Oleh : Fauzan Azima*
Setelah kekuasaan kerajaan runtuh, kemudian digantikan oleh kepemimpinan ulama. Di sudut komplek pesantren hiduplah pasangan suami istri yang belum dikaruniai seorang anak.
Padahal, usia pernikahan mereka sudah 40 tahun, namun belum ada tanda-tanda mereka akan mendapatkan momongan. Saudara dan tetangga sudah mulai kasak kusuk, bahkan di antara mereka ada yang menyarankan untuk bercerai saja.
Bagi suami istri itu, segala do’a dan upaya sudah dijalani. Sedang usia merekapun sudah 60 tahun lebih. Benar! Sejak mereka menikah segala ramuan telah dicoba, termasuk ramuan resep Madura. Mereka sangat khawatir kalau seumur hidup tidak punya keturunan.
Di dalam keputusasaan, mereka pergi ke tengah hutan belantara. Mereka berhenti pada batang pohon yang besar dan memandangi daerah sekitarnya.
“Inilah tempat yang cocok bagi kita untuk meminta hajat,” kata suaminya, “selama ini kita telah mendatangi tabib dan ulama, tetapi tetap saja, tidak ada gejala engkau akan hamil” lanjut suaminya.
Selama ini mereka selalu minta tolong kepada orang baik dan dimuliakan, tetapi hasilnya nihil. Kini saatnya mereka minta tolong yang bertentangan dengan kebiasaan selama ini. Berwasilah kepada pohon besar itu, mereka berjanji, “Andai kelak kami punya anak, kami akan bersedekah kepada syetan” katanya dan istrinyapun mengangguk dengan penuh pengertian.
Ikhtiar merekapun tidak sia-sia. Kira-kira setelah tiga bulan dari sejak mereka berhajat, istrinyapun hamil. Syukur! Tidak ada masalah sejak kehamilan sampai istrinya melahirkan anak laki-laki yang tampan.
Anak itupun tumbuh sehat dan sudah masanya untuk dikhitan. Suami istri itupun tiba-tiba teringat kepada janjinya di pohon besar, di tengah hutan belantara “Asalkan punya anak, mereka akan bersedekah kepada syetan.”
Merekapun kembali mendatangi para ulama; sayangnya setiap ulama yang mereka datangi selalu menyalahkan prilaku suami istri ini. “Kalian benar-benar sok tahu! Seperti pernah melihat syetan saja” tegas ulama itu.
Mereka mulai panik! Khawatir terjadi apa-apa terhadap anak semata wayangnya. Kalau manusia mencarinya, mereka bisa sembunyi atau lari, tetapi kalau menjadi target operasi “makhkuk halus” kemana mereka hendak pergi.
Di tengah-tengah kepanikan suami istri itu, seseorang menyarankan bertanya kepada “Ulama sufi” tentang perjanjiannya dengan syetan itu. Dengan ringan “Ulama sufi” itu menjawab, “Jangan terlalu difikirkan! Itu masalah gampang.”
Suami istri itupun sumringah dan saling memandang. Mereka merasa telah ada harapan hidup bagi anak laki-laki satu-satunya itu. “Ulama sufi” itupun mengeluarkan fatwa, “Bersedekahlah kepada pemimpin yang tidak membalas jasa pendukungnya dan tidak memenuhi janji-janji kampanyenya kepada masyarakat. Kalau kalian temukan pemimpin seperti itu bersedekahlah kepadanya, itu sama dengan kalian bersedekah kepada syetan.”
Demi keselamatan anaknya, suami istri itupun menunaikan hajatnya, bersedekah kepada pemimpin negerinya yang kebetulan meninggalkan “tim suksesnya” serta mengingkari janji-janjinya dalam kampanyenya.
(Mendale, 9 Juni 2019)
Baca : [Bag.1] Bupati Shabela Tak Sampai Ke Batas ; Do’a Hampir Sampai Ke Langit Ke-7
Baca : [Bag.2] Bupati Shabela Tak Sampai Ke Batas : Malang Nian Nasib Kucing Angora