Razuardi Essex*
PRIA kelahiran Manyak Payed, Aceh Tamiang, 24 Februari 1941, beberapa hari lalu berkisah tentang suku Mante (Manti) menyusul video penampakan sosok yang diduga Mante yang terekam tanpa sengaja oleh para pengendara motor di suatu lokasi di Aceh.
Tok Mael, penebang kayu yang menghabiskan waktunya di hutan ini pernah bertemu dengan orang Mante sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 1967 dan 1992.
Pertemuan pertama terjadi di Desa Cempege, di alur Sungai Bampu, Kecamatan Tamiang Hulu, Aceh Tamiang sekarang. Ketika itu mereka sedang memakan buah kumbar atau salak hutan.
Kesaksian yang kedua, Tok Mael melihat keberadaan orang Mante di Gua Atu Janggot, juga di Kecamatan Tamiang Hulu dalam jarak kurang lebih 15 meter. Terlihat para Mante sedang mencari kutu, kemudian dilakukan pengejaran dan menghilang. Gua ini sekarang berfungsi sebagai budidaya walet alami.
Dalam kisahnya, Tok Mael menjelaskan bahwa orang Mante bertubuh pendek, seukuran tinggi anak berusia 3 atau 4 tahun. Taring giginya kelihatan jelas ketika menggerakkan bibir. Rambutnya ikal panjang menutupi punggung serta pada bagian depannya ditumbuhi bulu yang menutupi kemaluannya. Hidungnya pesek sehingga kelihatan jelas lubang hidung yang dominan di wajah itu. Beralis-mata tebal, namun matanya relatif kecil jika dibanding dengan bentuk wajah yang lebar.
Dalam pengejaran yang dilakukan Tok Mael, terlihat telapak kaki mereka terbalik sehingga pengejaran terkelabui oleh tuntunan arah telapak kaki itu. Ruas jari tangan dan kakinya relatif pendek, namun kuku disemua jemarinya panjang. Warna kulit mereka sawo matang kehitaman.
Orang Mante hidup berkelompok dan suka duduk di atas batu yang terdapat di alur atau anak sungai. Suku ini pemakan ikan dan buah-buahan hutan.
Mereka suka tinggal di dalam gua yang dialiri air melalui alur atau anak sungai. Lokasi yang ditempati biasanya hutan primer yang belum tersentuh dan bila sudah dikunjungi orang asing, mereka berpindah tempat.
Mante tidak mengganggu, namun manakala terdapat makanan khususnya ikan, yang diletakkan pendatang di pelataran, dengan cepat dilarikan.
Hewan yang sangat ditakuti orang-orang Mante adalah anjing hutan.
Tok Mael pernah berupaya menangkap makhluk ini dengan memasang jerat, namun gagal. Hal ini dilakukan atas petunjuk ‘Orang Tua’ di Desa Pante Kera, Kawasan Simpang Jernih, perbatasan Aceh Tamiang dengan Aceh Timur, Aman Merdu (alm) namanya.
Menurut Tok Mael, Aman Merdu mengajarkan cara menangkap orang Mante, yakni dengan membuat gelang rotan serta diberi umpan ikan.
Diceritakan pula bahwa sekira tahun1960-an pernah seorang penduduk Desa Bayan, Aceh Timur, memelihara anak Suku Mante hingga sering dibawa belanja ke pasar dan penggunaan bahasa dikomunikasikan dengan isyarat.
Atas kesaksiannya ini, Tok Mael pernah diwawancarai televisi Trans 7 pada tahun 2010. []
Penulis adalah Sekda Aceh Tamiang