(Dari Mencari Kerja Ke Dicari Kerja)
Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA

MEMBACA dan memahami fenomena masyarakat caffee, dapat dilihat dari dua sisi. Pertama mereka yang banyak menghabiskan waktu di caffee (dapat juga dibaca warung kopi) dengan alasan caffee menyiapkan pasilitas yang tidak ditemukan di rumah-rumah seperti internet dan keberagaman makanan dan minuman, sehingga mereka menjadi betah duduk berlama-lama ditambah lagi dengan kekhas-an masing-masing caffee. Dalam kontek ini banyak para pengunjung yang menyelesaikan tugas (PR) kuliah dan sekolah mereka di caffee. Kedua mereka mengunjungi caffee untuk tempat berdiskusi mulai masalah yang paling kecil (urusan pribadi) sampai kepada masalah politik guna membangun bangsa. Caffee sekarang tidak hanya digunakan oleh mereka yang menghabiskan waktu dengan pekerjaan yang tidak bermanfaat, tetapi juga banyak digunakan oleh orang-orang sebagai tempat bisnis-bisnis on line.
Karena banyaknya orang-orang yang menghabiskan waktu di caffee-caffee tentu persaingan bisnis yang bergerak dalam sector ini semakin ketat, juga pilihan pelanggan akan caffee-caffee yang ada sangat ditentukan oleh ketersediaan kebutuhan pelanggan dan kepuasan pelayanan. Hal seperti ini seharusnya bisa dijawab oleh para pengusaha dan pengelola scara ideal, namul dalam kenyatannya menjadi sulit karena ketersediaan sumber daya manusia yang masih terbatas.
Bermunculannya caffee-caffee sehingga Aceh sering disebut dengan kota seribu warung memberi arti kalau Aceh mempunyai lapangan kerja dan bisa menampung banyak tenaga kerja, buktinya banyak tenaga kerja di warung-warung yang berasa dari luar Aceh apakah dari Sumatera Utara, Pulau Jawa atau juga daerah lain. Tidak lama berselang hari pencari kerja datang ke caffee-caffee termasuk Skala Caffee and Tea di Jln Prof. A. Hasyimy Pango Raya secara bergantian untuk mencari kerja, kabanyakan mereka yang datang tersebut betul-betul mencari kerja dan hampir tidak ada yang datang menawarkan pekerjaan kepada pemilik atau mengelola usaha karena image yang terbangun dalam masyarakat bahwa pemodal, pengelola dan pemilik usaha adalah penyedia lapangan kerja sekaligus pekerjaan. Dan mereka yang datang adalah orang yang tidak memiliki modal usaha dan juga tidak memiliki pekerjaan.
Pencari kerja ketika ia datang kesuatu tempat kerja dan menanyakan ketersediaan lapangan pekerjaan, mereka menunjukkan bahwa dirinya adalah betul-betul butuh pekerjaan, sehingga ketika ditawarkan dengan bayaran gaji berapapun perbulan ia menerimanya dengan jawaban daripada tidak ada pekerjaan. Sebenarnya ini adalah bukti kalau pencari kerja tidak mempunyai nilai tawar karena sebab tidak adanya skill yang dimiliki. Bagi mereka yang tidak mempunyai skill mencari pekerjaan sulit walaupun lapangan pekerjaan yang tersedia banya dan mereka akan dinilai dengan harga yang rendah bahkan penghasilannya tidak cupuk untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Berbeda dengan mereka yang memiliki skill atau keahlian, mereka ini sebenarnya bukan mereka yang mencari kerja tetapi pekerjaan yang mencari mereka.
Ada beberepa orang yang dating ke Caffee Skala and Tea menanyakan lapangan pekerjaan, dengan pertanyaan yang apakah caffee ini memerlukan barista ? dengan menyebut beberapa pengalaman ditambah lagi dengan tawaran kemampuannya untuk menambah jenis minuman tertentu yang belum ada, sehingga ketika ditanya berapa anda dibayar ditempat kerja anda selama ini, beliau menjawab dengan bayaran memlebihi kebutuhannya sehari-hari. Untuk kasus yang kedua ini sebenarnya bisa dikatakan bukanlah dia yang mencari pekerjaan tetapi pekerjaan yang mencarinya.
Bila pencari kerja memiliki skill, pemodal dan pemilik perusahaan mampu menyediakan pekerjaan bagi mereka, tentu terbangunlah satu tim dalam perusahaan (caffee) yang kuat dalam meraih tujuan dari pendirian perusahaan, yakni mensejahterakan semua pihak yang terlibat dalam usaha.[]
*Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Pengelola Skala Caffee and Tea Pango Raya Banda Aceh.