TAKENGON-LintasGAYO.co : Sumber inspirasi dan karya yang berestetik olah seniman selalu berawal dari ketimpangan dan realitas yang terjadi dalam masayarakat. Hal tersebut juga menjadi isi pesan dari keseluruhan pementasan lintas generasi dalam halal bil halal, syukuran dan peringatan ulang tahun Teater Reje Linge Takengon yang ke-16.
Dalam pentas yang dipusatkan di lokasi wisata Ujung Peninyon Kampung Nosar Kecamatan Bintang pada Minggu, 22 Juli 2018 itu di isi dengan sejumlah pementasan. Baik penampilan baca puisi, monolog, tari, saman dan drama impropisasi dari sejumlah seniman Gayo.
Amatan media ini sejumlah seniman yang tampil tersebut adalah Wulan, Al Huda, Maya Sari, Rasyidin Wiq More, Irma, Iwan Bahagia, Arie Konselor, Sabariah, Surina Nosra, Amal Makruf, Ugie serta sejumlah senior Teater Reje Linge sendiri.
Monolog Al Huda yang menyoroti tentang perang yang terus berlangsung di berbagai belahan dunia yang menapikan nilai-nilai kemanusiaan.
Sementara itu Ugie salah seorang mentor Teater Reje Linge menampilkan monolog dengan isi keprihatinannya terhadap kepemerintahan yang masih sangat timpang dalam hal kebijakan pembangunan dan pelestarian alam.
Berbeda dengan Maya Sari yang tampil dengan membaca puisi Fikar W Eda dengan judul “Seperti Belanda”. Wulan dengan puisi karya seniman senior asal Aceh Barat yang kini berdomisili di Lhoukseumawe yang berjudul “Sepi Yang Semakin Senyap”, Caca, Salman Yoga S dengan puisi pendek tentang ruh Danau Lut Tawar.
Penampilan monolog Arie Konselor yang mengangkat tema ke prihatinannya tentang generasi muda yang mulai melupakan jasa-jasa para pahlawan dalam bentuk dialog antara kakek dan cucunya.
Tak jauh dari inspirasi yang muncul dari realitas di tanah Gayo, Surina Nosra yang pernah menggemparkan teater nasional di taman Ismail Marzuki (TIM) dengan naskah “Tungku” pada tahun 2003, kali ini mengetengahkan ekspresi dan keprihatinannya atas terbakarnya Bur Birah Payang di Kampung Toweren Kecamatan Lut Tawar.
Menurutnya terbakarnya gunung tersebut adalah bagian dari ulah manusia dan kelalaian pemerintah karena hal tersebut terjadi setiap tahunnya. Bukan saja berpengaruh pada habitat hewan dan tetumbuhan hal tersebut juga mengurangi lestari dan indahnya Danau Lut Tawar.
Berbeda dengan penampilan dan ekpresi Amal Makruf pada sesi yang berlangsung dari pagi hinga sore, lelaki asal Kabupaten Gayo Lues ini tampil tunggal dengan membawakan Saman Gayo serta penampilan Mustafa dan Ozi dengan tari Guel. Iwan Bahagia dengan monolog tentang binatang ternak Koro Gonok Jeget “Kerbau Bule” serta sejumlah penampilan seni lainnya dengan latar panggung Danau Lut Tawar. [AR]