Kualitas Pemimpin Cerminan Kualitas Rakyat

oleh

Oleh Armi Arija*

Terkadang kita selaku rakyat mengeluh terhadap pemerintah, keluhan himpitan ekonomi, kesehatan pelayanan dan lain sebagainya, pemerintah atau pemimpin menjadi tumpahan kesalahan yang dianggap bertanggung jawab terhadap dengan semua hal buruk yang tejadi  semua itu terus terjadi entah sampai kapan rakyat bisa puas dengan pemimpinya.

Banyak pakar dan akademisi yang berstateman bahwa  pemilih cerdas menghasilkan pemimpin cerdas dan berkualitas, ini merupakan suatu hal yang benar adanya,  suara rakyat yang memiliki kedaulatan dalam menentukan pemimpin sangatlah kuat pengaruhnya untuk memberikan tampuk kepemimipinan kepada seseorang yang dimana kekuasaan itu berasal dari suara rakyat yang dikonversikan.

Mengenai pemimpin cerminan rakyat maka kita kutip perkataan Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah yang  mengatakan, bahwa “Sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zholim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zholim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan”.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh seseorang: “Mengapa saat Abu Bakar dan Umar menjabat sebagai khalifah kondisinya tertib, namun saat Utsman dan engkau yang menjadi khalifah kondisinya kacau?”Jawab Ali: “Karena saat Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah, mereka didukung oleh orang-orang seperti aku dan Utsman, namun saat Utsman dan aku yang menjadi khalifah, pendukungnya adalah kamu dan orang-orang sepertimu.”

Sebuah kondisi yang tak bisa  dinafikan adanya,  Kenapa setiap orang tidak mengintrospeksi diri sebelum menyalahkan penguasa. Yang patut dipahami, jika setiap masyarakat memiliki kesadaran atau notabene setiap kita memiliki kesadaran tinggi agar selektif dan cerdas dalam memilih pemimpin. Masyarakat yang memiliki kesadaran yang tinggi maka akan menghasilkan kualitas pemimpin yang baik.

Dalam satu riwayat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh seseorang: “Mengapa saat Abu Bakar dan Umar menjabat sebagai khalifah kondisinya tertib, namun saat Utsman dan engkau yang menjadi khalifah kondisinya kacau?” jawab Ali: “Karena saat Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah, mereka didukung oleh orang-orang seperti aku dan Utsman, namun saat Utsman dan aku yang menjadi khalifah, pendukungnya adalah kamu dan orang-orang sepertimu.”

Maka jelaslah bahwa pemimpin disuatu daerah adalah cerminan dari rakyat sebab berangkat dari rakyat itu sendiri, penyadaran buat kita selaku pemilih Mengingat peran kepemimpinan sangat vital , masyarakat tidak boleh salah dalam memilih pemimpin. Kesalahan menentukan pilihan selama lima menit dalam bilik surat akan turut menentukan nasib  lima tahun mendatang.

Memilih Pemimpin Dalam Islam

Agar tidak salah dalam memilih, ada cara cerdas yang perlu diperhatikan dan ikuti. Pertama, pilihlah pemimpin yang terbaik. Pilihlah pemimpin yang amanah, bertanggung jawab, dan berkomitmen terhadap ajaran agamanya. Sebab, jika terhadap agamanya saja tidak punya komitmen menjalankan ajarannya, apalagi komitmen terhadap rakyat yang memilihnya. Dengan mengetahui hakikat kepemimpinan di dalam masyarakat serta kriteria dan sifat-sifat apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, maka kita wajib untuk memilih pemimpin sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits. Kaum muslimin yang benar-benar beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasulullah saw dilarang keras untuk memilih pemimpin yang tidak memiliki kepedulian dengan urusan-urusan agama (akidahnya lemah) atau seseorang yang menjadikan agama sebagai bahan permainan/kepentingan tertentu. Sebab pertanggungjawaban atas pengangkatan seseorang pemimpin akan dikembalikan kepada siapa yang mengangkatnya (masyarakat tersebut). Dengan kata lain masyarakat harus selektif dalam memilih pemimpin dan hasil pilihan mereka adalah “cerminâ” siapa mereka. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw yang berbunyi: “Sebagaimana keadaan kalian, demikian terangkat pemimpin kalian”.

Para pakar telah lama menelusuri Al-Quran dan Hadits dan menyimpulkan minimal ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu: (1). Shidq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah bohong. (2). Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah swt. Lawannya adalah khianat. (3) Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh. (4). Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Lawannya adalah menutup-nutupi kekurangan dan melindungi kesalahan,  ( Agus Saputra ; 2011 ).

Lebih lanjut Agus saputra meguraikan  bahwa di dalam Al-Quran juga dijumpai beberapa ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, diantaranya terdapat dalam surat As-Sajdah (32): 24 dan Al-Anbiyaâ (21): 73. Sifat-sifat dimaksud Pertama  Kesabaran dan ketabahan. “Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/tabah”. Lihat Q. S. As-Sajdah (32): 24. Kesabaran dan ketabahan dijadikan pertimbangan dalam mengangkat seorang pemimpin. Sifat ini merupakan syarat pokok yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. Sedangkan yang lain adalah sifat-sifat yang lahir kemudian akibat adanya sifat (kesabaran) tersebut. Kedua  Mampu menunjukkan jalan kebahagiaan kepada umatnya sesuai dengan petunjuk Allah swt. Lihat Q. S. Al-Anbiyaâ (21): 73, “Mereka memberi petunjuk dengan perintah Kami”. Pemimpin dituntut tidak hanya menunjukkan tetapi mengantar rakyat ke pintu gerbang kebahagiaan. Atau dengan kata lain tidak sekedar mengucapkan dan menganjurkan, tetapi hendaknya mampu mempraktekkan pada diri pribadi kemudian mensosialisasikannya di tengah masyarakat. Pemimpin sejati harus mempunyai kepekaan yang tinggi (sense of crisis), yaitu apabila rakyat menderita dia yang pertama sekali merasakan pedihnya dan apabila rakyat sejahtera cukup dia yang terakhir sekali menikmatinya. Ketiga Telah membudaya pada diri mereka kebajikan. Lihat Q. S. Al-Anbiyaâ (21): 73, “Dan Kami wahyukan kepada mereka (pemimpin) untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat”. Hal ini dapat tercapai (mengantarkan umat kepada kebahagiaan) apabila kebajikan telah mendarah daging dalam diri para pemimpin yang timbul dari keyakinan ilahiyah dan akidah yang mantap tertanam di dalam dada mereka.

Sifat-sifat pokok seorang pemimpin tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Al-Mubarak seperti dikutip Hafidhuddin (2002), yakni ada empat syarat untuk menjadi pemimpin: Pertama, memiliki aqidah yang benar (aqidah salimah). Kedua, memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas (`ilmun wasi`un). Ketiga, memiliki akhlak yang mulia (akhlaqulkarimah). Keempat, memiliki kecakapan manajerial dan administratif dalam mengatur urusan-urusan duniawi.

Manfaatkan Momentum 2017

Pilkada serentak tahap II dijadwalkan pada tahun 2017 mendatang, mari pemilihan kali ini kita nuansai dengan iklim politik yang sehat, santun an bermartabat, kenali calon pemimpin yang  jangan ikuti a panggung politik yang  memperlihatkan bermacam karakter, topeng dan lakon sandiwara yang terkadang sedikit mual untuk disaksikan,  mulailah cerdas dalam memilih dan menyikapi perpolitikan ini. Pencerdasan ini tugas banyak pihak tak terkecuali partai politik, pilih dan jaring kandidat yang berintgritas untuk diusung  dan jangan sampai memunculkan kampanye hitam dan kampanye negatif, itu adalah refleksi dari budaya kehidupan politik liberal yang dengan rapih dibingkai ke dalam sebuah koridor aturan main sistem politik demokrasi yang sarat dengan permainan politik uang untuk meraih kekuasaan.Intinya pencerdasan politik sangat perlu dan penting dilakukan oleh partai politik, kalangan intelektual, organisasi Kemahasiswaan, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), untuk menciptakan opini publik yang akan membangun kecerdasan politik, kesadaran politik dan sikap politik masyarakat untuk dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik dan benar sehingga menghasilkan pemimipin yang mampu membawa perbaikan.[]

*Alumnus Fakultas Ilmu social dan ilmu politik Unimal Lhoseumawe

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.