Kajian Filsafat Proses dan Daya Meninjau Kesehatan Fisik dan Jiwa Persfektif Al-Qur’an

oleh

Oleh : Dr. Joni, MN, M.Pd, B.I

A. Pendahuluan
Guna mencegah agar tidak terjadi kerusakan hubungan antara garis verktikal (hugungan dengan Allah) dan horizontal (hubungan dengan manusia), maka itu perlu menjaga, membangun dan menegakan hubungan vertikal dan horizontal secara totalitas dengan ketulusan dan ikhlasan. Tegaknya benang putih yang menghubungkan langsung antara manusia dengan sang penciptanya adalah karena kondisi hati, jiwa dan batin yang kenyang dan suci (tidak mungkar dan tidak keji).

Indah dan baiknya pikiran ini bersumber dari tenangnya perasaan. Ketenangan tersebut tergantung baiknya jiwa. Ini semua bermuara kepada baik dan buruknya kondisi hati. Hati yang berpenyakit ini akibat ‘roh’ yang selalu dalam kondisi kehausan dan kelaparan.

B. Pijakan Dasar
Adakah yang lebih penting kebutuhan manusia yang melebihi kebutuhan makan dan minum? Jika butuh jawaban, pasti ada, yaitu kebutuhan manusia terhadap petunjuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui membaca, memahami dan mengamalkan kandungannya isi Al-Qur’an.

Hal ini seperti yang ditegaskan Allah SWT dalam kitab suciNya, yakni QS ar-Ra’du:28 yang artinya sebagai berikut:
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan (membaca) petunjuk Allah (al-Qur-an). Ingatlah, hanya dengan (membaca) petunjuk Allah (al-Qur-an) hati menjadi tenteram”

C. Dampak
Maksudnya dari ayat di atas adalah dengan membaca, mengamalkan dan merenungkan isi-isi Al-Qur’an  segala keresahan, kebencian dan kekhawatiran dalam hati mereka akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan kesenangan. Selanjutnya, kondisi roh dan hati menjadi normal. Kondisi hatipun akan selalu segar dan hidup tidak dalam kondisi gersang dan tidak kering.

Ketidak normalan kondisi hati dan kotornya makanan, akan selalu menimbulkan perasaan hati dalam kekhawatiran atau kecemasan yang dapat menimbulkan detakkan jantung tidak normal, ketidak normalan tersebut akan memicu cepat tidaknya aliran darah yang dipompah oleh jantung tersebut

Pompahan dan sirkulasi darah berjalan dengan baik ini tergantung dengan kencang tidaknya detakkan jantung, sinyal ini dapat diketahui dari denyutan nadi. Semakin kencang denyutannya maka semakin kencang juga keluar masuknya darah tersebut kedalam jantung.

Hal ini dapat dianalogikan seperti selang air, bila pompahnya kencang, tetapi selangnya tertindih benda berat atau terpelintir maka ini bisa saja selang tersebut pecah, atau sekurang-kurangnya lepas ikatannya dari keran.

D. Sumber Dampak
Di sisi lain, berdebarnya jantung ini karena naik turunya denyutan jantung atau hati, dan semua ini bersumber dari perasaan yang cemas, gundah gulana, perasaan tersinggung, dan yang menyentuh perasaan lainnya, kejadian atas kondisi ini semua akibat lemahnya kondisi hati. Kondisi lainnya karena kekerasan hati yang selalu menolak kebaikan serta dibiarkan kering bahkan kelaparan.

Akibat peristiwa-peristiwa inilah hati menjadi kering dan memberontak, sehingga sensitif. Sensitifitas inilah yang membangun pemikiran negatif, kecurigaan, cemas dan lainnya. Kondisi ini terintegrasi ke dalam perasaan dan perilaku atau tindakkan yang sering merugikan orang lain bahkan dapat menyinggung perasaan orang lain. Selanjutnya imilah sumber bencana dan segala penyakit baik fisik maupun hati.

E. Simpulan
Isi-isi ayat suci berfungsi selain sebagai petunjuk juga sebagai makan hati dan roh. Kenyang roh, kenyang hati, dan hati tidak akan pernah mati, kemudian dengan kenyangnya hati tersebut, maka tidak akan pernah kering. Baik hati, baik juga pikiran dan perasaan kemudian terwujudlah ke dalam perilaku serta perbuatan yang baik-baik pula.

Kesehatan fisik juga tergantung kepada kenormalan detakkan jantung dan pengamalan petunjuk-petunjuk ALLAH SWT. Kebaikan-kebaikan tersebut berguna untuk kebaikan-kebaikan hidup yang memaksimalkan rentangan benang putih secara vertikal kepada sang pencipta dan dengan sang pencipta. Selanjutnya, perentangan hubungan horizontal, yakni dengan mahluk dan alam lingkungan sekitarnya.

Jadi, membangun rentangan tersebut tidak cukup hanya dengan membangun bentuk vertikal saja, tetapi harus seimbang dengan bangunan bentuk rentangan horizontalnya juga. Jika rentangan vertikal tanpa adanya horizontal, maka rentangan tersebut bisa hilang fungsi.

*Penulis adalah dosen di Alwasliyah Takengon juga Kepala Bidang penelitian dan pendidikan di Majelis Adat Gayo (MAG) Takengon.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.