Menyelamatkan Danau Laut Tawar Dengan Pariwisata

oleh
Danau Lut Tawar dari Puncak Pantan Terong.(LGco.dok.aman ZaiZa)

Catatan Win Wan Nur*

Win Wan Nur
Win Wan Nur

KERUSAKAN Danau Lauttawar yang merupakan Danau Kebanggaan bahkan identitas bagi sekelompok masyarakat Gayo, dari hari ke hari semakin memprihatinkan. Tampaknya atas dasar keprihatinan ini pula Forum Penyelamatan Danau Lut Tawar (FPDLT) yang sebelumnya sudah ada diaktifkan kembali.

Sabtu 3 Desember 2016 Berdasarkan hasil musyawarah bersama, formatur yang ditunjuk oleh anggota memilih Khalisuddin sebagai pimpinan Forum ini untuk periode 2016-2019. Dan ini tentu saja menjadi tanggung jawab besar bagi Khalisuddin dan karenanya tentu saja bagi siapapun yang masih mencintai Gayo dan Laut Tawar kiranya bisa membantu ketua terpilih ini sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing, agar danau kebanggaan kita ini bisa diselamatkan dan masih tetap lestari sampai ke anak cucu.

Dalam banyak kasus, kegagalan dari usaha penyelamatan lingkungan adalah akibat dari terjadinya benturan kepentingan antara penyelamatan lingkungan dan kepentingan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan yang ingin diselamatkan.

Karena itulah dalam banyak kasus, penyelamatan lingkungan yang sukses adalah dengan melibatkan masyarakat dan itu hanya bisa dilakukan kalau masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan itu mendapat manfaat ekonomi dari usaha penyelamatan lingkungan itu.

Salah satu cara yang paling efektif dalam memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat adalah dengan mengembangkan pariwisata. Caranya kita bisa belajar kepada daerah-daerah yang berhasil mengembangkan pariwisata dalam usaha penyelamatan lingkungan.

Sebagai contoh adalah Desa Pemuteran, sebuah desa kecil berpenduduk sekitar 8000 di pantai utara pulau Bali yang hanya berjarak sekitar 15 kilometer dari kawasan Taman Nasional Bali Barat. Desa  ini, dulunya adalah sebuah kawasan kering kerontang dengan kondisi alam serta perairan yang sangat memprihatinkan, tanahnya hanya bisa ditanami jagung dan kacang-kacangan, itupun hanya bisa dilakukan sekali setahun di saat musim penghujan yang singkat.

Alternatif lain usaha penduduk adalah dengan cara menjadi nelayan, menangkap ikan di terumbu karang indah yang tumbuh di laut dangkal. Karena tidak ada edukasi dan pengawasan, dulu para nelayan menangkap ikan di terumbu karang itu dengan cara menggunakan bom  dan racun, akibatnya keindahan terumbu karang kawasan ini hancur lebur dan ikanpun menghilang penduduk menjadi semakin kesulitan mencari penghidupan dan makin dalam terjerat kemiskinan. Kemiskinan, yang menjerat memicu penduduk untuk terus merusak alam di sekitar mereka.

Ilustrasi : Pembersihan Danau Lut Tawar sambil berwisata oleh komunitas pesepeda Aceh tahun 2009 lalu. (Kha A Zaghlul)
Ilustrasi : Pembersihan Danau Lut Tawar sambil berwisata oleh komunitas pesepeda Aceh tahun 2009 lalu. (Kha A Zaghlul)

Semua ini berubah secara perlahan pada tahun 1989 silam ketika seorang pria bernama I Gusti Agung Prana, datang dengan ide pengembangan pariwisata dengan cara menjaga kelestarian alam. Sebagaimana biasa awalnya,  Gusti Agung ditertawakan oleh banyak orang.

Sebagai awal I Gusti Agung Prana membuka sebuah hotel kecil dengan 12 kamar. Idenya menggabungkan wisata dengan pelestarian alam menarik banyak orang. Satu demi satu tamu mulai berdatangan, dan ekonomi mulai menggeliat. Proses mengubah pola pikir masyarakat, kini mulai berhadapan dengan praktek wisata secara nyata di lapangan. Sejumlah penduduk setempat, dilibatkan secara aktif dalam mengelola tempat penginapan ini sebagai karyawan.

Kehadiran hotel ini kemudian diikuti oleh berdirinya restoran-restoran, kemudian ketika jumlah kunjungan turis terus meningkat.

Kini Pemuteran sudah memiliki pangsa pasar turis tersendiri, mereka adalah turis-turis yang datang ke Bali untuk mencari ketenangan, yang bosan dengan mass tourism di Kuta, Seminyak atau Sanur yang penuh dengan klub malam dan wisata belanja.

Meningkatnya kunjungan turis, membuat penduduk mulai membuka penginapan untuk guide dan sopir yang mengantar tamu ke hotel. Jasa wisata untuk penyelaman, bahkan jalan-jalan di hutan juga bermunculan. Warung-warung semakin banyak, karena penduduk sudah memiliki uang untuk dibelanjakan. Ekonomi desa yang kering kerontang ini benar-benar menggeliat.

Masyarakat Pemuteran sangat sadar, segala perkembangan positif yang terjadi mereka ini tak lepas dari usaha mereka dalam menjaga kelestarian alam. Saat ini mereka menyadari sepenuhnya, kalau terumbu karang yang sehat dan ikan-ikan indah yang hidup mengelilinginya jauh lebih menguntungkan kalau dibiarkan hidup daripada ditangkapi.

Kalau dulu mereka membom dan meracun ikan yang hidup di terumbu karang. Kini mereka sendiri secara swadaya membentuk pecalang  laut (petugas keamanan adat) laut yang secara rutin berpatroli untuk mencegah masyarakat dari luar untuk menangkap ikan secara tidak sehat dari terumbu karang yang sekarang telah menjadi magnet bagi kunjungan wisatawan yang mana telah menjadi motor bagi ekonomi desa mereka yang telah menghalau kemiskinan jauh-jauh dari mereka.

Laut Tawar jelas memiliki potensi yang sama seperti pemuteran. Situasi ini menjadi lebih ideal karena terbantu dengan beroperasinya Bandara Rembele dan semakin dikenalnya Gayo sebagai ibukota Kopi Indonesia.

Bagaimana gambaran potensi ini bisa penulis lihat dari perbincangan dengan seorang penyedia jasa wisata beberapa hari yang lalu. Dia mengaku, saat ini banyak sekali turis manca negara yang datang ke Bali, ingin pergi ke Gayo untuk melihat budaya kopi, mulai dari proses di kebun sampai ke pengolahannya. Tapi menurut si penyedia jasa wisata ini, saat ini dia belum memiliki kontak di Takengen yang bisa melayani wisatawan yang akan dia kirim ke Gayo.

Tampaknya ini bisa menjadi pertimbangan bagi Khalisuddin dan semua yang bergabung di dalam Forum Penyelamatan Danau Laut Tawar. Berbagai potensi yang ada di seputaran Laut Tawar yang terkait penyelamatan lingkungan danau sudah mulai boleh diinventarisir dan dipertimbangkan untuk dijadikan daya tarik wisata. Entah itu cara hidup masyarakat, cara menangkap ikan yang ideal sampai pelestarian hutan di sekeliling danau.

Dan untuk tahap awal seperti ini, pemerintah kabupaten seharusnya juga berperan pro aktif, karena bukankah pemerintahan dibentuk untuk melayani dan memastikan kenyamanan serta mensejahterakan masyarakat?[]

*Pelaku bisnis pariwisata dan pemerhati Danau Lut Tawar, tinggal di Nusa Dua Bali.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.