Dari Pegunungan Tapaktuan, Bang Hen Belajar Kopi Gayo di Singah Mulo

oleh
Bang Hen

Catatan Rahmadi Ranggayo*

kopi-lebat SAAT ini siapa yang tidak mengenal Gayo, Aceh Tengah dengan rasa Kopi Arabika yang mendunia, siapa saja yang datang ke Takengon tidak sah jika tidak meminum kopi bahkan menjadikan sebagai oleh-oleh andalan khas Takengon.

Karena kopi juga masyarakat Gayo dulu dan sekarang bisa hidup bahkan sampai menyekolahkan anaknya mulai dari di seputar Aceh bahkan sampai ke luar Aceh. Begitu juga dengan saya, yang akhirnya bisa bekerja dan merantau ke Tapaktuan, Aceh Selatan. Setiap kali saya pulang ke Takengon, kawan-kawan yang di Tapaktuan selalu meminta saya untuk membawa oleh-oleh kopi. Karena bukan saja di Tapaktuan, bahkan lebih dari 50 % ditaksir warga Aceh adalah penikmat kopi.

Di Aceh sendiri kopi sebenarnya tidak hanya tumbuh di Dataran Tinggi Gayo saja, terutama kopi robusta dapat tumbuh di daerah berhawa panas. Seperti di Tapaktuan, kopi robusta pun dapat tumbuh walaupun hasilnya tidak seperti di Takengon. Hanya saja masyarakat Tapaktuan tidak memproritaskan menanam kopi sebagai andalan.

Beda dengan Takengon dengan hasil kopinya, Tapaktuan sebagai penghasilan buah pala selama 5 tahun terakhir ini semakin menurun akibat terserang penyakit. Tak beda jauh dengan Takengon yang mayoritas penduduknya menggantungkan pendapatan dari hasil kopi sedangkan penduduk Tapaktuan dan sekitarnya menggantungkan pendapatannya dari berkebun pala. Akibat terserang penyakit, beberapa petani pala mulai mencari alternatif lain.

Salah seorangnya adalah Hendriadi sebagai petani yang pantang menyerah mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan 3 (tiga) orang anaknya. Akibat berkurangnya hasil buah pala tersebut pria kelahiran 1970 ini tidak tinggal diam berpangku tangan. Sebelumnya suami dari Nuri Pohan ini sudah menanam kopi robusta sejak 2008 di daerah pengunungan Tapaktuan, namun dia mulai serius bertani kopi robusta sejak tahun 2014 lalu akibat pendapatannya mulai kurang dari hasil buah pala.

Sejak tahun 2014 sampai sekarang beliau sudah menikmati hasil dari kopi robusta kampung dari kebun miliknya walau hasilnya masih terbilang kurang.

Tanggal merah adalah kesempatan bagi saya untuk pulang kampung, awal Mei lalu merupakan libur yang lumayan panjang bagi saya. Karena bang Hen (panggilan akrabnya) tahu kalau saya pasti akan pulang kampung, sehingga dia minta untuk ikut pergi ke Takengon, walaupun pria kelahiran Tapaktuan ini belum pernah ke Takengon, namun tujuan utamanya bukanlah untuk sekedar jalan-jalan, melainkan untuk melihat langsung perkebunan kopi dari sumbernya.

Bang Hen
Bang Hen

Ketika telah sampai di Takengon, orang tua saya yang memang petani kopi mengajak Bang Hen pergi mengunjungi beberapa kebun kopi di Desa Singah Mulo, Kec. Pintu Rime Gayo, Bener Meriah, beliau sempat terkaget-kaget melihat luasnya kebun kopi dan banyaknya buah kopi di setiap ranting kopi terutama kopi robusta lampung yang banyak ditanam di daerah Singah Mulo.

Yang membuat bang Hen heran lagi karena orang tua saya mengatakan hampir semua kebun kopi tidak menggunakan pupuk kimia. Karena tujuan utamanya adalah untuk belajar mengelola kopi, bang Hen serius bertanya mulai dari cara tanam hingga panen. Bahkan bang Hen tak lupa meminta kepada orang tua saya untuk membawa biji kopi lampung untuk dijadikan bibit yang langsung dia petik sendiri.

Rencananya hasil dari pembelajaran beliau di Takengon akan dia sampaikan juga pada Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Tapaktuan untuk dikembangkan juga di Tapaktuan karena Bang Hen yakin dengan kopi Robusta Lampung yang ia bawa dari Takengon dapat merubah pola hidup dan tanaman masyarakat di seputaran Tapaktuan khususnya dan Aceh Selatan umumnya.[]

*Warga Tapaktuan Aceh Selatan

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.