“Ngengkun” Sambil Menaklukkan Arung Jeram

oleh
Penulis dan Para Kengkunan Sebelum Mengarung Jeram (Trisnainseputra)

Catatan : Zuhra Ruhmi

Lukup Badak sebagai salah satu tempat terusan sungai Pesangan dulunya hanyalah tempat anak muda dan masyarakat bergotong-royong untuk mencuci ambal mersah atau masjid sebelum Ramadhan tiba, juga setelah besinte (acara, Gayo-red) . Air sungai ini juga digunakan sebagai sumber air persawahan masyarakat.

Aktivitas Masyarakat di Lukup Badak (Zuhra Ruhmi)

Sadar akan potensi lain yang dimiliki oleh aliran air yang bersumber dari danau Lut Tawar ini Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Aceh Tengah yang diketuai oleh Khalisuddin berinisiatif untuk membuka wisata baru, arung jeram.

Pemberitaan, foto-foto yang beredar dan cerita teman-teman tentang wisata uji adrenalin yang diresmikan oleh Bupati Aceh Tengah Ir Nasaruddin, MM pada 11 November 2017 ini sungguh membuat penasaran.

Akhirnya,  pada 12 November 2017 tepat satu hari setelah diresmikan untuk pertama kalinya saya bisa merasakan arung jeram. Menemani Reni Hesti Mentari yang telah mengurung diri selama dua hari dikamarnya akibat dibully di sosial media karena membela haknya saat terjaring razia zebra menjadi tugasku hari ini.

Sebelum turun ke lokasi arung jeram, Hesti dengan mata sembap masih bertanya untuk ikut atau tidak, kepercayaan dirinya berlum sepenuhnya pulih.

“Malu sama orang-orang kak,” kata Hesti ketika itu.

Mencoba untuk meyakinkan semampuku untuk tidak perlu malu. Satu persatu anak tangga kami lewati dari jempatan Lukup Badak menuju lokasi arung jeram.

Pak Khalis, begitu kami menyebut ketua FAJI ini telah menyambut Hesti ramah juga disambut dengan Pak Win Ruhdi  Bathin, Bang Waladan Yoga juga turut memberi penguatan kepada Hesti untuk tidak minder lagi.

Menjadi primadona, Hesti diajak berswafoto oleh pengunjung yang hadir di sana. Hal ini kembali menambah semangat Hesti untuk tidak terpuruk lagi.

Dan ngengkunpun (menjaga anak kecil-Gayored) dimulai. Adalah saya menjadi “tetua” sementara untuk menjaga Hesti beserta dua orang teman juga seorang adiknya, juga “titipan” Pak Khalis untuk menjaga keponakan juga anaknya Icha dan Hafni.

Penulis dan Para Kengkunan Sebelum Mengarung Jeram (Trisnainseputra)

Baju pengaman berwarna kuning bercampur biru telah tersedia di sana. Satu persatu diantara kami telah mengenakannya sesuai dengan ukuran masing-masing. Semua yang dikengkun bersepakat memilih perahu berwarna merah, karena merah melambangkan keberanian, begitu alasan meraka.

Karena telah memenuhi kapasitas, saya dianjurkan oleh skiper berpindah ke perahu berwarna kuning. Memikirkan keselamatan akhirnya dengan berat hati saya berpindah perahu.

Sebelum memulai pengarungan, salah seorang anggota FAJI melakukan breafing untuk memastikan keselamatan, mengajarkan cara memegang pendayung juga tidak panik ketika mengarung jeram serta memimpin do’a untuk keselamatan.

“Insya Allah 99% peralatan aman, 1% adalah ketentuan Allah untuk menakdirkan sesuatu,” kata Sekretaris FAJI, Muhammad Ibnu Akbar.

Bang Mamad, begitu sapaan akrabnya juga menjelaskan grade sungai dengan jarak 4,5 meter ini adalah 1 hingga 2.

“Gradenya 1 sampai 2 yang aman dan cocok untuk wisata keluarga,” kata bang Mamad.

Bismillah, dayungan pertama dimulai. Arus air tenang, angin menyapa sepoi. Sudut pandang barupun akhirnya didapatkan. Terbiasa melewati berbagai kampung dari Takengon menuju Sanehen menggunakan jalan darat, maka tenangnya aliran sungai menjadi sajian alam yang indah. Namun kini tenangnya sungailah yang menjadi “jalan” menikmati perjalanan yang biasa dilalui. Suasana yang tenang cocok untuk sesiapa yang ingin melepaskan penat juga beban pikiran yang berat. Termasuk Hesti.

Senyumnya benar-benar merekah, bersama teman-temannya ia bersorak gembira, tawanya lepas. Sesekali ia menyapa karena sadar aku memegang kamera untuk merekam suasana.

“Senang dek?” tanyaku

“Senang kak,” kata Hesti dan teman-temannya sambil melambaikan tangan.

Ibarat angka satu yang diperkan dengan nol yang menghasilkan tak terhingga, begitupun rasa bahagia yang kurasa ketika melihat Hesti kembali ceria dan sejenak melupakan masalahnya.

Sekitar 200 meter sebelum pemberhentian, penumpang perahu merah yang ditumpangi oleh Hesti dan teman-temannya juga Icha dan Hafni bersepakat untuk beranut-anuten (menghanyutkan diri-Gayored)

Anut-anuten (Bermain hanyut-hanyutan, Gay-Red). (Zuhra Ruhmi)

Teringat tanggung jawab atas kengkunan, aku bertanya pada salah seorang skiper tentang keamanan.

“Biasa itu kak, dan ini tempat yang aman,” katanya.

Jadi tak perlu khawatir kataku dalam hati, sambil terus memastikan mereka tetap aman. Tak berselang lama, semua kengkunan telah selasai beranut-anuten dan Kijang Kapsul berwarna hijau keluaran tahun 1998 yang menjadi ikon Media LintasGAYO.co inipun tiba untuk menjemput kami dan tugasku mengengkun selesai.

Sesudah dzuhur beberapa teman dari Forum Lingkar Pena (FLP) Tekengon juga sahabat Safar akan berarung jeram, salah satunya kak Eviza Hayati terlihat hadir bersama kedua anaknya, juga kak Valen dan beberapa Sahabat Safar lainnya.

Orin, anak pertama kak Evi ingin ikut untuk bisa berarung jeram. Namun karena amanya tidak mengizinkan jadilah kak Evi merayu agar Orin untuk tidak ikut mengarung jeram.

Bermodalkan nanas yang di bawa oleh Pimpinan Redaksi LintasGAYO.co Darmawan Masri dari kebunnya. Akupun coba membantu kak Evi untuk membujuk Orin agar tidak ikut.

Orin mengangguk, setuju untuk tidak ikut. Kami duduk melingkar aku mulai mengupas nanas Pegasing untuk Orin juga adik lelaki Orin. Kami menikmati manisnya nanas yang menjadi hasil pertanian unggulan Kampung Pegasing ini sambil berharap beberapa bulan ke depan akan ada masyarakat yang menjual beraneka makanan di lokasi arung jeram.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.