
Blangkejeren-LintasGayo.co : Hanya berselang dua puluh hari, setelah buku pertamanya terbit dan beredar di Jabodetabek dan Aceh, tiga buku Syamsuddin Said kembali akan terbit. Dalam tempo kurang dari dua bulan (sejak Agustus), Syamsuddin Said berhasil menulis empat buku. “Saya sangat bersemangat menyiapkan tiga buku ini, sekaligus terharu. Karena, tidak pernah membayangkan sebelumnya, buku saya bisa terbit. Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada Prof. Dr. Ir. Abubakar Karim, M.S. (Kepala Bappeda Aceh) dan Yusradi Usman al-Gayoni dari penerbit/percetakan Mahara Publishing yang telah membantu penerbitan buku saya. Alhamdulillah, satu buku sudah selesai diketik. Satu lagi, insyaAllah hari Senin sudah selesai diketik. Yang terakhir, ditargetkan selesai bulan ini,” kata Syamsuddin Said di Blangkejeren, Jum’at (16/10/2015).
Diungkapkan Bapak tiga anak dan dua cucu itu, buku keduanya diberi judul Kode Alam. Buku ini berisi kumpulan puisi, pantun serta pepatah Gayo, dan ditulis dalam bahasa Gayo. “Tidak terlalu banyak halamannya. Banyak kearifan dan pengetahuan lokal dalam buku ini. Kearifan dan pengetahuan lokal ini yang mulai hilang sekarang. Karena, tidak dikenalkan dan tidak diwariskan kepada generasi muda. Harapannya, buku ini bisa jadi media pewaris kearifan dan pengetahuan lokal tadi,” sebutnya, sambil melanjutkan, “Buku ketiganya berjudul Seraya. Ini juga kumpulan tulisan,” tuturnya.
Seraya dalam bahasa Gayo, jelas Guru dan Kepala SDN Blangjerango (1955-1966) tersebut, berarti upah nomang (menanam padi) dan upah nuling (memotong padi) yang diberikan kepada beberu (anak gadis). “Ada sepuluh tulisan dalam buku ini. Tidak terlalu banyak, seperti buku pertama, Njaing,” sebutnya.
Buku terakhir (keempat), aku Guru dan Kepala SD Muhammadiyah Blangkejeren (1977-1980) itu, merupakan otobiografinya. “Ada enam bab semuanya. Alhamdulillah hampir selesai diketik, sambil saya koreksi hasil ketikannya,” tandas laki-laki yang memiliki moto hidup “Tidak ada istilah tua untuk belajar dan berkayar” itu.
Buku otobiografi ini mengisahkan perjalanan hidupnya, sampai menginjak usia 81 tahun. Juga, berisi tentang sejarah dan budaya Gayo dalam kaitannya dengan perjalanan hidup alumni SGB Negeri Kutacane (1955) itu. “Apa yang saya lihat, dengar, dan rasakan, ada dalam buku ini. Mudah-mudahan, bulan ini selesai, biar sekaligus dikirim naskahnya ke pihak penerbit, Mahara Publishing, buat diajukan ISBN, barcode, mulai diedit, dan di-layout naskahnya,” tegas peserta Delegasi Besar Masyarakat Gayo Lues Menuntut Lahirnya Kabupaten Aceh Tenggara ke Takengon, tahun 1965, dan sebagai satu-satunya saksi sejarah pemekaran Kabupaten Aceh Tenggara dari Kabupaten Aceh Tengah yang masih hidup. (AF)