Duh, Begini Kondisi Fasilitas Kesehatan di Desa Lesten

oleh
Suasana pedesaan Lesten (Foto: IG @ariimvponew)
Alat berat jonder satu-satunya kendaraan yang bisa digunakan untuk melewati jalur menuju Desa Lesten (Foto: IG @ariimvponew)
Alat berat jonder satu-satunya kendaraan yang bisa digunakan untuk melewati jalur menuju Desa Lesten (Foto: IG @ariimvponew)

Banda Aceh-LintasGayo.co: Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Begitulah gambaran yang dirasakan masyarakat Gayo di Desa Lesten, Kec. Pining, Kab. Gayo Lues. Selain fasilitas desa yang sulit, pendidikan terbatas, ekonomi yang rendah hingga akses transportasi dan komunikasi yang parah, masyarakat Lesten juga harus merasakan sulitnya mendapatkan layanan kesehatan di desanya.

Sumber LintasGayo.co Firdaus pada Rabu (20/1) pagi mengungkapkan, masyarakat Lesten sangat kesulitan untuk medapatkan pelayanan kesehatan di desanya karena sulitnya akses menuju kampung tersebut.

“Miris sekali rasanya melihat warga disana ketika sakit karena minimnya tenaga dan alat kesehatan,” terang anggota komunitas motor trail GEAR Gayo Lues yang mengaku sudah 6 kali mengunjungi desa Lesten.

Lanjutnya, bahkan jika pasien butuh perawatan lebih, warga terpaksa merujuk pasien ke Pining dengan mengendarai Jhon Deere (alat berat/mesin pembajak sawah) melewati medan jalan yang super sulit dan memakan waktu hingga 8 jam.

Pemuda asal Desa Badak ini juga mengaku, baru-baru ini ia pernah mendengar pengalaman warga setempat yang terpaksa memanfaatkan buah kelapa sebagai cairan inpus untuk pasien yang akan dirujuk ke Pining. Itu terjadi karena perlengkapan medis di desa yang dihuni 70 KK tersebut sering kosong.

Sangking tertutupnya, kata Firdaus, keadaan anak-anak disana juga begitu memprihatinkan, benar-benar tertinggal. Firdaus mengungkapkan, tidak sedikit anak-anak disana yang mengaku tidak pernah melihat mobil.

“Coba jelaskan bagaimana anda menceritakannya? Saya sangat berharap tahun ini semua pihak ikut membantu Lesten. Kasihan mereka yang merasa seperti bukan sedang berada di Gayo Lues. Mereka merasa tidak diperhatikan, tapi dari dulu tetap sabar menunggu,” tutup Firdaus mengakhiri ceritanya. (Supri Ariu)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.