AALC, Gagasan Cemerlang Majukan Petani Aceh

oleh

Oleh : Fathan Muhammad Taufiq *)

Upaya untuk mencerdaskan dan memberdayakan petani Aceh, terus dilakukan oleh pemerintahan Gubernur Irwandi Yusuf dan Wakil Gubernur Nova Iriansyah. Pemimpin baru di provinsi yang ada di ujung barat Sumatera ini memang cukup komit untuk meajukan pembangunan pertanian di Serambi Mekkah ini.

Salah satu upaya yang sedang digagas dan akan segera direalisasikan adalah pembangunan Aceh Agro Learning Center (AALC) yang direncanakan sebagai wahana pembelajaran dan pemberdayaan petani Aceh sekaligus pusat pengembangan agrowisata yang berskala internasional.

Konsep AALC sendiri mengadopsi ide serupa yang sudah dilaksanakan di negara Thailand, dimana pusat pebelajaran petani disana, sekarang sudah menjadi ‘rujukan’ bagi para petani di kawasan ASEAN. Seperti Hoob Krapong Learning Center yang ada di Distrik Khao Yai ini, di desa yang agak jauh dari pusat kota ini, telah dibangun sebuah pusat pembelajaran petani berskala internasional yang tidak hanya dimanfaatkan oleh para petani dari Thailand saja, tapi juga sering menjadi tempat magang bagi para petani dan juga sering menjadi tujuan study banding pejabat dari beberapa negara ASEAN termasuk Indonesia. Ditempat ini disediakan lahan, laboratorum dan museum pertanian pada areal seluas lebih dari 200 hektar yang bisa dijadikan wahana pembelajaran tentang budidaya Asparagus, sapi Perah, Sauran Organik, beragai jenis rumput Hijauan Makanan Ternak dan juga pusat mekanisasi pertanian. Disini, petani juga bisa belajar bagiaman mengelola kelembagaan kelompok tani dengan manajemen pertanian modern dan bagaimana kekompakan para anggota kelompok disana dalam mengelola usaha tani secara bersama.

Ada lagi Chuang Hua Man Royal Project, wahana yang juga menjadi pusat pembelajaran petani ini malah berada di dekat pusat kota dan dikelola oleh keluarga kerajaan Thailand. Diatas lahan seluas kurang lebih 40 hektar ini, para petani dari berbagai daerah dan negara bisa belajar intensif tentang budidaya pertanian organik. Berbagai instalasi pertanian organik telah dibangun oleh Raja Bhumibol Adulyadej di tempat ini, karena bagi keluarga kerajaan, penggunaan bahan kimia apalagi yang bersifat racun merupakan sebuah pantangan. Selain menjadi tempat pembelajaran petani, tempat ini juga dikenal sebagai lokasi agrowisata yang banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai negara. Di areal pertanian terpadu ini, juga terdapat areal perkebunan yang dipadukan dengan peternakan sapi modern. Energi listrik yang digunakan oleh petani dan pengelola lokasi ini yang bersumber dari kincir air juga menjadi salah satu daya tarik tempat ini.

Menurus seorang agro entrepreneur yang cukup dikenal di Aceh , Muslahuddin Daud yang juga salah seorang penggagas AALC, wilayah Aceh juga memiliki potensi untuk dijadikan pusat pembelajaran petani yang reperesentatif. Dengan potensi lahan yang sangat luas dengan kondisi tanah yang yang subur dan agroklimat yang sangat mendukung, sangat memungkinkan Aceh dijadikan sebagai pusat pembelajaran petani berskala internasional, karena menurut Mulahuddin, saat ini petani Aceh masih jauh tertinggal baik dalam teknologi budidaya maupun manajemen kelembagaan petaninya, dan perlu dicerdaskan dan diberdayakan agar pertanian di daerah ini lebih maju dan petani lebih sejahtera, dan untuk itu perlu dibangun sebuah wahana pembelajaran bagi mereka.

“Dibandingkan dengan Thailand, potensi pertanian di Aceh sebenarnya jauh lebih baik, namun karena petaninya belum diberdayakan secara optimal, sehingga pertanian Aceh sampai saat ini masih tertinggal, salah satu upaya untuk memberdayakan petani adalh dengan membangun pusat pembelajaran pertanian yang bisa dijadikan sebagai pusat informasi dan transpformasi pertanian bagi para petani” ungkap Muslahuddin beberapa waktu yang lalu.

Ketertinggalan di bidang pertanian, petani yang belum ‘cerdas’, serta manajemen kelembagaan petani yang masih sangat konvensional, itu yang kemudian menginspirasi beberapa tokoh, pakar dan praktisi pertanian seperti Muslahuddin Daud, drh. Ahdar, MP, Haburrahman, M Sc, dan Muhammad Amin, SP, MP menggagas pembangunan AALC di Aceh. Gagasan tersebut langsung direspon oleh Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, dan kemudian memerintahkan kepada para tokoh tersebut untuk membuat tim perencana. Kapasitas para tokoh itu sudah tidak diragukan lagi, Muslahuddin Daud misalnya, selain sebagai pengusaha dan pemerhati pertanian yang sudah melanglang buana ke berbagai penjuru dunia, juga pernah menjabat Divisi Pengembangan Pertanian di Word Bank. Drh Ahdar, MP, yang saat ini menjabat Kepala Balai Diklat Pertanian Aceh, juga merupakan sosok pemerhati pertanian yang sangat konsens dengan pembangunan pertanian di Aceh. Berkat gagasannya, di kawasan Saree kini sudah berdiri Farmer Agro Market dan pusat pelatihan hidroponik yang cukup reperesentatif.

Habiburrahman, M Sc, salah seorang pejabat di lingkungan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, merupakan pakar pertanian yang sudah banyak berkiprah untuk memajukan pertanian di Aceh. Beliau sering menjadi konseptor kebijakan pertanian yang kemudian diterapkan oleh pemerintah provinsi Aceh. Begitu juga dengan Muhammad Amin, SP, MP, kapasitasnya sebagai Kepala SMK PP Saree, membuatnya sering melakukan inovasi di bidang pertanian.

Ditangan para tokoh pertnaian inilah, kemudian rencana aksi pembangunan Aceh Agro Learning Center ditutut untuk dapat segera direalisasikan. Ada dua lokasi yang kemudian dirujuk sebagai calon lokasi pembangunan AALC, yang pertama adalah Desa Lam Seunia, Leupung, Aceh Besar, areal seluas 500 hektar milik Dinas Pertanian Aceh ini memang sangat layak untuk dikembangkan sebagai pusat pembelajaran petani. Jika disetujui nanti, di tempat ini akan dibangun integrated mix farming yang memadukan percontohan lahan hortikultura, tanaman pangan, peternakan, perikanan dan agro forestry. Di lokasi ini, rencananya juga akan dibangun pusat pelatihan, laboratorium dan area agrowisata. Namun karena belum ada fasilitas apapun di lokasi ini, tentu akan lebih banyak anggaran yang dibutuhkan untuk ‘menyulap” lahan ini menjadi sebuah learning center.

Alternatif kedua adalah kawasan Saree, Aceh Besar, meski arealnya tidak seluas Lam Seunaya, tapi di tempat ini sudah banyak fasilitas pendukung milik pemerintah yang sudah ada sebelumnya. Misalnya areal SMK PP Saree yang meiliki lahan seluas 190 hektar, Balai Benih Hortikultura dengan lahan seluas 40 hektar dan Balai Diklat Pertanian Aceh dengan areal seluas 16 hektar, juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat AALC. Dengan luas areal sekitar 250 hektar ditambah berbagai fasilitas yang sudah ada, sepertinya akan lebih cepat terealisasi jika AALC kemudian di bangun di kawasan ini. Lokasi Saree juga sangat strategis, karena berada di lintasan utama jalur Banda Aceh – Medan, sehingga mudah diakses dari berbagai arah.

Meski konsep awalnya mengacu kepada pusat pembelajaran petani yang ada di Thailand, namun konsep AALC tidak sepenuhnya mengadopsi agro learning center yang ada di negeri gajah putih ini. Pengalaman Muslahuddin menjelajah beberapa negara Eropa, juga menjadi salah satu masukan berharga untuk membangun AALC yang juga tidak mengesampingkan kearifan lokal Aceh ini.

Ide cemerlang ini tidak saja sudah direspon oleh Gubernur Aceh, tapi juga mendapat dukungan penuh dari pemerintah kabupaten Aceh Besar yang akan menjadi lokasi AALC. Melalui pertemuan-pertemuan formal maupun informal, pihak eksekutif dan legislative kabupaten Aceh Besar sudah menyatakan dukungannya untuk pembangunan pusat pembeljaran petani ini. Dalam rancangan anggaran tahun 2018, pemerintah kabupaten Aceh Besar bahkan sudah mengalokasikan anggaran untuk merelaisasikan rencana besar ini.

Salah seorang penggagas AALC, Ahdar mengungkapkan bahwa pembangunan AALC ini merupakan program jangka panjang, karena butuh perencanaan yang sangat matang dan anggaran yang tidak sedikit.

“Untuk menjadikan AALC seperti pusat pembeljaran pertanian yang ada di Thailand, tentu tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek, karena butuh persiapan matang dan juga anggaran yang cukup besar, namun saya tetap optimis ini akan dapat terealisasi, karena semua pihak terkait sudang menyatakan dukungannya” ungkap Ahdar.

Kalau rencana ini dapat terealisasi, nantinya para petani dan juga para pejabat pemegang kebijakan pertanian di Aceh tidak perlu jauh-jauh lagi melakukan study banding ke Thailand. Begitu juga petani dari daerah lain, juga dapat menjadikan AALC sebagai tempat magang dan belajar semua aspek pertanian di tempat ini, bahkan tidak tertutup kemungkinan para petani dari negara-negara tetangga seperti Malaysia, Philipina, Timor Leste dan Brunai Darussalam akan datang kesini untuk belajar tentang pertanian. Selain akan jadi pusat pembelajaran pertanian, AALC kelak juga akan bisa menjadi salah satu ikon agrowisata Aceh. Semoga.

*) Pemerhati bidang pertanian dan ketahanan pangan, berdomisili di Takengon, Aceh Tengah.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.