Wawancara Abdullah Puteh Tentang ALA, ABAS, dan Milad GAM

oleh
foto: liputan6
foto: liputan6
foto: liputan6

WACANA membelah Aceh menjadi dua provinsi terus bergulir.  Saat ini setidaknya ada dua wacana yakni, Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS) dan Aceh Leuser Antara. Bekas Gubernur Aceh Abdullah Puteh memberikan tanggapannya terkait wacana tersebut dan pengamatannya tentang kondisi masyarakat Aceh jelang peringatan HUT Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 4 Desember mendatang. Berikut petikannya;

Bagaimana Anda menang­gapi wacana pemekaran Provinsi Aceh?
Ya itu merupakan sebuah as­pirasi, kalau aspirasi masyarakat kan memang harus disampaikan dan harus didengar. Di era refor­masi saya kira tidak ada masalah dengan aspirasi itu, asal jangan aspirasi Aceh merdeka itu nggak boleh. Cuma di Aceh ini kan sekarang ada Undang-Undang Pemerintahan Aceh hasil perjan­jian Helsinki yang menyatakan bahwa Aceh itu adalah berbatasan dengan dengan Sumatera Utara, dan wilayah Aceh itu kabupaten­nya ini, ini, dan ini.

Jadi menurut Anda sulit untuk merealisasi pemekaran wilayah Aceh?
Ya kan faktanya dihadap­kan dengan undang-undang itu. Persoalannya sejauh mana undang-undang itu bisa di­ubah, tentu kan membutuhkan perjuangan. Nah ketika ada perjuangan tentu harus ada kesepakatan dengan stakeholder di Aceh yang jumlahnya banyak sekali. Ada tokoh masyarakat, tokoh adat, DPRD, ada lagi partai lokal yang menjadi hasil dari kesepakatan Helsinki. Jadi ini prosesnya berkala.

Apakah Anda melihat wa­cana ini sarat dengan kepentingan?
Kalau saya positif saja, me­mang masyarakat ingin kese­jahteraan. Karena kan kasat mata saja kita lihat hari ini Indonesia sudah 70 tahun merdeka, tapi ke­nyataannya rakyat di pedalaman belum juga sejahtera. Kalau kita nggak peduli dengan rakyat mis­kin kan jadinya macam-macam. Tapi kalau orang sudah sejahtera, dia sudah bisa ibadah, anaknya sudah sekolah, keluarganya bisa umrah, okelah nggak akan ada lagi macam-macam.

Tapi apakah jalan untuk membuat masyarakat Aceh se­jahtera hanya pemekaran. Toh buktinya banyak daerah yang sudah dimekarkan malah makin miskin?
Kalau menurut saya kese­jahteraan itu letaknya tidak pada pemekaran, tapi pada kualitas pemimpinnya alias leadership. Kita lihat saja Aceh dulu pada abad ke 17 sewaktu dipimpin Sultan Iskandar Muda itu kan negeri paling maju di Sumatera. Jadi permasalahan kesejahteran itu letaknya pada kepemimpi­nan. Indonesia pun begitu kan berbeda ketika Indonesia dip­impin era Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, sampai Jokowi. Banyak orang menga­takan, bahwa zaman Soeharto paling bagus, kesejahteraannya. Nah itu kenapa? Kan karena kepemimpinan leadershipnya, jadi bukan karena pemekaran. Karena leadership itu ada strate­gi kepemimpinan, artinya ada visi misi target yang diharapkan agar rakyat sejahtera.

Menurut pandangan Anda apakah Aceh saat ini sudah beranjak sejahtera?
Upaya ke situ sudah ada tapi belum banyak yang ke lapan­gan. Artinya masyarakat belum begitu merasakan (dampak pem­bangunan) jadi tidak signifikan. Mestinya Aceh harus melakukan lompatan, karena terlambat. Kalau daerah lain lompatnya dua meter, Aceh harus 6 meter.

Jelang peringatan HUT Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 4 Desember nanti, apakah Anda masih melihat ada benih-benih gerakan sepa­rtis untuk merdeka?
Saya kira nggak ada, semua sudah visinya sama bagaimana mensejahterakan Aceh, nggak ada lagi. Yang jelas sekarang masyarakat Aceh sudah tidak mau lagi (berupaya untuk memi­sahkan diri dari NKRI), sudah capek begitu-begitu tapi tetap enggak sejahtera juga. Yang penting sekarang berfikir positif bagaimana melakukan sesuatu agar kesejahteraan itu segera hadir. ***

Sumber: RMOL

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.