Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*
“Dengan membaca aku melepaskan diri dari kenyataan yaitu kepahitan hidup, tanpa membaca aku tenggelam sedih.”
Dalam pengembaraan hidup manusia terselip berbagai macam persoalan yang pelik dihadapi, perngembaraan tersebut terkadang diwarnai dengan rasa kegelisahan, kekecewaan, frustrasi dan rasa sedih bercampur baur dengan rasa pesimis atau tumbuh rasa senang bercampur baur dengan canda tawa penuh optimis. Yang jelas setiap manusia mempunyai persoalan hidup masing-masing dalam mengarungi kisah hidup ini.
Dalam pengembaraan tersebut setiap orang pasti ingin bahagia dalam hidupnya dan berusaha lepas dari kesedihan maupun tekanan yang menimpa dirinya karena pada hakikatnya manusia itu ingin mencari kebahagiaan. Dalam persfektif agama misalnya, semua pemeluk agama yang ada di dunia ingin mencari kebahagiaan sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing.
Setiap individu dalam mendefinisikan bahagia pasti mempunyai makna yang berbeda-beda karena kebahagiaan itu terletak pada pikiran kita masing-masing. Seorang penikmat kopi akan bahagia jika ia telah menikmati secangkir kopi dipagi hari, seorang pengajar/dosen akan bahagia jika anak didiknya lebih cerdas dari dia; itu berarti metode ia mengajar berhasil dalam belajar mengajar, begitu seterusnya definisi bahagia sesuai dengan persfektif pandangan masing-masing.
Nah, salah satu strategi yang ampuh dalam mencari kebahagiaan adalah dengan membaca. Kenapa harus membaca ?, karena sebahagian orang ketika membaca bukan menambah kebahagiaan tetapi menambah beban rumah tangga yang ada dalam pikiran sehingga melihat buku saja malas apalagi membacanya. Tapi sebahagian orang ketika sudah mendapatkan kenikmatan dari membaca itu, maka disinilah ia bertamasya nan bercinta dengan berbagai macam buku baik itu fiksi maupun non-fiksi.
Filosof modern dari Prancis Rene Descartes mengatakan “Aku berpikir maka aku ada”, alasan ia mengatakan ini ialah bahwa manusia mempunyai potensi yang luar biasa yaitu akal dan akal itu harus digunakan untuk berpikir, oleh karena itu ia menganut rasionalisme dalam pemikiran filsafatnya.
Berawal dari perkataan tersebut maka penulis menggunakan judul diatas dengan “Aku membaca maka aku bahagia”, maksudnya ialah dengan membaca hati bisa berubah dari rasa sedih menjadi riang gembira, dari rasa pesimis menjadi optimis dan bahkan dengan membaca itu mampu membangkitkan jiwa-jiwa yang gersang karena kalimat-kalimat yang terurai dalam buku tersebut mempunyai hikmah yang sangat bernilai. Bahasa yang ada dalam buku bisa memberi warna pada perasaan kita dan bahkan menjadi sahabat yang setia dalam keheningan malam.
Dalam catatan harian Ahmad Wahid (Seorang budayawan dan pemikir Islam yang meninggal dunia pada tahun 1973), catatannya tersebut telah dibukukan dengan judul Pergolakan Pemikiran Islam, beliau mengatakan “Dengan membaca aku melepaskan diri dari kenyataan yaitu kepahitan hidup, tanpa membaca aku tenggelam sedih.”
Kemudian dalam buku fenomenal La Tahzan karya Dr. ‘Aidh al-Qarni, beliau menuliskan karya emasnya dengan mengatakan bahwa buku adalah hiburan bagi orang yang menyendiri, munajat bagi jiwa, dialog bagi orang yang suka mengobrol, kenikmatan bagi orang yang merenung dan pelita bagi yang berjalan ditengah malam. Kenapa kita diharuskan untuk membaca ?. Karena buku itu selalu mengandung faedah, tamsil kebijaksanaan, cerita dan hikayat yang sangat unik.
Selanjutnya dilembaran lain beliau memberikan beberapa point faedah dari membaca antara lain: Membaca dapat mengembangkan akal, mencerahkan pikiran dan membersihkan hati nurani. Membaca dapat mengusir perasaan was-was, kecemasan dan kesedihan. Membaca dapat meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan daya ingat serta pemahaman.
Kemudian dengan membaca dapat membantu memahami proses terjadinya kata secara lebih detail, proses pembentukan kalimat, untuk menangkap konsep dan untuk memahami apa yang berada dibalik tulisan. Seorang penyair mengatakan: “Kehidupan jiwa adalah konsep dan makna, bukan yang engkau makan dan minum.”
Untuk mencari kebahagiaan sepertinya tidaklah susah seandainya kita menerapkan salah satu strategi diatas yaitu dengan membaca, tidak perlu mencari materi yang banyak seperti golongan hedonisme yang selalu diukur kebahagiaan itu dengan materi. Membaca juga bukanlah suatu pekerjaan yang mahal, kita hanya mengalokasikan waktu khusus untuk membaca. “Coba dan perhatikan niscaya kamu akan tahu”, bagi yang tidak percaya akan khasiat dari membaca ini bisa membuahkan kebahagiaan maka cobalah terlebih dahulu.
Dengan membaca juga merupakan suatu kepuasan yang dapat diraih oleh seseorang, yaitu kepuasan intelektual. Ketika kepuasaan intelektual sudah dicapai maka ia bisa saja mencurahkan ide-ide yang ada dalam pikirannya, baik itu dalam bentuk tulisan maupun memperbaiki ide-ide yang sudah ada sebelumnya. Untuk bisa meraih itu semua tentulah kita terlebih dahulu menikmati membaca serta melatih diri untuk betah dalam membaca agar apa yang kita baca dapat membuahkan hasil yaitu sebuah daya pergerakan; baik daya imajinasi, berpikir serta daya moral yang kuat.
Meningkatkan Budaya Membaca
Bangsa tercinta kita memang kurang dalam hal budaya membaca tapi itu tidak mesti menjadi acuan bahwa kita juga malas dalam membaca. Oleh karena itu, kita harus mulai dari diri sendiri dan berjuang melawan diri sendiri untuk keluar dari budaya malas membaca sehingga membaca menjadi rutinitas yang terus digalakkan dalam kehidupan sehari-hari.
Belajar dari orang sukses perlu kita ambil jalan mereka kenapa mereka bisa sukses, salah satu tips orang sukses ialah mereka rajin membaca. Seperti guru dan dosen mereka tak lepas dari tradisi membaca sebelum mereka menjadi guru dan dosen oleh karena itu para guru disekolah maupun dosen diperguruan tinggi selalu menyarankan dan memerintahkan anak didiknya untuk terus membaca karena dengan membaca lah bisa meraih suatu kesuksesan dengan gemilang.
Melihat negara-negara sukses di dunia ini seperti Jepang, kenapa Jepang bisa terbang jauh dibandingkan dengan negara-negara lain. Ternyata ada tiga hal yang selalu dilakukan oleh orang Jepang yaitu: Rajin membaca. Menerapkan prinsip Kaizen dan Hansei, Kaizen ialah berkelanjutan dan peningkatan terus menerus sedangkan Hansei merupakan prinsip perbaikan tiada henti. Dan yang ketiga yaitu menjaga nilai-nilai tradisi budaya, walaupun tradisi asing masuk tapi budaya lokal tak pernah luntur di negeri sakura tersebut. Lagi-lagi masalah membaca yang membuat negara Jepang itu bisa sukses.
Budaya membaca bisa dimulai dari individu masing-masing dan menjadikan membaca sebagai rutinitas yang terus digalakkan dalam kehidupan karena dengan membaca kita banyak tahu, dengan banyak tahu maka wawasan keilmuan semakin bertambah. Dengan membaca bukan hanya mengisi otak tapi juga mengisi nutrisi yang ada dalam hati yaitu sebuah kebahagiaan serta ketenangan dalam hati. Dengan membaca juga kita dapat meraih kepuasan, sebuah kepuasan bernama intelektual.
Semoga bermanfaat dan selamat membaca #LoveforReading
*Penulis: Resiator buku dan novel, Kompasianer & Blogger, Kolumnis LintasGAYO.co. Mahasiswa Prodi Aqidah Filsafat Islam. Email: delungtue26@yahoo.co.id