Resiator Buku : Husaini Muzakir Algayoni
Judul Buku : Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun
Melawan Agressi Belanda
Penulis : Ali Hasjmy (Akademisi, Sejarawan, Pujangga dan Politisi)
Penerbit : Jakarta, Bulang Bintang
Tahun Terbit : 1977
Jumlah Hlm : 352
Hikayat Prang Sabi adalah hikayat sastra lama asal Aceh yang sudah dikenal dunia. Namun, banyak orang yang mengenal namanya saja tapi tidak banyak yang mengetahui isi dan juga sejarah penyebarannya. Kata Apa Kaoy penggagas dan sutradara teater bertema The Spirit of Aceh yang diadaptasi dari Hikayat Prang Sabi yang dilaksanakan 7-8 Desember 2018 di aula Taman Budaya, Banda Aceh. MediaAceh.co 06/12.
Sebagaimana kita ketahui bersama-sama bahwa Aceh sulit ditaklukkan oleh penjajah Belanda karena peran dari para ulama Aceh dalam menghadapi serangan kaum penjajah. Ulama memberikan spirit perjuangan kepada rakyat Aceh untuk melawan penjajah dengan gagah berani, salah satu ulama tersebut adalah Teungku Chik Pante Kulu yang memberikan spirit kepada rakyat Aceh dengan Hikayat Prang Sabi.
Jadi, apa itu Hikayat Prang Sabi? Seperti yang dikatakan oleh Apa Kaoy di atas, mungkin kita sering mendengar namanya tapi tidak banyak yang tahu apa isinya. Oleh karena itu, dalam hal ini dengan singkat saya menuliskan isi dari Hikayat Prang Sabi yang termaktub dalam buku Prof. H. Ali Hasjmy dengan judul “Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agressi Belanda.”
Dalam buku ini, A. Hasjmy menganalisa ada tiga faktor keberhasilan Hikayat Prang Sabi dalam melawan penjajahan Belanda. Ketiga faktor tersebut adalah segi seni-bahasa atau kesusastraan, segi pendidikan dan segi dakwah. Dari segi dakwah, Belanda melihatnya sebagai senjata yang sangat berbahaya karena sanggup membangkitkan semangat perang untuk melawan Belanda.
Hikayat Prang Sabi dikarang oleh seorang ulama dan penyair bernama Teungku Chik Pante Kulu pada tahun 1251 H (1836 M) setahun sebelum perang Aceh meletus. Beliau lahir di desa Pante Kulu, kemukiman Titeue, Pidie. Hikayat Prang Sabi yang dikarang oleh beliau merupakan bentuk puisi yang terdiri dari empat cerita, yang sekalipun fiktif tetapi berdasarkan sejarah untuk membangkitkan semangat jihad dalam kalangan rakyat Aceh. Keempat kisah tersebut adalah: Kisah Ainul Mardhiah, Kisah Pasukan Gajah, Kisah Sa’id Salmy dan Kisah M. Amin (budak mati hidup kembali).
Selain media dakwah dalam melawan Belanda, Hikayat Prang Sabi juga mengandung nilai sastra yang sangat tinggi dan telah dibahas oleh seorang ahli bahasa dan sastra Aceh H.T. Damste sehingga mendapat perhatian yang luas di negeri Belanda. Sebagai karya sastra ‘puisi perang’ telah menjadikan kolonial Belanda mati ketakutan dan Belanda pun mengambil inisiatif bahwa karya tersebut dilarang untuk dibaca dan disebarkan kepada rakyat Aceh.
Hikayat Prang Sabi dilukiskan oleh Tengku Chik Pante Kulu dengan indah dalam empat rangkum sajak, sebagai berikut:
Setelah puji salat dan salam
Sewarkah hadiah hamba sembahkan
Dengan hidayah Khalikul Alam
Hikayat Perang Sabil hamba kissahkan
Pekabaran al-Qur’an akan direka
Pinta kakanda pada adinda
Menolak kehendak layak tiada
Meski karangan kurang sempurna
Benarlah ini amalan terpuji
Semoga Ilahi beri pahala
Berguna kehendaknya bagi semua
Handai tolan sahabat segala
Ganti memberi keris berdulang
Lumbung padi berderet rapi
Ganti pusaka pucuk kerawang
Inilah rangkaian intan baiduri.
Zentgraaf seorang penulis Belanda melukiskan Hikayat Prang Sabi sebagai karya sastra yang sangat berbahaya karena para pemuda meletakkan langkah pertamanya di medan perang atas pengaruh yang sangat besar dari karya sastra Hikayat Prang Sabi, menyentuh perasaan mereka yang mudah tersinggung.
Bahkan Prof. Dr. Anthony Reid (ahli sejarah) penulis buku Asal Mula Konflik Aceh: Dari Perebutan Pantai Timur Sumatera hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19, mengatakan Hikayat Prang Sabi sebagai sesuatu yang sangat dahsyat.
Ali Hasjmy mengatakan ada satu kebiasaan bagi para ulama yang saleh bahwa mereka selalu mengemukakan kelemahan dan kekurangannya dalam mengarang sekalipun pada hakikatnya karangan mereka merupakan karangan bermutu tinggi. Kebiasaan ini, tertuang juga pada karangan Teungku Chik Pante Kulu seperti syair berikut ini:
Ragulah hamba seketika
Karena mengarang belum biasa
Namun demikian hamba rekakan
Tamsil ibarat bagi saudara
Berikan hamba maaf
Andaikan salah rekaan kata
Hamba mengarang Lillahi ta’ala
Karena Allah semata-mata.
Selain mengemukakan kelemahan dan kekurangan dalam mengarang Teungku Chik Pante Kulu juga mendahului seluruh karyanya dengan puji dan sanjung, seperti syair berikut ini:
Alhamdulillah Tuhan Pencipta
Alam semesta karunia Ilahi
Arasy tinggi, sorga dan neraka
Langit bumi, segala isi
Setelah itu salat dan salam
Untuk junjungan penghulu Nabi
Demikian pula sahabat kenalan
Muhajirin dan Ansar pejuang asli.
Demikianlah ulasan singkat tentang Hikayat Prang Sabi sebagai suatu karya sastra puisi perang (epic poetry) yang merupakan karya sastra tingkat tinggi. Oleh karena itu pengarangnya Teungku Chik Pante Kulu berhak mendapat gelar “Penyair Perang” terbesar dalam sejarah dunia.
Dengan mengetahui Hikayat Prang Sabi ini, kita tidak melupakan sejarah dan sebagai generasi penerus Teungku Chik Pante Kulu semoga bisa mengambil pelajaran dari apa yang telah diperjuangkan oleh pahlawan-pahlawan masa silam dalam mempertahankan Aceh dari serangan penjajah Belanda. []