Oleh : Maulida Wati Ariga*
TAK ada yang bisa melarang seseorang bermimpi indah, Cita-citanya hanya ingin membahagiakan orang tuanya. Di matanya cita-cita bukan hanya sekedar mimpi. Tetapi mimpi adalah sebuah impian yang terbesit di setiap diri manusia yang begitu indah apabila kita dapat meraihnya. Semua itu tentu dengan segala usaha yang ada, usaha itulah yang menjadikannya bisa mewujudkan mimpi-mimpinya.
Keterbatasan ekonomi tak mematahkan semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Ia adalah Siti Aminah putri dari Alm. Muhammad Rasyidin dan Rusmiati, warga kampung bersejarah “Rime (Rimba) Raya”, rumahnya tak jauh dari tugu Radio yang menyuarakan Indonesia masih ada keseluruh dunia di tahun 1949.
Sosok perempuan lulusan SDN Rimba Raya tahun 2002 yang sering di sapa “Mina” ini sangat menginspirasi banyak orang. Terutama dalam meraih pendidikan. Bagaimana tidak, Mina berasal dari keluarga terbilang sederhana itu nekat kuliah hanya dengan modal Rp.85.000. Perjuangannya dalam menempuh pendidikan bukanlah mudah. Berbagai cara telah Ia tempuh hanya untuk mendapatkan gelar sarjana.
Lulusan SMPN I di Ronga-ronga (2005) dan setelah SMAN I Timang Gajah (2008) nasib baik belum berpihak kepada Mina. Pasalnya saat itu banyak ujian yang mengerubunginya.
“Awalnya saya ingin melanjutkan kuliah jalur undangan ke Universitas Negeri Medan (Unimed), hanya saja saat itu ayah saya meninggal dunia. Sejak kepergian ayah, aku mengambil inisiatif untuk hijrah ke Banda Aceh. Meskipun hanya modal Rp 85.000,” tuturnya saat diwawancarai di salahsatu cafe di Takengon.
Banyak orang di luar sana yang mampu secara materi, namun sering menyia-nyiakan kesempatan untuk belajar lebih baik. Ada juga orang-orang yang berhenti kuliah hanya dengan alasan tidak ada modal atau alasan lainnya. Namun semua itu tidak terbesit dalam benak Mina. Dia adalah sosok yang mandiri dan tidak pernah takut dengan segala tantangan dihadapannya. Darah Qurrata ‘Ain “Mpu Beru” dan Cut Nyak Dhien telah mengaliri setiap sel-sel sarafnya. Sehingga segala bentuk tantangan hidup bukanlah sesuatu yang di tangisi melain sesuatu yang kejar dan dapat di ubah.
Bekerja sambil kuliah adalah sebuah aktivitas harian Mina ketika ia mengambil Sarjana Ilmu Perpustakaan di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Sosok yang juga di kenal periang itu tak pernah memilih pekerjaan.
“Apapun pekerjaan yang penting halal”. Itulah patokan hidup Mina saat Ia mengalami masa-masa sulit hidup di Kota Banda Aceh. Impiannya untuk memberikan kado Sarjana untuk Ibunya pun kini telah terwujud dengan segala perjuangannya yang ada. Mulai dari pekerjaan menjajakan kue basah, menjual pulsa, kerja di warung kopi, cleaning service, baby sister, surveyor, tim auditor, sampai ke kuli tinta alias wartawan. Itulah selingan Mina bekerja sambil kuliah mulai dari awal hingga di panggung kemenangan menjadi seorang Sarjana.
Tak Pernah Finish
Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina, begitu titah sebuah hadis yang sekalipun lemah derajatnya, namun Mina menunaikannya. Dengan IPK Cumlaude 3,62, Mina kini mulai merajut mimpi ke jenjang yang lebih tinggi. Tetapi untuk mengwujudkan mimpinya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setelah sarjana hampir semua Intansi pemerintah dan non pemerintah menolak lamarannya. Kemudian ia memilih untuk tes S2 dalam dan Luar Negeri. Lima Universitas Luar dan dalam Negeri menolak Mina. Turki dua kali, Amerika, India, dan terakhir Universitas Gadjah Mada.
“Namun, hanya ada satu harapan yang tersisa saat itu, yaitu China,” katanya mengenang. Tak ada kegagalan yang tak berakhir. Namun dengan do’a dan ikhtiar yang kuat akhirnya ia di terima di salah satu kampus ternama di Tiongkok yaitu Chentral China Normal University (CCNU). Perjuangan yang panjang dan juga melelahkan. Tetapi bagi Mina itu hanya bunga-bunga kehidupan.
“Pelari tidak akan pernah berhenti sebelum sampai di garis finish. Itulah yang membedakan kita dengan manusia lainnya. Jangan pernah berhenti sebelum engkau dapat meraihnya. Jadikanlah setiap kegagalan itu sebagai pelajaran dari setiap nafas kehidupanmu, maka engkau akan merasa dekat dengan Takdir-takdir Tuhan,” tegasnya penuh semangat.
Mimpi-mimpinya untuk melanjutkan S2 ke Luar Negeri kini telah terwujud. Meskipun dengan modal bahasa Inggris yang belum fasih, Ia tetap berjuang untuk bisa menjadi yang terbaik di Negeri Tirai Bambu tersebut. Mimpi-mimpinya tidak hanya terhenti sampai di sana. Bahkan Ia berharap setelah lulus Master kelak, Ia bisa berbagi pengalaman dan ilmunya kepada generasi-generasi Aceh. Terkhususnya bagi mereka yang terhenti sekolahnya karena alasan-alasan tertentu.
“Cita-cita saya kelak hanya ingin menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain. Semua itu akan saya awali dengan mengubah hidup saya dengan belajar lebih giat. Dengan itu saya bisa berbagi ilmu, pengalaman, kepada adik-adik yang sedang menempuh pendidikan di Aceh, khususnya Gayo,” jelas mahasiswa Master Library and Science di Central China Normal University (CCNU) Tiongkok ini.
Ia juga berharap agar generasi Gayo-Aceh, tanah tempatnya lahir dan dibesarkan tidak bermalas-malasan untuk belajar. Karena hanya dengan belajarlah bisa mengubah nasib manusia menjadi lebih baik. Semua itu harus di awali dari kemauan diri sendiri, dukungan keluarga, dan juga sering membaca buku-buku agar semangat tetap terjaga.
“Generasi Aceh harus bisa mandiri, berahklak baik, dan berpendidikan tinggi untuk menunjang masa depan yang lebih baik,” harap Mina mengakhiri wawancara.
*Penulis, siswi IPA 1 MAN Rukoh Banda Aceh