Catatan Perajalanan : Fathan Muhammad Taufiq*
Begitu memasuki pusat kota Magelang, Jawa Tengah, akan langsung terlihat bangunan tua yang dari kejauhan bentukkanya mirip dengan “kompor minyak raksasa” yang masih berdiri kokoh di sudut selatan Alun-alun kota Magelang, tempat yang kini ramai dikunjungi orang, karena kawasan Alun-alun ini sekarang sudah ditata sedemikian rupa sehingga menarik untuk dikunjungi. Meski bentuknya mirip dengan kompor minyak, namun bangunan peninggalan pemerintah colonial Belanda itu sama sekali nggak ada hubungannya dengan alat memasak yang kini semakin langka karena sudah digantikan oleh kompor gas.
Bangunan tua itu tidak lain adalah menara air yang juga menjadi salah satu land mark kota yang terkenal dengan makanan tradisional getuk nya ini. Dari referensi pihak terkait beberapa waktu yang lalu saat mengunjungi kota ini, menara air ini mulai dibangun pada tahun 1916 dan selesai pada tahun 1920, diarsiteki oleh seorang arsitek Belanda, Thomas Kharsten. Sejak awal dibangunnya sampai sekarang, bangunan ini tidak pernah mengalami renovasi, perubahan struktur maunpun konstruksinya. Berdiri kokoh disangga 32 pilar beton, bangunan berbentuk tabung setinggi 23 meter ini dibagian atasnya merupakan bak penampungan air yang mampu menampung 1.750.000 liter air. Sementara bangunan bagian bawah yang terdiri dari 13 ruangan berukuran besar, awalnya difungsikan sebagai kantor pelayanan air bersih di kota Magelang, namun saat ini hanya difungsikan sebagai gudang tempat penyimpanan dokumen dan benda-benda bersejarah terkait dengan sejarah kabupaten dan kota Magelang.
Meski usianya sudah hampir seabad, namun bangunan tua ini masih berfungsi sampai saat ini sebagai “tandon” kebutuhan air bersih bagi sebagian besar warga kota Magelang. Menara air yang mungkin merupakan satu-satunta menara air tertua di Indonesia yang masih berfungsi dengan baik ini, merupakan sistim suplai air yang boleh dibilang terbaik, karena mulai dari hulunya memang terbangun dan terstruktur dengan baik. Memiliki sumber air di desa Kalegen Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang, sekitar 10 kilometer arah selatan kota Magelang, sistim pengelolaan intakenya sangat baik. Kawasan sumber air dipagar keliling dan dijaga dengan ketat, sehingga sangat kecil kemungknan terjadi pencemaran pada sumber air ini, begitu juga kawasan hutan kecil yang mengelilingi sumer air itu, masih tetap terjaga kelestariannya. Air yang bersumber dari mata air besar yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai “Tuk Songo” (Mata air Sembilan) karena memang ada Sembilan mata air yang berkumpul menjadi satu disana.kemudian dialirkan ke dalam beberapa bak intake, baru kemudian dialirkan melalui tiga pipa besar berdiameter 50 cm, pipa yang terbuat dari besi hitam tebal itu, meski sudah berusia hampir seratus tahun, namun tidak ada tanda-tanda berkarat atu keropos. Sebelum air bersih itu mengisi menara air, masih ada satu intake lagi yang terletak di desa Bandongan, sekitar 5 kilometer dari sumber air, disitu air bersih mengalami penyaringan kedua, sehingga ketika air sampai ke menara air, air yang tertampung di mnara itu benar-benar steril.
Terjaganya lingkungan sumber mata air dan pemeriksaan secara rutin bak-bak intake, menyebabkan sampai saat ini menara air yang berada di Alun-alun kota Magelang itu masih bisa berfungsi sebagai penyuplai utama kebutuhan air bersih warga kota berjuluk seribu bunga itu karena debit dan stok air di manara air itu masih tetap stabil meski sudah berusia hampir satu abad. Bak penampungan air yang berada di puncak menara juga dikontrol dan diperiksa secara berkala oleh petugas PDAM Kota Magelang, jadi meski umurnya sudah se abad, selama ini suplai air bersih dari menara ini tidak pernah ngadat. Begitu juga bangunan menara air itu sendiri yang selalu terjaga kebersihan dan terawat dengan baik,
Konsep pengelolaan air bersih memanfaatkan menara air seperti yang dilakukan pemerintah kota Magelang ini, agaknya bisa di adopsi oleh daerah lain yang selama ini selalu punya masalah dengan penyediaan air bersih bagi warganya, khususnya wilayah kabupaten/kota yang masih punya sumber mata air yang masih terjaga kelestariaannya., karena arsip tentang peta, struktur dan kontsturksi bangunan menara air dan jaringan perpipaannya masih terjaga sampai dengan saai ini, sehingga bisa dipelajari oleh siapapun yeng menginginkannya, tentunya dengan meminta izin dari pemerintah kota Magelang, konon konsep seperti ini juga diterapkan di beberapa kota di negeri Belanda.
Menara air kota Magelang, yang awalnya dikensep oleh pemerintah Belanja untuk memenuhi kebutuhan air untuk tangsi-tangsi militer Belanda dan kebutuhan perumahan warga Belanda di Magelang pada masa itu, akhirnya menjadi “berkah” bagi pemeritah dan warga Magelang. Tidak saja untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga, tapi juga menjadi ikon wisata yang kemudian rami dikunjungi wisatawan, apalagi Alun-alun Magelang dimana menara air itu berdiri, kini sudah tertata apik dan n yaman untuk dikunjungi, selain itu para wisatawan yang kepingin melihat langsung menara air bersejarah ini juga bisa memanjakan lidah mereka di pusat jajanan serba ada yang dikenal dengan sebutan Angkringan Alun-alun Magelang, disana para wisatawan dapat menikmati aneka kuliner khas Magelang dengan harga yang sangat terjangkau oleh siapapun Lokasi ini juga sangat mudah diakses dari semua arah, karena letaknya memang berada tepat di pusat kota, bagi pengunjung yang suka belanja, tak jauh dari tempat ini juga banyak berdiri mall dan shopping center yang siap melayani pengunjung dengan aneka souvenir dan kebutuhan lainnya.
Itiluah sekelumit kisah tentang salah satu sudut kota Magelang, tempat bermain pada masa kecilku dulu, dan beberapa hari yang lalu aku kembali berkesempatan mengunjunginya, sambil bersilaturrahmi dengan sanak family disana. []






