BANDA ACEH-Pengusulan Biaya Operasional Juru Bicara pemerintah Aceh yang beredar luas di media sosial ternyata bukan dana untuk program perorangan, tetapi biaya yang dimasukan melalui program yang ada di Biro Humas Aceh. Namun kini Kedua Jubir, Wiratmadinata dan Saifullah A Gani membatalkan usulan tersebut. Berikut 12 penjelasan kongkritnya;
1. Juru Bicara Pemerintah Aceh bertugas untuk menyampaikan informasi secara langsung maupun melalui media atau sarana informasi lainnya kepada masyarakat;
2. Tugas tersebut dilakukan melalui pelbagai metode, antara lain, menjalin hubugan silaturahmi dengan mitra kerja utama dan pelbagai komponen masyarakat lainnya (stakeholders), agar proses komunikasi berlangsung dengan baik.
3. Juru bicara dalam suatu forum, baik forum formal maupun non formal, acap dipersepsikan sebagai wakil lembaga/Pemerintah Aceh, maka dinilai tidak pantas dan negatif apabila tidak mengeluarkan biaya makan-minum secukupnya.
4. Bedasarkan pengalaman kehumasan dan pengeluaran atas kebutuhan nyata seperti itu—termasuk selama bertugas sebagai juru bicara—maka biaya komunikasi dengan stakeholders sebesar Rp 1 juta/hari atau totsl Rp 750 juta kami usulkan untuk dialokasikan dalam anggaran tahun 2018;
5. Biaya komunikasi dengan stakeholders yang diusulkan tersebut—masih usulan—diharapkan dapat dialokasikan dalam anggaran belanja Biro Humas Setda Aceh dengan ketentuan; bila tersedia anggaran, bisa dialokasikan, dan dapat dibelanjakan, sesuai ketentuan perundang-undangan dalam pengelolaan anggaran daerah;
6. Perlu kami jelaskan di sini bahwa biaya yang kami usulkan berupa besaran alokasi (Plafon) dalam bentuk program kegiatan Biro Humas Setda Aceh. Apabila usulan tersebut tertampung maka mekanisme penggunaannya akan dilakukan sesuai kebutuhan (at cost) dan pengeluarannya dilakukan sesuai mekanisme dan ketentuan pengelolaan anggaran pada Biro Humas Setda Aceh;
7. Kami tegaskan kembali bahwa biaya yang diusulkan itu untuk dialokasikan dalam bentuk anggaran belanja Biro Humas Setda Aceh, dan sama sekali bukan untuk diambil, dipegang, atau dikelola oleh Juru Bicara;
8. Apabila usulan biaya operasional silaturahmi dan komunikasi juru bicara dengan stakeholders tersebut dinilai tidak pantas dan bertentangan nilai-nilai kepatutan, maka kami akan segera mencabut kembali usulan tersebut.
9. Tugas-tugas juru bicara akan tetap kami jalankan sesuai kepercayaan dan mandat yang diberikan oleh Bapak Gubernur Aceh, meski dengan fasilitas seadanya (kenderaan, alat kerja, dan uang pribadi), seperti yang kami jalankan selama ini.
10. Bahkan kami mengucapkan terima kasih kepada oknum-oknum yang telah membantu menyebarluaskan surat usulan tersebut kepada masyarakat, sehingga masyarakat teredukasi dan menjadi maklum bahwa Juru Bicara Pemerintah Aceh tidak memiliki anggaran khusus dalam menjalankan tugasnya sehari-hari;
11. Langkah kami sebagai Juru Bicara Pemerintah Aceh pun menjadi semakin ringan karena tak terbebani lagi dengan “kewajiban” membayar kopi, makan, dan minum, saat bertemu mitra kerja utama dan stakeholders lainnya di tempat-tempat umum;
12. Mitra kerja dan stakeholders pun akan memaklumi dan dapat memahami bila tidak pernah ada “Ucapan Selamat” atau “Ucapan Turut Berduka Cita”, melalui papan bunga maupun melalui media massa, dari Juru Bicara Pemerintah Aceh.[]