Oleh : Darwan Hakim*
Melihat kenyataan dalam masyarakat bahwa aktivitas Usaha Mikro Kecil (UMK) dalam bulan penuh berkah ini khususnya kuliner, fashion dan travel warga/komunitas untuk mudik terus mengalami peningkatan, sehingga bulan Ramadhan ini salah satu cara yang sangat tepat untuk membentuk dan mengembangkan mental/jiwa berwirausaha (entrpreneurship) siswa/mahasiswa warga sehingga target jumlah pengusaha 4% dari jumlah penduduk bisa tercapai.
Sangat intensifnya gerakan pembentukan (pencetakan wirausaha) dan pengembangan wirausaha (pengusaha naik kelas) dari berbagai instansi pemerintah dan swasta meruapakan solusi pengurangan tingkat pengangguran, penurunan warga miskin (warga yang belum beruntung) dan mengurangi tingkat kesenjangan baik secara spatial maupun sektoral.
Secara umum kita melihat diberbagai sudut kota, desa semarak warga berjualan takjil dan kebutuhan Ramadhan lainnya sangat ramai dan menyenangkan baik bagi para penjual maupun para pembeli. Para warga pelaku penjual takjil terlihat ada yang masih pemula (siswa/mahasiswa terlihat canggung agak malu-malu dan sifatnya masih membantu) tapi alhamdulilah sudah mampu memulai dan juga ada pelaku lama tapi kelihatannya belum naik kelas baik dari sisi kualitas, kuantitas, kemasan, progres merek dan lain lain.
Menurut penulis bagaimana bulan Ramadhan salah bulan yang sebut saja ramadhan preneurship dapat dimanfaatkan untuk pembentukan dan pengembangan jiwa-mental kewirausahaan untuk masyarakat sebagai berikut :
1. Kesempatan melatih Praktek, Jiwa/mental
Dengan ramainya gerak kuliner, fashion bisa menjadi ajang bagi pemula (siswa/mahasiswa untuk menlatih menjadi praktisi wirausaha secara berkelompok karena berkelompok bisa mengurangi rasa canggung, malu, ragu-ragu namun karena adanya semangat kebersamaan dapat mengurangi beban sebagai pemula, sebagaimana pendapat Rhenald Kasali, PhD (“Siswa yang nilai akademik biasa saja tetapi sudah diajak orang tuanya berjualan diwarung/gemlengan lingkungan akan lebih sukses dibading dengan siswa yang nilai akademeiknya lebih tinggi tapi belum berhadapan dengan lingkungan (Buku Lets Change, halaman 113)
2. Dukungan Lingkungan (Reje Kampung, Bapak Tengku)
Untuk meningkat semangat kewirausahaan warga perlu iklim lingkungan yang kondusif yang dimotori oleh Reje Kampung yang secara langsung dapat mengajak warga (siswa-mahasiswa yang lbur) untuk berjualan/bazar terhadap apasaja yang dibutuhkan dalam bulan Ramadhan dengan cara menyediakan tempat di mersah/masjid, disisi kampung, mengundang para pedagang, memotivasi peserta bazar jadi pengusaha harus dari yang kecil, bahwa pengusaha tidak ada yang untung terus (ada proses jatuh bangun), tahan banting, tidak cengeng kalau rugi juga tidak boros kalau untung. Sedangkan dari Kalangan Bapak para Tengku kiranya bisa selama 2-5 menit dalam ceramahnya ada kandungan motivasi meningkatnya mental jiwa kewirausahaan/entrpereneuship kepada para Jemaah untuk menjadi pengusaha adalah pilihan yang mulia.
3. Dukungan Pemerintah Daerah
Untuk dapat terciptanya iklim usaha yang kondusif pastilah peranan Pemerintah Daerah sangat menetukan tumbuhnya pelaku usaha pemula dan pelaku usaha naik kelas. Melihat Pemerintah Provinsi DKI mempunyai program target pengurangan pengangguran, tingkat kemiskinan, tingkat ketimpangan dengan pendekatan entrepreneurship dengan gerakan One Kecamatan One Centre for Entreprenurship (OKOCE). Disetiap Kantor Camat dilaksanakan gerakan pembentukan dan pengembangan Kewirausahaan dengan 7 (tujuh) langkah Pasti Akan Sukses (PAS) antara lain Sukses Pendaftaran, Sukses Pelatihan (softskill, hardskill), Sukses Pendampingan (dilokasi usaha) ,Sukses Perijinan (formalisasi), Sukses Pemasaran, Sukses Laporan Keuangan dan Sukses Akses Permodalan (pelaku usaha menjadi bankable). Namun masing-masing Pemerintah Daerah mempunyai pendekatan yang berbeda dalam pemberdayaan kewirausahaan masyarakatnya seperti aspek budaya, pendidikan, struktur ekonomi, skala ekonomi, keterbukaan ekonomi, serapan pasar, tingkat pendidikan warga dan geografis yang pada akhirnya juga meningkatkan kesejahteraan warganya.
Penutup
Pengembangan kewirausahaan suatu daerah haruslah Sistematis, Masive, Ssustainabel (SMS), dalam arti Sistemtais sesuai program yang diciptakan pemerintah daerah, massive dalam arti kebersamaan para stake holder seperti Para Tengku, Reje Kampung, sektor pendidikan, pengusaha sukses, komunitas, LSM, media, Ceh Didong (seperti dalam sinetron Korea dan India selalau ada sisipan dialog tentang usaha) dan sustainable (keberlanjutan) program Pemerintah Daerah yang berupdate, dukungan iklim kewirausahaan dari dari stakeholder dan upaya terus menerus warga sebagai pelaku usaha pemula dan pelaku usaha naik kelas yang sudah sebagai kebutuhan hidupnya.
*Tokoh Gayo, Tinggal di Jakarta Pusat