Soal Pemekaran, Iwan Gayo Sarankan Polling

oleh

buku iwanTakengon-LintasGayo.co : Mantan Kepala Humas Komite Percepatan Pemekaran Provinsi Aceh Leuser Antara (KP3ALA) Pusat, Iwan Gayo, menyambut baik compaign Nawi Sekedang, Ketua Pembela Tanah Air (PETA) Aceh Tenggara tentang Aceh Leuser Antara (ALA), Provinsi baru yang diimpikan oleh rakyat se-Gayo Raya (Gayo , Batak dan Melayu) di Provinsi Aceh.

Nawi Sekedang, bersama mantan bupati Agara Armen Desky, dalam Rapat Koordinasi PETA Agara Mei lalu tegas mengatakan pihaknya meminta para mahasiswa yang tergabung dalam kepengurusan PETA untuk menyampaikan dan mensosialisasikan tentang sejauh mana sudah perjuangan pembentukan ALA kepada masyarakat. (Baca : Ada Yang Tolak ALA, Armen dan Nawi Angkat Bicara).

Menanggapi pernyataan kedua tokoh Aceh Tenggara itu, HM Iwan Gayo merespon dan memberi dukungan penuh. “Bentuk dan kirim delegasi resmi  ke DPR-RI untuk mempertanyakan, seperti apa nasib RUU Usul Inisiatif DPR-RI tentang provinsi Aceh Leuser Antara yang pada tahun 2006 sudah disetujui untuk disahkan oleh 9 Fraksi di DPR waktu itu (1999-2004)”, kata Iwan dalam siaran pers yang diterima LintasGayo.co, Jum’at 10 Juli 2015.

Penulis Buku Pintar ini memberi gagasan agar diadakan polling atau jajak pendapat  ulang untuk meng-amandemen-kan isi RUU ALA yang sudah rampung di DPR  tetapi dihadang dan dikubur oleh penguasa Aceh periode sebelumnya.

“Umumkan kepada publik dan kompetisikan pengacara-pengacara baru di Ibukota RI, dan seantero negeri, untuk tampil membela hak-hak rakyat ALA dan mengantar komite ke gerbang Mahkamah Konstitusi RI. Rekrut kembali Palmer Situmorang dkk yang telah merintis perjuangan pemekaran sejak sebelum lahirnya nama ALA”, ujar Iwan.

Iwan mempertegas tentang polling atau jajak pendapat yang dia maksud. “Polling wajib diadakan, karena kita mau galang dukungan rakyat  tentang banyak hal,” kata Iwan.

Masyarakat pro pemekaran di Aceh juga perlu mempertanyakan seperti apa tekanan dan ancaman Gubernur Aceh saat itu sehingga Wapres Jusuf Kalla waktu itu  begitu mudah memveto Usul Inisiatif DPR tentang ALA yang sudah rampung untuk tidak ditandatangani Presiden SBY. “Padahal UU ALA  itu dikawal ketat oleh 430 Kepala Desa yang datang ke Jakarta dari Bener Meriah, Aceh Tengah dan Singkil untuk unjuk rasa aspirasi pemekaran yang ada di provinsi Aceh itu,” ungkapnya.

Dia juga mempertanyakan mengapa pula provinsi Banten, Riau Kepulauan dan Gorontalo yang notabene ketiganya adalah UU hasil Inisitif DPR, sama sekali tidak ada hambatan dari Pemerintah.

“Dan bukankah mantan Gubernur DKI dan mantan Mendagri  Surjadi Sudirdja sudah memberi ultimatum bahwa  provinsi Aceh harus dimekarkan untuk memberi keadilan kepada bagsa Gayo, Batak (Alas, Kluet, Singkil, Pak-pak, Dairi, dll) dan Melayu Tamiang yang nyata-nyata  sepanjang zaman sangat pro NKRI dan tidak mendukung  pemberontakan DI-TII (1953-1959) dan Gerakan Aceh Merdeka (1976-2005),” ujar Iwan bernada tanya.

Ditegaskan Iwan, hendaknyalah Pemerintah RI mempertimbangkan  jasa-jasa  (terutama) rakyat Gayo yang telah menyelamatkan proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustu 1945.

“Ingat bahwa ketika Presiden Sukarno dan Wapres Hatta ditangkap Agresi Polisionil Hindia Belanda di Jogya dan dipenjarakan di Prapat Danau Toba, bukankah Mujahid dan Muslimin Gayo yang melindungi dan memancarkan Radio ke manca negara untuk menyampaikan pesan ke PBB bahwa  Republik Indonesia masih ada dan masih hidup.  Radio disembunyikan di Rimba Raya, sedangkan Presiden Darurat RI Mr. Syarifuddin Prawira Negara diberikan “istana” di Burni Bies, keduanya di Dataran Tinggi Tanah Gayo, yang secara historis memang sangat disegani Belanda,” papar Iwan Gayo.

Dataran Tinggi Tanoh Gayo yang paling akhir diduduki Belanda (1904) sedang di pesisir Aceh sudah mutlak jatuh ke tangan Belanda (1873).  Belanda sudah membangun infrastruktur (jalan raya dan kereta api) pada tahun 1874, tetapi Pemerintah Kerajaan Belanda masih harus memerangi Gayo dengan menugaskan  Snouck Hurgronje (1901) menyelidiki seperti apa Mujahid Muslimin Gayo yang gagah perkasa itu ?

Apa sesungguhnya hasil penyelidikan Snouck Hurgronje yang pintar dan kejam, sehingga hanya dalam masa satu tahun sudah bisa membuat monografi berjudul “De Gayo Hetland”, dan dalam tempo satu tahun bisa memberi rekomendasi kepada Pemerintah Kerajaan Belanda untuk membantai  hampir 3,000  warga  Gayo dan Batak Alas yang berkumpul di 10 benteng perlindungan ?.

“Kita tidak ikhlas membiarkan dan melupakan tragedi berdarah pembantaian Brigade Marsose Belanda pimpinan Van Daalen. Kita belum ikhlas membiarkan Pemerintah RI mengabaikan aspirasi rakyat Gayo (2004-2009) yang tidak mendatangani  UU Usul Inisiatif DPR tentang ALA,” tandas wartawan peraih penghargaan Adinegoro Iwan Gayo. (*)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.