang memandang bahwa ilmu umum tidak penting dan tidak bermanfaat dalam agama dan akhirat, dan tidak mau membuka pikiran untuk belajar dari siapapun maka the dark age akan menghantui dunia Islam dalam bidang sains.
Oleh karena itu, menurut hemat penulis mari mengulas dan belajar sejarah sehingga mengetahui suasana kehidupan masa lalu, dalam hal ini sejarah keemasan dunia Islam pada periode klasik dalam bidang ilmu pengetahuan (sains) dengan tujuan membuka kran pemikiran yang selama ini tertutup.
Kejumudan, kekolotan, dan malas berpikir serta paradigma melihat sains dari perspektif yang sempit menyebabkan sains statis dan tidak berwarna. Karena itu, sekiranya mau berwarna dan memancarkan cahaya dari timur dalam bidang sains, tradisi belajar pada periode klasik bisa diimplementasikan pada masa sekarang. Semoga!
*Penulis, KolumnisLintasGAYO.co. Mahasiswa Prodi Ilmu Agama Islam (Konsentrasi Pemikiran Dalam Islam) Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.