Phuket dan Potensi Wisata Gayo (Bag III)

oleh
Keempat anak saya berlatar patung Budha besar

Oleh : Win Wan Nur

Restoran Hanuman World dan Patung Buddha Besar

DALAM perjalanan menuju restoran kami melewati beberapa pemukiman dan semacam kota kecil seperti Teritit atau Simpang Balik. Bentuk rumah dan suasananya sangat mirip seperti kota-kota kecil di Indonesia pada umumnya. Tidak seperti di Bali ketika memasuki kampung-kampung,  kita disambut pemandangan rumah-rumah khas Bali, dengan Pura-pura keluarga yang disebut Sanggah oleh orang Bali dan orang-orang yang berpakaian adat menyuguhkan sesajen. Suasananya membuat kita merasa sedang berada di tempat asing yang eksotis.

Pemandangan dari patung Budha besar

“Di sini rasanya seperti keluar kota aja, seperti di Cirebon atau Sukabumi”, kata istri saya.

Di semua persimpangan dan tikungan terpampang baliho-baliho yang menampilkan gambar almarhum Raja Bhumipol Adulyadej yang wafat beberapa waktu yang lalu. Kentara sekali terlihat kalau rakyat Thailand sangat mencintai raja yang baru mangkat ini.

Sebelum tiba di restoran, kami mampir di Wat Chalong, “Wat” dalam bahasa Thai berarti “Kuil”. Di sini baru saya merasakan suasana khas Thailand karena bentuk bangunannya dan keberadaan beberapa biksu berpakaian oranye. Apalagi saat kami tiba, di sana sedang ada upacara kremasi yang dipimpin oleh biksu. Ledakan petasan terdengar memekakkan telinga. Kami hanya mampir sebentar di sini, sekedar untuk berfoto.

Keempat anak saya berlatar patung Budha besar

Dari Wat Chalong, kami langsung menuju restoran. Kira-kira 15 menit kemudian kamipun tiba. Restoran yang kami datangi bernama “Hanuman World”, terletak di sebuah lekukan bukit. Bangunan restoran ini dibuat bergaya natural dengan material dari bambu dan kayu. Selain difungsikan sebagai restoran, tempat ini juga merupakan stasiun aktivitas outdoor, seperti  Flying Fox dan ATV ride dan berbagai kegiatan alam bebas lainnya. Konsepnya mirip seperti restoran milik Waka Land di Jatiluwih Bali yang pernah dikunjungi oleh Zinedine Zidane. Tapi yang di Bali jauh lebih sejuk dan perjalanan ke sana juga lebih mengesankan karena melewati persawahan Jati Luwih, persawahan teras siring terindah di dunia yang beberapa tahun silam ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia.

Di restoran ini, semua makanan yang disediakan adalah masakan halal. Saya yang sudah sangat rindu dengan Tom Yam asli Thailand, hanya berkonsentrasi pada satu jenis makanan ini saja. Tom Yam di sini seperti yang saya bayangkan, rasanya memang lebih enak daripada di kapal. Masakan lain yang tidak ada di kapal yang juga disediakan oleh restoran ini adalah tumis kangkung yang di sini ditulis “Fried Morning Glory”. “Morning Glory” adalah nama kangkung dalam bahasa Inggris. Tapi saya tidak tertarik untuk melahap makanan ini.

Foto almarhum Raja di restoran Hanuman World

Selesai makan kami dibawa menuju Patung Budha besar. Dalam perjalanan kami melihat ada berbagai aktivitas wisata yang biasa ditawarkan kepada turis. Di pinggir jalan yang kami lewati, ada Gajah bersama anaknya sedang berteduh di dalam kandang. Gajah ini sedang dikerubuti turis-turis untuk berfoto. Thailand memang dikenal sebagai negeri Gajah. Ten menawarkan aktivitas itu kepada kami, lalu saya melirik anak saya Mattane Lao, dia cuma tertawa.  Dia tertawa karena sebelum pulang ke Bali dari Takengen, dia  singgah di Tangkahan, Langkat. Tempat penangkaran Gajah yang berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Di sana, gajahnya bukan cuma satu, tapi belasan dan dia bukan hanya berfoto, tapi  masuk ke kandang untuk memberi makan gajah-gajah itu, ikut memandikannya dan naik ke punggungnya.

Kurang dari sejam perjalanan dari restoran, kami tiba di Patung Buddha Besar yang dibangun di sebuah puncak bukit dengan pemandangan pantai. Tampaknya, selain untuk alasan agama, patung besar ini juga dibangun untuk alasan pariwisata, untuk menambah objek kunjungan di Phuket. Patung ini dibangun menggunakan marmer yang diimpor langsung dari Cina.

Restoran Hanuman World

Saat kami berkunjung ke sana, Patung ini belum selesai dibuat, tapi meskipun begitu, keberadaannya sudah terlihat cukup spektakuler.  Dari kaki patung ini, kita bisa melihat pantai dan kotanya serta pulau-pulau kecil yang juga masuk dalam propinsi Phuket. Ko Phi Phi tidak terlihat di sini. Sekilas pemandangan di sini mirip dengan pemandangan yang kita lihat dari Pantan Terong.  Bedanya kalau dari Pantan Terong kita melihat Kota Takengen di tepi danau Lut Tawar, dari sini kita melihat kota Phuket di tepi pantai.

Tapi jujur saja, kalau bicara kenyamanan, berada di Pantan Terong jauh lebih nyaman karena udaranya yang sejuk, di sini meski sudah di puncak bukit, di bawah terik matahari tanpa peneduh, panasnya Audzubillah, kita malas berlama-lama berada di sana.  Kalau bicara keindahannya juga, bisa dikatakan pemandangan dari Pantan Terong lebih spektakuler karena lebih banyak variasi. Ada danau, ada gunung – gemungung, gunung berapi dan hamparan perkebunan kopi. Sementara di sini , selain pemandangan laut dan kota, pemandangan di sekitar Patung sama sekali tidak menarik, karena hanya ada hutan dengan pohon ukuran sedang, bukan hutan hutan hujan rapat seperti yang banyak kita lihat di Indonesia. Di sini juga tak ada perkebunan kopi seperti di Takengen atau pemandangan sawah bertingkat seperti di Bali. Phuket sangat kering.[]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.