Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA

Ada sebuah kegalauan dikalangan generasi muda yang terjadi saat ini ketika ingin mencari dan menemukan orang yang dapat dijadikan panutan, karena orang yang akan dijadikan panutan itu kini tidak ada lagi dan kalupun ada sangat susah ditemukan. Pada tahun sebelum tahun 1980-an ketika televisi (TV) belum ada anak-anak atau anak muda pada saat itu sangat patuh kepada orano-orang tua yang ada di kampung, mereka tidak memilih orang tua mana yang harus dipatuhi, apakah itu orang tuanya sendiri (kandung) ataukah paman, bibi, atau juga siapapun yang menjadi orang tua kampung itu. Demikian juga dengan orang tua pada saat itu, mereka tidak memiliki anak siapa yang harus disuruh, dilarang atau juga dimarahi yang penting menurut mereka semua yang berbuat salah harus ditegah dan yang benar harus dipapah.
Dalam benak anak pada saat itu bapak adalah sosok yang yang dijadikan panutan melebihi semua orang, bapak menitipka anak mereka kepada bapak-bapak atau orang tua lain yang ada di kampung, di tempat pengajian dan juga disekolah, sehingga dimanapun anak selalu mendapat bimbingan dan pelajaran. Dan kalau melakukan kesalahan juga akan mendapat teguran dari semua oran, tidak ada orang tua yang menganggap kemarahan orang tua yang lain kepada anaknya sebagia kebencian, karenanya kalau anak dimarahi di sekolah atau ditempat pengajian dan apabila anak tersebut mengadu kepada orang tuanya dirumah maka anak tersebut akan lebih dimarahi lagi.
Realita seperti ini sejak tahun 1980-an mulai terkikis dari kehidupan masyarakat, karena anak-anak yang belum mengenal orang yang lebih hebat dari orang tua mereka kini sudah mulai mereka kenal melalui media, tokoh-tokoh yang mereka kenal memang melebihi dari orang orang tua dan orang-orang yang selama ini mereka jadikan sebagai panutan. Kehebatan orang-orang yang mereka kenal melebihi orang-orang yang mereka kenal selama ini, dari segi pendidikan orong yang baru mereka kenal lebih tinggi, dari segi kepatuhan dan kataatan beragama orang yang baru mereka kenal lebih taat dan ibadahnya juga lebih baik bahkan juga dari segi kekayaan orang yang baru mereka kena lebih mapan.
Lebih-lebih lagi dengan perkembangan media yang begitu pesatnya, generasi muda tidak hanya melihat ketokohan seseorang dari sisi keberhasilan pendidikan, tetaatan beragama dan banyaknya harta, tetapi kini generasi muda lebih melihat ketokohan seseorang dari populeritas seseorang yang tidak memiliki nilai yang lama, bahkan ada populeritas yang bersifat karbitan yang hari ini mereka dikenal baik dan dipuji oleh semua orang tetapi besok semua orang membenci mereka karena kejahilan yang mereka kerjakan, tetapi anehnya lagi tidak lama berselang ia menjadi tokoh yang dipuji seolah tidak pernak melakukan kajahatan.
Panutan kepada tokoh yang bersifat karbitan juga biasanya tidak bertahan lama, boleh jadi karena ketidak mampuan mempertahankan diri atau juga ketokohan mereka digantikan oleh orang lain. Karena andalan ketokohan sebagaimana disebutkan adalah populeritas, maka sangat sulit mempertahankannya sehingga membuat orang yang menokohkan mereka juga menjadi membenci dan ingin mencari tokoh yang lain yang akan dijadikan panutan.
Masalahnya sekarang siapa tokoh yang sebenarnya yang akan dijadikan panutan, apakah orang tua, paman, tokoh masyarakat yang tinggal berdekatan dengan mereka yang mencari tokoh, sedangkan mereka semua sudah tergantikan oleh tokoh-tokoh yang ada di media yang ketokohannya tidak bisa bertahan lama dan kebanyakannya malah menentang norma agama dan menafikan tradisi dan adat yang berlaku.
Akhirnya kaum muda sekarang selalu hidup dalam pencarian yang tidak pernah menemukan akhir, karena mereka tidak mempunyai petunjuk seperti apa sebenarnya panutan yang harus mereka cari.
Sebenarnya Agama sudah mengajarkan ummatnya, bahwa panutan yang bisa membawa ketenangan hidup di dunia dan kedamaian diakhirat adalah Nabi Muhammad yang disebut dengan uswahtun hasanah, tetapi kendala yang didapati sekarang jauh lebih sulit karena siapa dan bagaimana Muhammad dalam hidupnya tidak pernah diajarkan kepada anak-anak dan generasi muda sekarang. Buku-buku sirah nabawi tidak pernah terjamah, kejujuran nabi tidak pernah tergambarkan dan keadilan nabi tidak pernah dicontohkan sehingga tidak dapat dirasakan hakikat dari sebuah keimanan dalam kehidupan.
Di sisi lain pengaruh media dalam kehidupan sudah memberi janji melewati batas kemampuan manusia biasa, gambaran-gambaran alam dalam khayalan sudah beranjak kepada realita yang belum pernah terbayangkan, contoh kemewahan seolah membuat pemirsa hidup dalam surga sehingga manusia merasa cukup dengan apa yang dikhayalkannya. Padahal Tuhan sudah menmenjanjikan kepada mereka yang menjadikan Nabi Muhammad sebagai panutan, mengikuti segala perintahnya dan meninggalkan segala larangannya akan mendapatkan surge sebagai tempat dikahirat kelak yang keindahan bentuk dan isinya tidak pernah terbayangkan oleh manusia sebelumnya.
*Redaktur Tafakur LintasGayo.co





