Sekda Kota Subulussalam : Penutur Bahasa Aceh Agak Eksklusif

oleh

Pra Kongres Peradaban AcehBanda Aceh-LintasGayo.co : Penutur bahasa Aceh agak eksklusif. “Saat ada penutur non Aceh, penutur bahasa Aceh cenderung tetap berbahasa Aceh. Itu pengalaman saya saat sekolah dan bergaul dengan penutur bahasa Aceh,” kata Sekda Kota Subulussalam, H. Damhuri, S.P., M.M dalam sidang komisi II Prakongres Peradaban Aceh yang diisi pembicara Prof. Abdul Gani Asyik, M.A., Wildan Abdullah, M.Pd., dan Yusradi Usman al-Gayoni, S.S., M.Hum di Banda Aceh, Sabtu (26/9/2015).

Saat ada penutur lain yang berbahasa nonaceh, sebutnya, penutur bahasa Aceh biasa menegaskan, kenapa tidak berbahasa Aceh. “Ini masalah internal kita dan seperti terkunci. Soal pasal yang menyebut syarat Wali Nanggroe fasih berbahasa Aceh juga paling saya protes. Saya tentang keras, waktu itu. Artinya, suku-suku selain Aceh jelas tidak bisa menjadi Wali Nanggroe. Padahal, Aceh tidak sebatas didiami suku Aceh, ada Gayo, Alas, Singkil, dan suku lainnya,” katanya.

Soal bahasa Singkil, jelas Damhuri, banyak persamaannya dengan bahasa Kluet, Alas, dan bahasa Gayo. “Banyak persamaannya,” sebutnya.

Menanggapi apa yang disampaikan Damhuri, Yusradi Usman al-Gayoni, menilai, penutur bahasa Aceh menganggap bahasa Aceh lebih tinggi, pun semua bahasa di Aceh setara. “Ini karena pengaruh penutur bahasa Aceh mayoritas, sehingga mereka menganggap superior. Penggunaan bahasa mestinya disesuaikan dengan tempatnya. Saya juga pernah tinggal di Banda Aceh, belajar dan berbahasa Aceh. Demikian orang Gayo lainnya, berbahasa Aceh. Kita menghargai, karena kita tinggal di pesisir,” ungkapnya.

Kondisinya, ungkapnya, akan berbeda saat penutur berbahasa Aceh merantau ke Gayo. “Mereka tetap berbahasa Aceh, walaupun tinggal di Gayo. Enggan belajar dan memakai bahasa Gayo. Karena itu tadi, mengganggap diri lebih dari yang lain,” katanya.

Ditambahkan Ketua Language Rights Institute itu, bahasa ada yang berkerabat dekat dan ada yang berkerabat Aceh. “Bahasa Gayo dengan bahasa Karo satu bahasa, sekitar 2.298 tahun yang lalu. Termasuk, dengan bahasa Alas, satu bahasa, sekitar 1.745 tahun yang lalu. Ini hasil penelitian terbaru, dan dikuatkan dengan temuan Balai Arkeologi Medan yang dipimpin Pak Ketut, menyebut nenek orang Gayo sudah mendiami Aceh, di Loyang Mendale dan Loyang Ujung Karang, sejak 7575 tahun yang lalu. Jadi, saling mempengaruhi dengan penyerapan kosakata biasa terjadi dalam bahasa,” tegas Yusradi.

Bahkan, dari hasil penelitian Balai Arkeologi Medan itu, sambungnya, memungkinkan sebaran manusia prasejarah di pulau Sumatera bermula dari Gayo. “Jadi, kalau ada pendapat Gayo dari Batak, itu salah. Malah sebaliknya, Batak yang dari Gayo. Itu dibenarkan oleh akademisi dari Batak, Prof. DR. Bungaran A Simanjuntak. Apalagi, melihat temuan dari Balai Arkeologi Medan tadi,” sebutnya.

(FA)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.