Buku Tradisi Lisan Didong Karya Isma Tantawi Segera Terbit

oleh

Medan-LintasGayo.co : Dosen Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Drs. Isma Tantawi, M.A. akan segera menerbitkan buku Tradisi Lisan Didong: Bayangan Masyarakat Gayo (Deskripsi Kearifan Lokal). “Naskahnya sudah saya kirimkan ke penerbit, Mahara Publishing. Saat ini, sedang dalam proses pengajuan ISBN dan barcode ke Perpustakaan Nasional RI. Covernya juga sedang didesign dan sudah mulai dilayout,” kata Drs. Isma Tantawi, M.A. di Medan, Jum’at (18/9/2015).

Buku Tradisi Lisan Didong: Bayangan Masyarakat Gayo (Deskripsi Kearifan Lokal), sebut alumni Universiti Sains Malaysia (2006) itu, pada awalnya merupakan makalah seminar sastra lisan yang disajikan secara nasional dan internasional. Juga, beberapa tulisannnya soal Didong yang dipublikasikan di jurnal LOGAT Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, dan setelah melalui hasil penelitian.

Kata didong yang menjadi nama kesenian tradisional di Gayo Lues, terangnya, berasaskan cerita rakyat (folklore), yaitu Asal-Usul Gajah Putih). “Didong Gayo, ada dua macam. Pertama, Didong Gayo Lues. Didong Gayo Lues berkembang di Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Tenggara. Kedua, Didong Lut (Laut) yang berkembang di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah,” katanya.

Dilanjutkannya, Didong Gayo Lues pada umumnya berbentuk prosa (bebas) dan hanya pada bagian tertentu saja yang disampaikan berbentuk puisi (terikat) seperti pantun. Isi cerita di dalam Didong Gayo Lues berhubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya. Sementara itu, sambungnya, Didong Lut berbentuk puisi (terikat). Isinya tidak berhubungan secara langsung dengan bagian lainnya. Didong Lut seperti puisi yang didendangkan dan setiap puisi memiliki makna masing-masing.

“Cerita Didong dalam buku ini adalah cerita Didong Jalu yang dipersembahkan oleh Guru Didong Ramli Penggalangan dan Idris Cike di Medan pada tanggal 11 dan 12 Desember 2004. Lebih luas, Didong menggambarkan suku Gayo yang mendiami dataran tinggi Gayo, sebagai suku tertua dan suku terbesar kedua jumlah penduduknya di Provinsi Aceh. Lebih khusus lagi, menggambarkan Gayo Lues dan Didong di Gayo Lues,” sebut kata laki-laki kelahiran 7 Februari 1960 di Kampung Mangang, Kecamatan Rikit Gaib, Gayo Lues itu.

(AF)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.