Laporan Serta Lia Gali (Linge-Takengon)

Pemanfaatan hasil hutan untuk sumber ekonomi masyarakat tidak mesti menebang tegakan pohon yang dijadikan bahan bangunan. Khusus hutan Pinus Merkusii dapat dilakukan penderesan atau penyadapan getahnya untuk dijadikan bahan baku industri berupa gondorukem untuk cat, resin hingga sabun. Selain itu juga menghasilkan terpentin sebagai bahan baku obat-obatan, parfum dan desinfektan.
Di Gayo Kabupaten Aceh Tengah, terdapat hutan pinus merkusii yang cukup luas dan pernah dijadikan sebagai bahan baku Kertas Kraft dimulai sekitar tahun 1986 hingga menjelang tahun 2000. Pohon-pohon yang ditebang ditanami kembali dengan pohon pinus yang baru dan kini di tahun 2015 sudah mulai dideres getahnya oleh Perum Perhutani Wilayah Aceh yang tentu melibatkan masyarakat setempat sebagai tenaga kerja, khususnya sebagai penderes.
Saat ditemui di kantornya di Lemah Burbana Kecamatan Bebesen Takengon beberapa waktu lalu, pimpinan perusahaan Perum Perhutani Aceh Tengah Sopian Alfarisi memaparkan tentang penyadapan yang sedang berjalan di kecamatan Linge tersebut.
Dijelaskan, perusahaan tempatnya bekerja merupakan perusahaan yang mengusahakan hasil hutan dengan konsep lestari, menyadap getah pinus sebesar-besarnya untuk memakmurkan rakyat, tentunya tanpa merusak hutan.

Usaha penderesan getah pinus ini, diungkapkan putra Gayo ini sudah berjalan sejak tahun 2014 dengan luas lahan yang di kelola seluas 4000 Ha. Yang berada di kecamatan Linge ada empat titik lahan yang dikelolanya diantaranya kampung Delung Sekinel, Kampung Linge dan Kampung Mungkur. Anggota penderes jumlahnya berimbang, masing-masing 31 didatangkan dari luar daerah, dan 30 lainnya adalah warga setempat.
Getah pinus yang berhasil di deres tenaga kerja dari luar rata-rata perorangnya 1.2 ton atau 1200 kilogram dalam sebulannya, lain halnya dengan penderes lokal, sementara ini hanya memperoleh sekitar 500 kg. Faktornya pengalaman yang masih kurang serta belum fokus bekerja menderes setiap harinya.
Pun begitu, ada 2 orang warga yang hasilnya mencapai 1 ton, Aman Jas dan anaknya Jas warga kampung Kute Reje. (baca : Aman Jas Warga Linge Berduit dari Getah Pinus).
Pihak perusahaan berkomitmen secara bertahap akan terus memberdayakan masyarakat setempat sebagai tenaga kerja penderes, salahsatu alasannya adalah menekan biaya transportasi, akomodasi serta subsidi 2 bulan diawal-awal mulai bekerja jika mendatangkan tenaga kerja dari luar. Dengan mempekerjakan tenaga lokal, biaya-biaya ini bisa dinolkan.
Harga getah yang dibeli perusahan dari penderes juga berbeda antara penderes lokal dan luar. Dari penderes lokal lebih tinggi, Rp.4.900,- perkilogramnya sementara penderes dari luar daerah Rp.4.500,- perkilogram. Perbedaan ini dijelaskan Mulyadi, petugas lapangan Perum Perhutani dikarenakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pekerja dari luar yang lebih banyak.
Lalu apakah ada pemasukan untuk daerah? ternyata ada. Untuk Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Tengah disetorkan Rp.600,- perkilogram dan Rp.1.200,- untuk Pemerintah Provinsi Aceh dengan kuantitas produksi getah sementara ini sebanyak 20 ton tiap bulannya.
Sebagai putra Gayo, Sopian Alfarisi berharap masyarakat mendukung usaha dan upaya mereka dalam memanfaatkan hasil hutan tanpa merusaknya dan tentu memberdayakan masyarakat setempat. [editor : Khalis]