Kecerdasan Spiritualitas Politik

oleh

Oleh : Fakhruddin*

rps20160831_135740_181Dengan judul ini, saya memaknainya bagaimana masyarakat/pemilih dengan melihat pemilih lebih jauh bukan hanya semata karena polesan politik sesaat, juga mendorong pemilih lebih cerdas dengan mempertimbangkan lebih mendalam masa lalu, sekarang dan yang akan datang, sehingga tidak akan muncul milih” Kucing Wan Karung”  filsafat Muyang Gayo sudah mengajarkan kita berpolitik yang lebih arif dan bijaksana tinggal hanya bagaimana ini implemtasi filsafah ini menjadi panutan ketika musim pilkada berlangsung.

Menjelang pilkada gerakan-gerakan politik mulai diprektekkan baik di kalangan pemerintah, pejabat dan kelompok-kelompok masyarakat, tentunya ini akan mempengaruhi proses layanan keperintahan dan tatanan sosial masyarakat, dimana semua kandidat akan mempersiapkan diri dalam segala hal, baik cost politik, struktur politik, strategi dan gerakan politik. Dalam mepersiapkan ini butuh energi yang sangat besar  untuk memenangkan pertandingan yang sesaat lagi akan berlangsung.

Namun dalam pesta politik ini tentunta ada rambu-rambu dan persyaratan yang harus di penuhi oleh semua kandidat, kesemuanya sudah di atur melalui kelembagaan negara yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Pengawas Pemilu (Panwaslu), namun kita yakin semua tahapan proses tidak mungkin bisa berjalan secara sempurna dengan melihat kondisi kesiapan sosiopolitik yang di alami oleh masyarakat kita selama ini, di buktikan dengan lemahnya pemahaman dan kesadaran politik di kalangan masyarakat dalam menentukan pilihan, artinya menentukan pilihan masih berdasarkan kekuatan kekerabatan, finansial dan kelompok tanpa melihat kesiapan kandidat yang akan di usung. Ternyata kesiapan berpolitik juga bukan hanya terjadi di kalangan pemilih, namun para Balon juga ada yang belum siap, terbukti ketika munculnya beberapa KTP siluman pada pasangan calon Independen, dari kandidat yang di usung oleh partai politik juga akan demikian, upaya proses memproleh dukungan masih kerap dengan teransaksi politik uang, partai juga belum berjiwa besar dan percaya diri dalam menempatkan kader-kadernya untuk di usung pada pilkada mendatang, ini kelihatan ketika Partai Gerindra harus mengambil kader Partai PDI, ketika PDI sendiri tidak konsisten dalam menempatkan kadernya untuk di usung,kita melihat beberapa partai Politik belum siap berpolitik dalam membesarkan partainya juga kadernya, kalau budaya politik partai ini terus terjadi maka ke depan untuk menajdi calon wakil dan Bupati tidak perlu berpartai, apa konsekwensi ketika terpilih nanti, maka emosional dengan partai pasti tidak akan terbangun karena yang di usung adalah bukan kader partai.

Maka Keanehan Politik yang di pertontokan tidak bisa lagi menjadi panutan ketika rakyat memilih bukan lagi berdasarkan Visi dan Misi yang akan di jalankan ke depannya, karena banyak hal yang harus di pertimbangkan ketika masyarakat menjadi pemilih cerdas, diantaranya:

Profil dan Biografi sehingga akan tergambar pengalaman dan motivasi kerja ke depan setelah terpilih dan akan menjadi tolak ukur dalam menngelola berjalannya pemerintah.

Integritas dan Identitas, bagian ini juga sangat penting ketika identitas pemilih basih di ragukan artinya identitas bukan hanya bericara KTP dan Domisili tempat tinggal, tapi harus mempertimbangkan aspek dominasi budaya masyarakat, dalam artian tidak ada diskriminasi suku dan ras, maka selayaknya ini juga perlu di pertimbangkan dalam pelestarian adat dan budaya.

Akuntibilitas ini standar alat ukur yang dapat digunakan untuk melihat tingkat kejujuran di mata publik, kita tidak ingin kepemimpinan ke depat terjerat dengan kasus hukum, juga pengelolaan ke uangan negara  hanya berorientasi kepentingan kelompok, keluarga semata, tapi kita harus memastikan sejauh mana orientasi kebijakan anggran terhadap kepentingan orang banyak. Dalam hal ini juga bisa di pastikan apakah kelakuan kandidat selama ini sering merugikan rakyat banyak dan selalu bertentangan dengan kebutuhan rakyat luas.

Popularitas walaupun popularitas bukan jaminan semata dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik tapi ini kita anggap hanya sebatas bagian strategi pemenangan karena otomatis setelah terpilih maka akan sndirinya akan di kenal oleh orang banyak, yang bisa di lihat adalah apakah popularitas balon karena prestasinya, intlektualnya, ketokohannya atau justru karena kelakuan negatifnya.

Bagaimana upaya ini bisa masyarakat/pemilih memastikannya tentunya ini harus terpublikasi ke ranah public sehingga semua masyarakat bisa tau apa, siapa, dimana dan mengapa (5W 1H) akan dapat di jadikan sebagai barometer dalam menentukan peilihan, upaya sosialisasi ini juga dapat di lakukan oleh peneyelenggara pemilu, terutama KIP dan Panwaslu atau media, ormas dan LSM ini penting di lakukan sebagai uji kelayakan public untuk menentukan pilihan.

Tulisan ini akan berlanjut karena akan mengupas lebih mendalam bagaimana menempatkan pilihan berdasarkan hati nurani setelah publik, akan paham dasar-dasar pemilihan di atas, maka kami mengatakan menilih bukan hanya sebatas menjoblos, tapi pertimbangan ke depan dan pengawalan masyarakat balon yang terpilih adalah lebih penting, makanya yang menjadi pegangan masyarakat adalah Visi dan Misi balon harus terpubikasi semuanya.[]

*Pengamat politik, tinggal di Redelong

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.