Pemilu : Upaya Menjual dan Membeli Harga Diri

oleh
Drs Jamhuri, M.Ag, Ketua KNA Banda Aceh (foto:tarina)

Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA

Drs Jamhuri, M.Ag, Ketua KNA Banda Aceh (foto:tarina)
Drs Jamhuri, M.Ag, Ketua KNA Banda Aceh (foto:tarina)

Pemilihan Umum kepala daerah (Pemilukada) untuk memilih kepala Negara dan Pemerintahan (Presiden, Gebernur, Walikota atau Bupati) sebagai eksekutif dan pemilih wakil rakyat yang duduk sebagai legislative di tingkat pusat dan daerah. Kedua istilah ini sering disebut dengan pesta demokrasi di Negara kita. Untuk melahirkan Pemilukada yang efektif dan efesien sekarang ini pemerintah mulai melaksanakan secara serentak, juga ada upaya untuk melahirkan pemerintahan yang bersih maka Pemilukada dilaksanakan oleh pemerintah dengan dana dan biaya yang ditanggung oleh pemerintah. Jadi bagi mereka yang ingin maju tidak perlu lagi memikirkan biaya karena pemerintah sudah menanggung dan mempasilitasinya.

Aturan dan system yang dilakukan semakin lama semakin baik, karena semua orang termasuk pemerintah belajar dari pengalaman yang sudah-sudah. Ketika pemilihan kepala Negara atau pemerintahan diserahkan kepada para legislative yang mewakili rakyat, dikatakan kalau orang yang telah dipilih bukan merupakan represetasi atau aspirasi dari keseluruhan rakyat karena mereka yang dipilih menjadi wakil tersebut juga bukan merupakan hasil penunjukan rakyat, tetapi lebih kepada penunjukan dan pemilihan berdasarkan kesepakatan kelompok tertentu. Untuk itu pemerintah membuat regulasi dalam rangka menuju kesempurnaan pemilukada, sementara pemerintah masih menganggap kalau cara yang paling baik adalah dengan pemilihan langsung yang diikuti oleh seluruh warga masyarakat yang telah memenuhi syarat untuk memilih.

Dalam pelaksanaannya di lapangan tidak seperti diharapkan, banyak mereka yang akan maju menjadi bakal calon atau calon berupaya mempengaruhi pemilih dengan berbagai cara. Mulai dari cara yang baik sampai kepada cara yang tidak baik, mulai dari cara yang dibenarkan oleh agama sampai kepada menghalalkan berbagai cara. Terjadinya hal demikian lebih disebabkan oleh pola pikir para balon dan calon, kalau masyarakat itu perlu dan berharap kepada uang walaupun dengan jumlah yang sedikit. Demikian juga dengan pola pikir para pemilih, mereka berpikir kalau mereka yang menjadi balon atau calon adalah mereka yang perlu kepada suara mereka sehingga para calon pasti siap memeberika apa yang mereka minta, baik untuk bantuan pembangunan rumah ibadah, voucher, sumbangan kepada organisasi pemuda, sumbangan kepada kelompok pengajian atau juga transportasi untuk mensosialisasikan balon atau calon.

Kejahatan politik uang dalam pelaksanaan politik di nagara kita tidak hanya terjadi antara mereka yang menjadi balon atau calon dengan masyarakat para pemilih, tetapi kejahatan politik uang tidak kalah besarnya terjadi antara balon atau calon dengan pelaksana pemilihan. Sehingga sering terdengar kepada kita kalau kertas suara yang beredar dilapangan dan ditusuk oleh masyarakat berbeda dengan kertas suara yang dihitung. Perbedaan hasil (kertas suara) yang ditusuk oleh masyarakat dengan jumlah hasil yang dihitung, tidaklah selesai dengan sekedar perbedaan tetapi legih dari itu perbedaan terjadi karena adanya transaksi antara balon atau calon dengan panitia.

Hal yang terjadi dilapangan seperti selama ini sepertinya sangat sulit untuk dihilangkan, karena telah bejalan dalam sistem dan sudah menjadi pola pikir semua masyarakat mulai dari pelaksana pemilihan, para balon atau calon dan juga masyarakat pemilih, ini berarti tidak ada lagi celah untuk merubahnya karena semua lini telah dibaluti oleh kajahatan pemilihan. Paling tidak kita harus bisa katakan bahwa kejahatan dalam pemilihan harus diminimalisir.

Untuk meminimalisir kejahatan yang sering terjadi sebagaimana digambarkan di atas, maka maka harus diplah kejahata yang terjadi dalam pemilihan tersebut. Paling kurang ada empat sisi kejahatan yang terjadi, yaitu : sistem, pelaksana, balon atau calon dan pemilih. Perbaikan bisa terjadi secara serta merta apabila perbaikikan dilakukan pada balon/calon dan pemilih, karena perbaikan untuk sistem dan pelaksana tidak cukup dibahas dalam tulisan yang singkat ini.

Bagi para balon/calon, harus memahami bahwa pemilihan tanpa ada kejahatan uang pasti hasilnya lebih baik dan lebih menguntungkan. Artinya pemimpin yang menjadi harapan semua orang adalah pemimpin yang bercermin kepada sifat Rasul (siddiq, amanah, fatanah dan tabligh) serta sesuai juga dengan sifat yang sebutkan dalam adat adalah reje si musuket sipet (adil dalam artian yang luas). Berdasarkan kreteria tersebut bisa dikatakan hanya mereka yang mempunyai sifat itulah yang bisa memperbaiki kehidupan dan mensejahterakan masyarakat, namun apabila mereka yang maju tidak memiliki sifat yang demikian maka pemimpin tersebut adalah tidak memenuhi syarat, tapi bila juga terpilih maka kehancuran atau paling halus bisa dikatakan perubahan tidak akan pernah terjadi dalam masyarakat.

Selanjutnya bagi para pemilih seharusnya mengetahui siapa diantara balon/calon yang mempunyai sifat seperti yang dimiliki oleh Rasul, yang dari kecilnya mempunyai sifat al-amin (rekam jejak yang baik) dan tidak biasa bebuat tidak baik baik terhadap dirinya juga terhadap orang lain, dan juga disamping itu yang yang akan dipilih adalah mereka yang selalu berbuat benar (siddiq), tidak pernah asal berjanji (amanah) mempunyai kemampuan yang melebihi masyarakat pemilih (fatanah) dan selalu mengajak orang lain untuk hidup berkemajuan dalam rangka menggapai kebaikan di dunia dan akhirat.

Bahasa lain bisa juga ditambahkan, “kalau kita merasa membiayai anak untuk bersekolah itu berat dan kita ingin anak kita satu saat menjadi orang hebat maka janganlah terima uang yang diberikan oleh orang yang ingin menjadi hebat, karena kita ingin menjadikan anak kita menjadi orang hebat tanpa harus memberi uang kepada orang yang mengatakannya hebat. Kalau kita merasa sekolah itu susah dan berat maka jangan pernah memilih orang yang yang memimpin kita orang yang tidak pernah mengalami susahnya sekolah, karena Tuhan menyatakah orang yang menjadi pemimpin adalah orang yang lebih banyak ilmunya dari mereka yang dipimpin”.

*Pengamat Sosial Budaya Tinggal di Banda Aceh

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.