Seumur Hidup, Urang Gayo Punya Banyak Nama

oleh

Catatan Kha A Zaghlul*

Ilustrasi anak-anak Gayo. (LGco_Munawardi)
Ilustrasi anak-anak Gayo. (LGco_Munawardi)

URANG Gayo yang mendiami wilayah tengah Aceh (Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, sebagian Aceh Tenggara, Aceh Timur dan Aceh Tamiang) sepanjang hidupnya tidak menyandang 1 nama saja jika diberkahi umur panjang hingga beranak cucu.

Seorang laki-laki Gayo yang baru dilahirkan dipanggil/disapa dengan Win/Ujang, dan Ipak/Etek jika perempuan. Nama ini makin jarang disebut seiring pertambahan usia dan berkurangnya kerabat yang statusnya dalam keluarga atau lingkungan lebih tinggi dari yang bersangkutan, misalnya kakek/nenek, ayah/ibu. abang/kakak dan lain-lain.

Penamaan Win/Ujang dan Ipak/Etek ini juga menghilang karena yang bersangkutan sudah diberi nama setelah 7 hari pasca dilahirkan yang dikenal dengan istilah turun mani. Namun kerap disebut kembali oleh kerabat yang lebih tinggi Tutur-nya (baca : 63 Tutur dalam Masyarakat Gayo) sebagai pertanda yang disapa dan yang menyapa adalah kerabat dekat. Sering juga terucap oleh orang lainnya yang lebih tua yang tidak tau atau lupa nama seseorang, maka dia memanggilnya dengan Win/Ujang atau Ipak/Etek. 

Urang Gayo akan bertambah namanya sesaat setelah menjalani aqad nikah, pengantin pria dengan sebutan Aman Mayak, dan wanita Inen Mayak. Setelah dianugerahi keturunan, maka berubah lagi nama yang bersangkutan. Jika anaknya laki-laki menjadi Aman/Inen Win dan perempuan Aman/Inen Ipak.

Nama sepasang suami istri ini kemudian bertambah lagi saat anak pertamanya (sulung) diberinama. Jika nama anak pertamanya Amiruddin, maka sebutan ayah ibunya bertambah menjadi Aman/Inen Amiruddin atau Aman/Inen Amir yang maksudnya Ayah/Ibunya si Amiruddin. Biasanya disesuaikan dengan nama panggilan anaknya tersebut, Aman/Inen Amir.

Penamaan seperti ini dalam bahasa Gayo diistilahkan dengan Peraman/Perinen.

Seterusnya setelah seseorang menjadi kakek/nenek (Awan/Anan), nama panggilan kembali bertambah menjadi Mpun Amir, maksudnya kakek/nenek si Amir.

Posisi dalam keluarga, bentuk wajah, warna kulit dan terjadinya suatu peristiwa bersejarah dalam hidup seseorang juga kerap memunculkan nama lain bagi seorang Urang Gayo. Munculnya nama lain ini disebut Perasin.

Panggilan Mok berasal dari Gemok yang maksudnya panggilan kesayangan untuk seorang perempuan bentuk mukanya bulat. Panggilan Oteh yang maksudnya untuk yang berkulit putih, Item untuk berkulit hitam manis, Onot panggilan kesayangan untuk yang berpostur badan pendek, dan lain-lain. Selanjutnya nama panggilan Ucak atau Ecek artinya kecil, jika postur badan seseorang lebih atau paling kecil dalam keluarga atau lingkungannya,

Uniknya, terkadang seserang tidak berkulit hitam, namun tetap juga disapa Item, tidak pendek dipanggil Onot. Penyebabnya, sangat mungkin karena subjektifitas pemberi nama tersebut, biasanya karena suka atau sayang.

Peristiwa bersejarah, profesi, domisili juga kerap melahirkan nama lain bagi seseorang. Seorang warga Gayo yang diceritakan pernah menangkap Kule (harimau), hingga saat ini namanya dikenal sebagai Yan Kule (baca : Eksklusif: Tangan Kosong Pria ini Selalu Bunuh Harimau).

Karena banyaknya orang bernama Jamal, maka untuk memudahkan siapa yang dimaksud, jika profesinya sebagai guru maka namanya menjadi Jamal Guru.

Penamaan karena domisili, contohnya panggilan “Bakar” nama pendek dari Abu Bakar yang banyak dipakai di Gayo. Seorang diantara yang punya nama Abu Bakar berdomisili di kampung Gunung, maka namanya kemudian menjadi populer dengan Bakar Gunung.

Nama juga sering dikait-kaitkan dengan jabatan politik atau keagamaan yang pernah dipangku seseorang walau yang bersangkutan tidak lagi menjabat posisi tersebut. Melekatnya nama ini sepanjang hidup lazimnya sebagai bentuk penghormatan yang tentu karena dinilai positif oleh masyarakat selama menjabat. Penamaan yang umum biasanya Gecik (kepala desa) Tue, Imem (imam) Tue, dan lain-lain.

Urutan kelahiran sulung memunculkan nama Win Kul, Abang Kul, Aka Kul, Ama Kul, Ine Kul, Awan Kul dan lain-lain. Kul disini bukan bermakna besar, tapi Sulung yang kerap juga disebut dengan Uwe.  Posisi di tengah, muncul panggilan Ngah, Aka Lah, Ine Lah, Ama Lah dan lain-lain. Dan jika di posisi bungsu, biasa disapa Encu.

Satu catatan lain, penyebutan nama asli seorang ayah ibu atau sosok yang dituakan, dihormati menjadi pantangan dalam keluarga masyarakat Gayo. Pantangan ini mulai luntur seiring perkembangan zaman.[]

*Warga Takengon

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.