Oleh : Herlis Meira Dewi*
Perkembangan zaman teknologi modern yang mengarah pada era millenial kini mengubah pola perilaku manusia dari waktu ke waktu. Istilah millenial pertama kali diperkenalkan oleh Willain Strauss dan Neill Howe. Millenial diartikan sebagai generasi yang beralih dari televisi ke internet namun tanpa demografis khusus.
Penggolongan generasi terbentuk pada tahun 1990 serta awal tahun 2000 sampai sekarang. Internet berperan besar dalam keberlangsungan hidup individu terutama dalam memberikan dan saling bertukar informasi.
Seiiring perubahan yang dirasakan tersebut menimbulkan perilaku yang tidak berimbang antara perilaku positif dan perilaku negatif. Berkembangnya pola perilaku manusia lebih kepada sikap tanpa batas yang sering berawal dari hal-hal yang kecil namun dapat mengganggu bahkan merugikan bagi seseorang. Hal tersebut dilihat dari banyaknya kasus yang berkaitan dengan masalah yang timbul dalam masyarakat diantaranya pelecehan seksual. Pelaku pelecehan seksual biasanya menargetkan anak-anak dan perempuan sebagai incaran perbuatannya.
Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki juga akan menjadi korban pelecehan seksual.
Pelecehan seksual merujuk pada tindakan bernuansa seksual melalui kontak fisik maupun non fisik yang ditujukan pada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang. Tindakan tersebut biasanya berupa ajakan, paksaan atau intimidasi bahkan kontak fisik secara langsung yang berkaitan dengan seksualitas. Bentuk tindakan dari pelecehan seksual diantaranya: siulan, main mata, komentar atau ucapan bernuansa seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual, sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan, rasa tersinggung, merasa direndahakan martabatnya, dan bisa saja menimbulkan masalah kesehatan dan keselamatan jiwa.
Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja bahkan ditempat-tempat umum. Pelecehan seksual juga dapat terjadi tanpa kita sadari. Contohnya ketika seseorang (laki-laki) merangkul kita, kita merasa tidak nyaman dan risih atas apa yang ia lakukan terhadap kita. Selain itu ketika seseorang (laki-laki) melontarkan lelucon berbau pornografi dengan bermaksud menjadi bahan candaan. Hal tersebut bisa menjadi salah satu contoh perilaku pelecehan seksual secara fisik. Kegiatan yang dikategorikan sebagai pelecehan seksual tidak hanya berhubungan dengan keintiman antara laki-laki dan perempuan.
Namun hal-hal yang menjurus ke aras seksualitas merupakan hal yang akan bersinggungan dengan kasus pelecehan seksual.
Berdasarkan data CATAHU (Catatan Tahunan) Komnas Perlingdungan Anak dan Perempuan tercatat sebanyak 5,649 kasus kekerasan seksual terjadi sepanjang tahun 2018. Data tersebut menunjukkan bahwa kasus pelecehan seksual bukan hanya kasus yang bisa dianggap biasa saja.
Pelaku kasus pelecehan seksual mungkin akan dekat dengan lingkungan sekitar kita berada. Pelaku kekerasan tersebut dapat berasal dari orang terdekat, tetangga dan masih banyak kemungkinan lainnya.
Pelecehan seksual terbagi dalam kasus ranah privat ataupun kasus ranah personal. Lembaga penegak hukum di Indonesia saat ini masih kurang memperhatikan dan memperdulikan kasus pelecehena seksual.
Bahkan beberapa kasus yang sudah dilaporan tidak diselesaikan dengan tuntas dan mengambang begitu saja. Beberapa kasus yang terjadi saat ini malah menjadikan korban pelecehan seksual sebagai orang yang disalahkan bahkan dikenakan hukuman. Kasus tersebut seolah-olah senjata makan tuan yang menyebabkan sebagian besar kasus memilih untuk diam dan meratapi nasibnya sendiri. Oleh karena itu, kasus pelecehan seksual harus diperjuangkan dan diusut tuntas oleh pihak berwenang.
Anggapan masyarakat yang masih kurang tepat mengenai pendidikan sekspun menjadikan kurang timbulnya sikap peduli pada kasus-kasus yang berkiatan dengan pelecehan seksual. Terutama perististiwa tersebut masih sering disembunyikan dengan alasan aib keluarga. Penyintaspun menjadi sasaran untuk tidak diperhatikan secara psikologis karena keluarga akan berusaha menutup rapat kasus tersebut.
Bahkan yang sering kita temui saat ini penyelesaian yang dilakukan adalah dengan menikahkan penyintas dengan pelaku pelecehan seksual.
Oleh karena itu, pengetahuan terkait perlindungan dan kasus pelecehan seksual perlu digalakkan. Hal tersebut dimaksudkan agar masyarakat paham dan mengerti masalah tersebut dan tidak mengabaikannya. Masyarakat juga akan berani menyuarakan dan melaporkan kasus-kasus yang terindikasi sebagai tindakan pelecehan seksual. Serta penyintas akan memiliki wadah untuk menyalurkan keluh-kesahnya mengenai apa yang sudah ia alami.
*Mahasiswi Prodi Psikologi Universitas Syiah Kuala, Asal Aceh Tengah