Rusminah, Satu Lagi Perempuan Pejuang Kerawang Gayo

oleh
Hj. Rusminah

Supri Ariu

Hj. Rusminah
Hj. Rusminah

MOTIF kerawang Gayo semakin membanggakan akhir-akhir ini. Perkembangannya begitu pesat dan sudah dikenal hingga mancanegara dan sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Pemerintah RI tahun 2015 lalu. Kondisi ini tentu tidak terlepas dari perjuangan para penduhulu takkala mereka berusaha mengembangkan dan memperkenalkannya kepada orang banyak. Tidak terkecuali perempuan satu ini. Baginya, umur bukanlah menjadi alasan untuk berhenti berjuang dan berkarya.

Namanya Hj. Rusminah, lahir di Takengon 01 Juli 1929 silam. Sosok yang sudah tergolong tua, namun bukan untuk semangatnya. Melalui tangan dinginnya, Hj. Rusminah yang merupakan istri dari Alm. H. Hamzah AW ini patut dijadikan salah satu suri tauladan bagi generasi muda sekarang mengingat perannya sebagai tokoh pelaku pengrajin kerawang Gayo selain Almh. Maimunah, Syakdiah, dan sederetan pejuang Kerawang Gayo lainnya.

Saat ditemui di kediaman salah satu anaknya di Banda Aceh, kepada LintasGayo.co pada Jum’at (22 April 2016) sore, Hj. Rusminah mengaku dirinya mulai menggeluti menjadi pengrajin kerawang Gayo saat sang suami dipercayakan menjadi Kepala Desa Takengon Timur. Atas dasar perintah Bupati Aceh Tengah kala itu dijabat oleh Kol. (purn) H. Mohammad Beni Bantacut, BA melalui Camat dijabat oleh Amir Lugai bahwasanya istri Kepdes wajib untuk menggerakan ibu-ibu Pembina Kesejahteraan Keluarga (PKK) menggelar kerajinan tangan di desa setempat.

“Saya sudah lupa itu tahun berapa, mungkin sekitar tahun 1980 yang lalu,” ungkap Hj. Rusminah.

Ibu dari 6 anak yang diantaranya satu laki-laki dan 5 perempuan ini menjelaskan, pada saat itu antusias peserta lumayan tinggi, mencapai 40 orang lebih,”Seingat saya, kala itu hanya dua kelompok yang menggelar pelatihan menjahit kerawang Gayo. Pertama adalah kami dan yang kedua adalah kelompok koperasi di Bebesen. Kala itu, kelompok kami juga diberi bantuan 4 mesin jahit oleh pemerintah,” cerita Hj. Rusminah.

Sejak saat itu, Hj. Rusminah bersama sang suami-pun bertekad membangun usaha swasta kerajinan kerawang Gayo di Takengon. Mulai dari baju kerawang, ulen-ulen, tas, payung, dompet, taplak meja, dan aksesoris lainnya bermotif kerawang. Bahkan hingga suami Hj. Rusinah diangkat menjadi Kepala Lurah dan terakhir ditempatkan di Kantor Bupati setempat, usaha yang mereka kelola berdua dibantu anak-anak mereka terus berkembang pesat. Pemesanan yang mereka terima juga tergolong banyak, mulai dari beberapa daerah di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Jawa, Yogyakarta dan kota-kota besar lainnya.

Lanjutnya, jika dari wilayah Aceh, pemesanan yang paling banyak datang dari Kota Lhokseumawe. Kala itu mereka bisa meraup penjualan hingga Rp. 800.000 per harinya. Selain dijual di toko, tidak jarang karya milik pengrajin binaan Hj. Rusminah turut ikut serta dalam Pekan Kebudayaan Aceh (PKA),

“Saat itu, uang sebesar itu sudah banyak sekali bila dibandingkan saat ini,” canda Hj. Rusminah ramah.

Selama usaha mereka dirikan itu, tidak sedikit pula warga setempat yang sudah mereka bina menjadi pengrajin kerawang. Hingga memasuki tahun 2000, saat sang suami meninggal dunia, dengan umur yang tidak muda itu Hj. Rusminah tetap melanjutkan usaha yang ia bangun bersama sang suami. Hingga akhirnya pada tahun 2015, Hj. Rusminah terpaksa berhenti ikut berperan utama mengelola usahanya atas permintaan sang anak.

Usaha yang beralamat di pusat kota Takengon, persisnya Jalan Malim Dewa komplek Pasar Bawah ini tetap berlanjut dengan menyediakan produk Kerawang Gayo berupa kopiah, tas dan lain-lain. Dan jika ada permintaan Kerawang, Hj. Rusminah mengambil pesanan dari pengrajin yang pernah dibinanya.

“Karena umur nenek, anak-anak meminta saya berhenti. Alhamdulillah, dengan usaha tersebut, bisa membantu anak-anak untuk mencapai cita-citanya. Saat ini toko itu tersebut masih dijalankan oleh anak kelima saya, selain menyediakan hasil kerajinan Kerawang Gayo juga jenis pakaian umum, bukan khusus kerawang,” terang Hj. Rusminah.

Ditanya tentang melemahnya minat anak-anak muda saat ini untuk ikut mempelajari kerawang Gayo, Hj. Rusminah mengaku sedih. padahal, menurutnya, jika ditekuni dan dikembangkan dengan serius, usaha membuat kerawang Gayo memiliki prospek yang baik, apalagi dengan semakin canggihnya alat pembuat pakaian saat ini.

“Kalau alatnya semakin canggih, kerawang bisa di inovasi semakin kreatif pula. Tentunya dengan tidak menyampingkan filosofi dan segala unsurnya,” terang Hj. Rusminah.

Begitulah Hj. Rusminah, dengan sikapnya yang sederhana ternyata mampu menginspirasi saya untuk bekerja untuk Gayo lebih banyak. Mendengar ceritanya, saya merasakan kekuatan perempuan Gayo yang hebat. Meski harus dibantu dengan tongkat payung di tangan kanannya, Hj. Rusminah tetap ramah mengantarkan saya ke pintu gerbang rumah anaknya saat saya meminta pamit unutk pulang.

Selama 20 menit yang bermanfaat, dalam waktu yang singkat itu pula saya melihat rasa Gayo yang hebat. Mudah-mudahan, kedepan, akan lebih banyak lagi lahir perempuan-perempuan Gayo yang hebat dan menginspirasi masa depan. Seperti Nenek Hj. Rusminah, seperti Ine (Ibu, Gayo.Red) Saya, juga seperti Ine para pembaca sekalian.[Kh]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.