
JAKARTA-LintasGayo.co: Pemerintah harus konsisten dengan aturan menyangkut usulan daerah otonomi baru (DOB). Pasalnya, terbentuknya daerah pemekaran lebih sering karena faktor kepentingan elite ketimbang kajian yang ilmiah. Akibatnya, data di Kemendagri menyebutkan lebih dari 90 persen daerah hasil pemekaran justru gagal.
Demikian dikatakan Direktur Kajian Pusat Kebijakan Daerah, Ahmad Nabil Fauzi kepada SH, di Jakarta, Senin (13/7). Ia menanggapi pernyataan Kemendagri yang menyebutkan dalam tiga bulan terakhir sudah muncul 115 usulan daerah otonomi baru.
Menurutnya, masalah di balik pembentukan DOB adalah dominannya kepentingan politik. Ia mengungkapkan, dalam undang-undang sebenarnya sudah cukup jelas, setiap usulan pembentukan DOB memerlukan kajian mendalam. Bahkan, kini untuk menjadi DOB harus melalui daerah persiapan selama tiga tahun. Jika daerah tersebut dinyatakan siap akan diloloskan menjadi DOB. Jika tidak, akan diperpanjang setahun sebelum akhirnya lolos atau kembali ke daerah induk.
Namun, pembentukan DOB sejak era pemerintahan lalu, lebih terkait kepentingan politik. “Ada relasi kekuasaan antara elite partai politik di tingkat lokal maupun daerah yang bermain,” katanya. Akibatnya, dalam realitas justru lebih banyak kegagalan yang dialami daerah-daerah tersebut.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Soni Sumarsono, menyatakan sampai saat ini sudah ada 202 usulan daerah pemekaran yang masuk di Kemendagri. Namun, sampai 2015, desa ideal pemekaran daerah hanya 11 provinsi dan 46 kabupaten/kota.
Menurutnya, 202 usulan DOB itu berasal dari 87 usulan lama yang belum diproses dan 115 usulan baru. “Jadi, dalam tiga atau empat bulan, berkembang hingga 100 daerah. Bulan depan masih bisa tambah lagi,” tuturnya.
Kondisi ini, menurut Sumarsono, perlu mendapat perhatian serius. Pasalnya, berdasarkan pertimbangan geografis, idealnya jumlah daerah di Indonesia hingga 2025 bisa ditambah 11 provinsi dan 46 kabupaten/kota.
“Nah, usulan-usulan ini kalau nggak direspons mereka akan marah. Perlu ada proses dialogis, bagaimana memenuhi kebutuhan tanpa melanggar aturan. Misalnya ada juga pandangan, usulan yang lama (87 DOB-red), disebut karena usulan lama, maka memakai undang-undang yang lama. Jadi harus diputus,” ujar Sumarsono.
Namun Kemendagri, katanya, tetap akan mengkaji usulan DOB berdasarkan Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah; bahwa sebuah daerah harus memenuhi sejumlah persyaratan dan harus melalui daerah persiapan, sebelum ditetapkan menjadi DOB.
“Kesimpulannya, kalau nanti disetujui harus melalui daerah persiapan. Tiga tahun tidak berhasil, masih bisa kompromi 1-2 tahun. Kalau tidak berhasil juga akan dikembalikan ke daerah induk,” ujarnya.
Saat ditanya kapan Kemendagri mulai membahas usulan DOB, Sumarsono mengatakan begitu Peraturan Pemerintah (PP) tentang Desain Besar Penataan Daerah (Disertada) dan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan DOB, diselesaikan.
“Ditjen Otda sudah bergerak. Senin (13/7) ini akan ada langkah persiapan. Yang mau cuti dibatalkan. Kumpul semua selesaikan PP Direstada dan revisi PP Tata Cara Pembentukan DOB. Jadi sudah hampir selesai. Soal tata cara clear, cuma daerah persiapan harus ada eksplorasi, masih ada perbedaan persepsi para ahli. Misalnya gubernur daerah persiapan atau wilayah administratif. Satu dua bulan bisa selesaikan PP Disertada,” ujar Sumarsono.[]