Perjalanan Spiritual

oleh

Catatan Drs. Jamhuri, MA*

jamhuriSEORANG yang pernah menjadi mahasiswa datang kepada saya dan ia bercerita banyak tentang pengalaman pengalaman pendidikan yang ia lewati, sejak pertama ia sekolah di Bireuen kemudian di Banda Aceh dan terakhir ia nyantri di Jogjakarta. Dari pengalamannya terkesan kalau pendidikan yang lebih memberi arti dalam kehidupannya adalah pendidikan terakhir yang kini sedang dijalani.

Ketika belajar di Bireuen ia merasa tidak banyak mendapat ilmu yang bermanfaat untuk lehidupannya karena tidak banyak pelajaran yang dia ambil dari kehidipan orang-orang sekitar dia, juga ketika ia kuliah di Fakultas Dakwah UIN Ar-Raniry, ia menjalani kuliah bagaikan air yang mengalir tanpa ada hambatan dan permasalahan. Namun ketika ia di Jogja ia bertemu dengan guru-guru yang mengajar uang mempunyai pola yang berbeda, guru-guru yang mengajar tidak lagi memahami agama dalam kontek ibadah tetapi lebih luas dan sudah masuk ke ranah beribadah dengan harta yang dimiliki. Pesantren tempatnya belajar tidak lagi berjalan dengan proposal dan bantuan pemerintah tetapi sudah hidup dengan usaha sendiri bahkan tidak lagi memungut biaya kepada santri yang belajar.

Karena ketertarikannya dengan pesantren dimana ia belajar sehingga ia bercita-cita nanti kalau ia selesai nyantri dari tempat tersebut ia akan membangun pesantren dengan pola yang sama.

Sebagai orang yang dianggap lebih tua dan pernah menjadi penguji skripsi ketika mengambil gelar sarjana S1 saya mengingatkannya tentang beberapa hal dalam hubungannya dengan pengalaman hidupnya.

1. Jangan menganggap perjalanan hidup yang lalu itu tidak mempunyai arti, karena kehidupan hari ini merupakan kelanjutan masa lalu. Apalagi perjalanan pendidikan yang dilakukan sejak awal sampai hari ini. Saya membuat teori dari apa yang dialami dengan menyebut, kalau ibarat makanan ketika ia sekolah di Bireuen hanya sekedar makan untuk bertahan hidup, lalu ketika ia kuliah di Banda Aceh mulai meningkat dengan tidak hanya sekedar makan tetapi sudah merasakan bagaimana enaknya makanan kemudian ketika nyantri sekarang ia sudah menemukan bagaimana nikmatnya makanan yang ia makan.

2. Kalau pola yang dialami sekarang jauh lebih meberi makna untuk kehidupan maka janganlah hanya belajar tentang kitab-kitab yang diajarkan di kelas tetapi belajarlah dari lingkungan dimana tempat belajar. Karena belajar dari lingkungan yang berjalan dan berubah akan lebih banyak mengajarkan kita akan kehidupan masa depan.

Itulah bincangan seorang yang lebih dituakan dengan orang muda yang sedang mencari jati diri. Semoga memberi manfaat.[]

*Pengajar di UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.