Blangkejeren-LintasGayo.co : Setelah mengetahui ada kemudahan dalam penerbitan bukunya, Njaing—kumpulan tulisan, Syamsuddin Said merasa sangat bersyukur atas pertolongan yang diberikan Allah SWT kepadanya. Sebagai wujud syukurnya.
Sekretaris Umum PGRI Cabang Gayo Lues (1959-1966) itu langsung menyiapkan naskah bukunya yang lain. “Alhamdulillah. Saya tambah semangat. Saya langsung siapkan dua naskah buku sekaligus, saking semangatnya. Terima kasih buat semua pihak yang telah membantu,” kata Syamsuddin Said, di salah satu warnet di Blangkejeren, Jum’at (18/9/2015).
Diterangkan penasihat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Gayo Lues (2010-sekarang) tersebut, naskah buku kedua juga berisi kumpulan tulisan, dan diberi judul Seraya. Seraya dalam bahasa Gayo, jelasnya, berarti upah nomang (menanam padi) dan nuling (memotong padi) yang diberikan kepada beberu (anak gadis). “Ada sepuluh tulisan dalam buku ini. Tidak terlalu banyak, seperti buku pertama, Njaing,” sebutnya.
Syamsuddin mengaku, telah memberikan naskah buku tersebut ke rental komputer, untuk diketik. “Biar cepat selesai. Kalau saya, manual, masih pakai mesin ketik ngetiknya. Kalau sudah selesai, langsung dikirim ke pihak penerbit,” katanya.
Sementara naskah buku ketiga, sambung alumni SGB Negeri Kutacane Tahun 1955 tersebut, merupakan otobiografinya. “Empat bab yang sudah selesai. Semuanya pakai mesin ketik, tidak pakai komputer. Karena saya tidak bisa mengoperasikan komputer. Dua bab lagi, masih tulisan tangan. InsyaAllah segera diketik juga,” aku pria 81 tahun ini.
Buku otobiografi ini mengisahkan perjalanannya, sampai menginjak usia 81 tahun. Selain itu, berisi tentang sejarah dan budaya Gayo dalam kaitannya dengan perjalanan hidup Syamsuiddin Said. “Apa yang saya lihat, dengar, dan rasakan, ada dalam buku ini,” sebut peserta Delegasi Besar Masyarakat Gayo Lues Menuntut Lahirnya Kabupaten Aceh Tenggara ke Takengon, tahun 1965, dan sebagai satu-satunya saksi sejarah pemekaran Aceh Tenggara dari Aceh Tengah yang masih hidup, sampai sekarang.
(AF)