Oleh: Mahdi, S.Ag, MA
MUNCULNYA pemikiran ini bermuasal dari situasi dan kondisi perpolitikan di Indonesia terutama di daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah), baik gubernur, wakil gubernur serta bupati dan wakil bupati.
Pemilihan umum merupakan konsekuensi dari konstitusi negara kita yang menjamin perhelatan pesta demokrasi yang Jurdil (jujur dan adil) serta Luber (langsung, umum, bebas dan rahasia).
Pemilu baik memilih presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, bupati/wali kota dan wakil bupati/walikota serta pemilihan anggota legeslatif (DPRK, DPRD serta DPR/DPD dipilih langsung oleh warga negara Indonesia, pemilihan langsung merupakan hasil amandemen UUD 1945 ke-3 tanggal 9 November 2001.
Rakyat Indonesia sudah semakin dewasa berpolitik, pendidikan politik baik langsung maupun tidak langsung terus dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun non formal serta peranan media tidak bisa dipungkiri dalam mensosialisasikan pendidikan politik yang santun.
Politik adalah hak setiap warga negara Indonesia, baik hak untuk dipilih atau memilih, semua itu dilindungi oleh undang-undang. Politik dengan kepentingan tertentu sudah menjadi keniscayaan dalam politik, dan sangat sulit untuk menyatukan kepentingan meskipun itu tidak mustahil, maka tidak heran kalau dalam politik peta dan arah politik bisa berubah-ubah. Dan kepentingan kekuasaan lebih mendominasi daripada kepentingan lain.
Harus disadari bahwa kita bebas berpolitik karena kita warga Indonesia yang berserikat. Warga negara adalah kumpulan individu yang menbentuk komunitas sehingga dalam komunitas tersebut patut untuk memilih dan mengangkat petue atau reje. Terkadang ikatan emosional antar warga yang membentuk masyarakat kampung, belah, daerah bahkan negara didasari oleh kesamaan adat, agama, ras bahkan keturunann atau nasab.
Namun terkadang dalam politik kesamaan ini dikalahkan kalaupun tidak dikebirikan ketika kepentingan “politik” berkuasa. Terkadang nampak nilai kebersamaan dan kekeluargaan bisa dihancurkan oleh alibi politik padahal boleh jadi politik yang dibingkai dengan konsep agama akan bernilai ibadah sebagaimana juga jama’ah yang disatukan oleh kesamaan agama, adat, ras, keturunan (i’tashim bihablillah) akan sangat penting.
Kekeluargaan adalah keniscayaan dalam tatanan kehidupan dunia dan ukhrawi, kebaikan di dunia hanya bisa diwujudkan melalui persatuan dan kekeluargaan dalam istilah agama disebut dengan jama’ah. Apalagi kebaikan di akhirat justru lebih penting lagi, ilustrasi pentingnya kebersamaan ini tercermin dalam fadilah shalat berjam,ah, jumatan, hari raya dll.
Dukung mendukung untuk calon tertentu adalah hak setiap warga, bahkan boleh jadi antara suami dan isteri berbeda pilihan ini merupakan hak asasi setiap warga tanpa harus memaksakan apalagi mempropokasi dan menfitnah. Biarkan hati nurani masing masing memberi kesimpulan tanpa harus menjustispikasi keputusan orang lain benar atauu salah.
Mencermati situasi politik yang berkembang dalam media sosial (facebook, twitter, whatshap dll). Sering mengarah pada fitnah, menghina, yang berakibat retaknya hubungan emosional dan kekeluargaan yang terbangun selama ini.
Ukhuwah merupakan kebutuhan kita yang hakiki dan abadi, tanpa mengenal waktu dan tempat, namun politik boleh jadi kepentingan sesaat yang tentu akan bergulir seperti roda perputur (watilkal ayyamu nudawiluha bainannass – Ali-Imran: 140). Jangan korbankan kekeluargaan yang begitu penting hanya karena kepentingan politik sesaat.
Maka, jadikan politik sebagai jembatan untuk mewujudkan kebersaman, tanpa permusuhan tanpa kecurigaan. Ukhuwah pasti bisa menyelamatkan politik, namun politik belum tentu bisa melanggengkan kebersamaan dan kekeluargaan.
Permasalahan ummat Islam sa’at ini bukan masalah kualitas dan kuantitas, abilitas maupun kapasitas, namun problema terbesar adalah rapuhnya nilai-nilai ukhwah ini pula yang menyebabkan musuh islam dengan sangat mudah menguasai umat yang mulia ini.
Mari kita dewasa dalam berpolitik, jadikan perbedaan sebagai sarana bersanding bukan bersaing, apalagi bertanding, Semoga perbedaan yang ada membawa rahmat bagi semua.(Ikhtilafu ummati rahmat).
Penulis, Pendidik di Bener Meriah