 Takengon-LintasGayo.co : Ditengah carut-marutnya permasalahan bidang pertanahan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah hampir diseluruh penjuru nusantara, terlebih Pemerintah Aceh juga memiliki kewenangan khusus sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Camat Kebayakan, Aulia Putra memiliki cara bagaimana cara menyelesaikannya.
Takengon-LintasGayo.co : Ditengah carut-marutnya permasalahan bidang pertanahan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah hampir diseluruh penjuru nusantara, terlebih Pemerintah Aceh juga memiliki kewenangan khusus sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Camat Kebayakan, Aulia Putra memiliki cara bagaimana cara menyelesaikannya.
“Salah satu tugas Camat dimana secara ex-officio adalah melakukan pembinaan pertanahan di wilayah kerjanya, sudah menjadi keharusan bagi kami menyelesaikan permasalahan tanah ini sehingga tidak ada yang dirugikan,” kata Aulia, Rabu 20 Januari 2016.
Selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATs) di wilayah Kebayakan, sebutnya lagi, pihaknya mencoba menerapkan pola pengecekan langsung ke lapangan terhadap objek tanah yang akan di daftarkan untuk ditandatangani mulai dari surat dasar (Sporadik), surat pembagian warisan, maupun surat keterangan lainnya.
“Yang kemudian ditingkatkan menjadi pembuatan akta, baik akta jual beli, akta tukar menukar akta pembagian hak bersama dan akta tanah lainnya,” lanjut Aulia.
Dilanjutkan, pola ini memastikan objek tanah yang dimiliki oleh masyarakat, juga untuk membuat kepastian hukum terhadap objek tanah tersebut. “Untuk itu kami memanggil pemilik dan pembeli tanah, para tetangga yang berdampingan langsung dengan tanah tersebut dari keempat sisi, ada juga saksi yang diwakili oleh Reje atau perangkat kampung lainnya, petugas PPATs, petugas ukur dan masyarakat sekitar serta dilengkapi dengan dokumen video da foto,” kata Aulia.
Hal ini dilakukan, agar masyarakat setempat dapat mengetahui transaksi pertanahan di wilayah tersebut. “Tujuannya apabila nantinya ada yang merasa keberatan dapat segera dideteksi untuk kemudian dilakukan pencegahan ataupun langkah-langkah penyelesaian,” ujarnya.
“Hal ini juga dilakukan untuk penataan kawasan dalam upaya mendukung percepatan pembangunan melalui alokasi dana desa,” timpal Aulia.
Aulia menambahkan, seperti diketahui permasalahan tanah akan berdampak menjadi hukum perdata. “Apa yang kita lakukan saat ini dengam dokumen yang baik tidak menutup kemungkinan akan menjadi hukum pidana, sehingga berdampak positif bagi masyarakat yang mengetahui cara pengelolaan pertanahan di tingkat wilayah. Dan yang terpenting, masyarakat akan semakin percaya kepada aparatur pemerintahan,” katanya.
Pola ini, sebutnya lagi dapat juga diterapkan dalam mengatasi permasalahan batas dusun, kampung, kecamatan, kabupaten bahkan provinsi. “Alhamdulillah masalah masalah pertanahan di wilayah imi menjadi lebih minimal dari segi kuantitasnya dan bahkan lebih dapat memaksimalkan aspek pendapatan bagi daerah dengan melakukan penetrasi pada objek tanah yang akan didaftarkan/ditransaksikan,” ujarnya.
“Terlebih lagi, objek tanah yang berada dalam kawasan tertentu (hutan lindung maupun kawasan konservasi lainnya) memerlukan koordinasi yang baik sebelum dilakukan peregistrasian/penandatanganan serta juga melibatkan aparat penegak hukum lainnya (TNI/Polri) dalam melakukan identifikasi pada objek vital pertanahan lainnya misalnya ruas jalan Mendale-Bintang (aliran air parit/Box Culvert) yang merupakan kegiatan proyek nasional yang didanai oleh negara donor (founding). Harmoni atau keselarasan dan keakuran akan terwujud didalamnya antara para stakeholders yang terlibat,” demikian Aulia Putra menimpali.
(Wein Mutuah)

 
											





 
										 
										 
										 
										 
										 
										 
										 
										 
										 
										 
										 
										