Catatan : Fathan Muhammad Taufiq dan Mukhtar*
 Sebagai wujud keseriusan pemerintah Jepang untuk mengembangkan Jeruk Yuzu yang secara morfologis mirip dengan Jeruk JC/YC atau Jeruk Sayur di Kabupaten Aceh Tengah, dua orang perwakilan Badan Kerjasama internasional Jepang atau Japan International Corporation Agency (JICA) Kazuhisa Matsui, yang juga fasilitator sekaligus konsultan dari Matsui Global bersama Mana Nagao Takasugi, seorang peneliti dan evaluator Departemen Pengembangan Sosial Ekonomi International Development Center of Japan, hari Selasa (1/6/2016) lalu mengunjungi Balitjestro (Balai Penelitian Jeruk dan Buah Tropis) di Tlekung, Jawa Timur untuk menjajaki peluang kerjasama pengembangan Jeruk Yuzu di Indonesia.
Sebagai wujud keseriusan pemerintah Jepang untuk mengembangkan Jeruk Yuzu yang secara morfologis mirip dengan Jeruk JC/YC atau Jeruk Sayur di Kabupaten Aceh Tengah, dua orang perwakilan Badan Kerjasama internasional Jepang atau Japan International Corporation Agency (JICA) Kazuhisa Matsui, yang juga fasilitator sekaligus konsultan dari Matsui Global bersama Mana Nagao Takasugi, seorang peneliti dan evaluator Departemen Pengembangan Sosial Ekonomi International Development Center of Japan, hari Selasa (1/6/2016) lalu mengunjungi Balitjestro (Balai Penelitian Jeruk dan Buah Tropis) di Tlekung, Jawa Timur untuk menjajaki peluang kerjasama pengembangan Jeruk Yuzu di Indonesia.
Rombongan ditemani oleh Taufiq Mansur dari Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur dan Juariah dari Biro Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pertanian. Kunjungan ini sebagai tindak lanjut kunjungan mereka ke Takengon Aceh Tengah sebelumnya. Dari Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tengah Ir. Nasrun Liwanza, MM, rombongan dari JICA tersebut telah mendapatkan informasi bahwa jeruk JC/YC (Japanche Citroen) yang selama ini telah dibudidayakan secara konvensional oleh petani di Dataran Tinggi Gayo adalah varietas jeruk yang mirip dengan jeruk Yuzu yang di Jepang harganya cukup tinggi. Meski secara penampilan, buah ini berbeda agak dengan Yuzu asli yang dari Jepang, namun menurut Matsui, jeruk yang dikenal oleh masyarakat Gayo dengan nama Jeruk Sayur atau Asam Jantar ini, bisa menjadi pengganti jeruk Yuzu yang sangat diminati oleh pasar Jepang karena di Jepang sendiri Jeruk Yuzu sudah semakin langka.
Yuzu adalah jenis jeruk lokal Jepang yang memiliki aroma sangat kuat, kadar airnya sangat sedikit dan harganya sangat mahal. Yuzu jarang tumbuh dan sulit dijumpai di luar Jepang. Yuzu dikonsumsi ketika kulitnya masih hijau atau sudah berwarna kuning (matang). Yuzu adalah salah satu dari beberapa jeruk di dunia yang mampu mempertahankan kadar asam pada suhu tinggi saat dimasak.
Pada tahun 2014 Yuzu sempat digadang-gadang menjadi buah populer. Kandungan vitamin C ini lebih banyak dari lemon. Penggunaan Yuzu biasanya untuk aroma pada makanan untuk menambah nutrisi dan cita rasa. Di negara Barat, Yuzu sering digunakan untuk perasa permen karet, cuka atau minuman alcohol, tapi paling banyak digunakan oleh masyarakat jepang sebagai bumbu masak utama pada masakan ikan.
Joko Susilo Utomo, Kepala Balitjestro menyambut dengan baik kedatangan Matsui dan mengajak pula para peneliti senior Balitjestro dalam diskusi bertema Yuzu dan prospek pengembangannya. Arry Supriyanto yang dikenal sebagai founder Masyarakat Jeruk Indonesia menceritakan bahwa JC yang berkembang di Indonesia memang dikembangkan sejak 1930-an semasa penjajahan Belanda. Dan saat ini sudah tersebar di 28 propinsi di Indonesia sebagai batang bawah. Petani belum memanfaatkan buah JC untuk olahan lebih lanjut karena rasanya yang sangat masam, dan bijinya lebih laku dijual dimana 1 kg biji JC dihargai minimal Rp 1 juta. Jika JC adalah Yuzu dari Jepang, sejarah tentang itu perlu ditelusuri kembali.
Sementara itu Nurhadi yang juga bertindak sebagai koordinator program memberikan point yang penting, apakah benar JC yang di Takengon atau yang umum beredar di Indonesia ini adalah benar Yuzu yang beredar di Jepang. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Chaireni sebagai pemulia yang memberikan masukannya bahwa JC di Indonesia secara morfologi dimasukkan ke dalam kelompok lemon. Namun untuk kejelasannya memang perlu mendapatkan data karakter Yuzu asli yang di Jepang.
Jika setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut karakter Yuzu yang di Jepang mirip dengan JC yang selama ini dibudidayakan di Indonesia, maka peluang pengembangan sangat besar, karena jeruk jenis ini bisa tumbuh di berbagai tempat di Indonesia. Petani harus mendapatkan informasi yang jelas mengenai keuntungan jenis jeruk ini, pasarnya dimana dan spesifik karakternya agar buah jeruk Yuzu benar dalam penanganan panen dan pascapanen.
Matsui yang mendapatkan masukan berharga dari peneliti Balitjestro berharap agar ke depan bisa terjalin kerjasama lebih lanjut. Balitjestro pun menyambut dengan tangan terbuka. Di Jepang, daerah yang khusus menembangkan Yuzu adalah Kochi. Dan harapannya ke depan ada kerjasama menguntungkan kedua belah pihak dalam riset dan pengembangan jeruk Yuzu dan berbagai jenis jeruk lainnya antara Indonesia dan Jepang.
Melihat potensi lahan dan kondisi agroklimat yang sangat mendukung untuk pengembangan Jeruk Yuzu serta hasil konsultasi mereka dengan pihak Balitjestro, akhirnya JICA sepakat untuk membantu pengembangan jeruk ini di Dataran Tinggi Gayo. Sementara Balitjestro sebagai badan penelitian jeruk dibawah Kementerian Pertanian juga sangat mendukung kerjasama ini, karena dari hasil penelitian Balitjestro terhadap beberapa varietas jeruk Gayo di balai tersebut, mereka memberikan rekomendasi bahwa Dataran Tinggi Gayo sangat sesuai untuk pengembangan jeruk Yuzu, karena berbagai varietas jeruk dapat tumbuh dan berkembang dengan sangat baik di daerah ini. []

 
											




 
										 
										 
										 
										 
										 
										 
										 
										 
										 
										 
										 
										