Oleh : Fathan Muhammad Taufiq*

Bulan Ramadhan merupakan bulan suci bagi ummat Islam sedunia, seluruh pelosok persada yang di huni oleh ummat Islam menyambut kedatangan bulan penuh berkah ini dengan berbagai cara dan tradisi. Meski nggak semua cara dan tradisi sesuai dengan syariat, tapi tetap saja tradisi di berbagai negara dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan menunjukkan bahwa seluruh ummat Islam selalu merindukan kehadiran bulan suci ini.
Bulan puasa, begitu orang Indonesia biasa menyebut bulan ini, karena pada bulan ini, seluruh ummat Islam yang sudah akil baligh dan tidak sedang berhalangan, diwajibkan berpuasa sebulan penuh. Setiap kali memasuki bulan yang sangat istimewa ini, selalu terlihat peningkatan aktifitas ibadah yang lebih dari bulan-bulan lainnya, masjid, musholla, surau, langgar selalu penuh dengan jamaah tarawih, suara tadarrus Alqur’an juga nyaris terdengar di setiap sudut negeri, kepedulian terhadap fakir miskin dan anak yatim juga meningkat, semua itu semata-mata dilakukan oleh ummat Islam, untuk memperoleh ridha dan pahala berlipat dari Allah SWT. Tentu saja nilai plus dari peningkatan aktifitas ibadah itu hanya akan didapatkan oleh mereka yang benar-benar ikhlas melakukan semua itu tanpa adanya pamrih atau maksud terselubung.
Tapi tidak semua orang yang mengaku beragama Islam, benar-benar ikhlas dalam melaksanakan berbagai kegiatan ibadah di bulan suci ini, masih saja ada sebagian orang yang melakukan semua itu hanya dengan maksud dan tujuan pribadi yang sifatnya lebih kepada keduniaan. Lihat saja di berbagai media, banyak artis film dan sinetron yang sehari-harinya tampil terbuka, tiba-tiba saja terlihat alim dengan balutan hijab, mereka sepertinya nggak benar-benar ikhlas dalam berhijab, karena begitu usai bulan Ramadhan, mereka kembali dengan penampilan mereka semula.
Ada juga para pejabat atau calon pejabat publik yang menjadikan bulan puasa ini sebagai bulan “pencitraan”, mereka selama ini nggak pernah peduli dengan nasib rakyat, tiba-tiba muncul seagai sosok dermawan yang begitu merakyat lewat kegiatan yang dikemas dengan tajuk Safari Ramadhan atau kegiatan sosial lainnya, padahal tujuan utamanya hanya mencari popularitas pribadi, apalagi sudah ada wacana Pilkada serentak pada tahun depan.
Di bulan Ramadhan ini juga timbul kecenderungan stasiun-stasiun televisi berlomba menayangkan aneka hiburan religius, mulai dari sinetron, talk show, tabligh akbar dan sebagainya, padahal tujuan utamanya tidak lain hanya untuk menaikkan rating semata, sementara nilai “syiar”nya justru mekin terlihat samar-samar, momentum Ramadhan hanya dijadikan sebagai sebuah trend. Ada sebagian lagi yang pada bulan-bulan lainnya nyaris tidak pernah melintas di tempat ibadah, bahkan sholat pun jarang-jarang, tiba-tiba menjadi “rajin” ke masjid atau musholla ikut berjamaah tarawih, tapi begitu berakhir bulan Ramadhan, mereka akan segera kembali ke habitat lamanya.
Pada sebagian lainnya, justru memaknai bulan Ramadhan melenceng dari makna yang digariskan oleh ajaran agama Islam, bagi kelompok ini, bulan puasa apalagi menjelang idul fitri, seolah menjadi bulan “pelampiasan dendam” duniawi yang terpendam selama sebelas bulan sebelumnya. Mulai dari rumah, kendaraan, pakaian, menu makanan tiba-tiba berubah menjadi serba wah, nggak perduli bagaimanapun jalan untuk mendapatkan semua itu, tidak jarang justru jalan yang mereka ambil justru jalan yang dilarang oleh agama seperti korupsi, menipu, mencuri dan sebagainya. Subtansi dan esensi puasa sebagai wahana pengendalian diri dan hawa nafsu itu jadi terabaikan oleh sifat tamak, rakus, gila pujian dan perasaan nggak mau kalah dengan yang lain.
Memang sih, mereka yang benar-benar menjalankan dan menjaga puasa mereka, jumlahnya jauh lebih banyak, mereka benar-benar menjaga ibadah puasa mereka sehingga terkadang amalan mereka yang tidak dzihar tidak terlihat oleh orang lain, dan memang untuk mereka yang masuk kelompok ini, mereka beribadah hanya semata-mata karena Allah SWT, bukan untuk mendapatkan pujian dari sesama, karena bagi mereka, urusan ibadah adalah urusan privasi yang nggak butuh publikasi.
Tapi yang sering terlihat di depan mata kita justru berbagai kemunafikan dalam menyikapi kehadiran bulan suci ini. Ibadah puasa dan rangkaian ibadah lainnya di bulan Ramadhan, seolah hanya sebuah kamuflase untuk menutupi keburukan sifat pribadi, dan itu fenomena yang enjadi tontonan kita sehari-hari.
Agaknya masing-masing kita harus mulai introspeksi atas semua kemunafikan di bulan Ramadhan ini, Kalo memang kita sudah berniat untuk menjalankan ibadah, baik di bulan Ramadhan maupun di ulan lainnya, kunci utamanya adalah keikhlasan, karena sedikit saja keikhlasan kita dalam beribadah, semua amalan kita akan menjadi sia-sia, alangkah ruginya kita.
Allah SWT menjadikan bulan suci Ramadhan ini sebagai bulan penghapus dosa, alangkah tidak bijaknya kita kalau sampai justru menjadikan bulan ini sebagai bulan penambah dosa.
Mohon ma’af pembaca, tulisan ini sama sekali bukan bermaksud untuk menghakimi apalagi memvonis seseorang atau kelompok tertentu, tapi semata-mata hanya sebagai bahan renungan dan introspeksi diri, agar kita tidak terjebak dalam kamuflase ibadah yang berbalut kemunafikan. Fenomena keseharian di bulan Ramadhan ini, baik atau buruk, mestinya jadi cermin bagi kita untuk memaknai kehadiran Ramadhan sesuai dengan tuntunan Alqur’an dan Assunah. []