Catatan Perjalanan Fathan Muhammad Taufiq*
Eksotisnya batik tulis Madura tentu saja kini sudah menjadi salah satu pesona wisata pulau Madura, kalau dulu batik Madura nyaris hanya “dipandang sebelah mata” karena “kalah pamor” dengan batik Pekalongan atau Solo, tapi kini batik Madura sudah semakin eksis, bahkan sudah merambah manca negara seperti kawasan Eropa, Amerika dan Asia sendiri
Batik memang sudah jadi pruduk seni dan budaya hampir seluruh wilayah Indonesia, kalo dulu orang hanya mengenal batik Pekalongan, Jogja atau Solo, kini di setiap daerah di negeri ini, begitu mudahnya kita mendapatkan berbagai jenis batik dengan kekhasan masing-masing, ada batik Bugis/Banjar, batik Sumbawa, batik Tapanuli, batik Bali dan sebagainya.
Salah satu jenis batik yang menurutku punya ciri khas dan eksotisme tersendiri, adalah batik khas Madura, batik tulis yang dihasilkan oleh para pengrajin di Bangkalan, dan Pamekasan ini terlihat unik dan cantik. Keunikan batik tulis Madura ini adalah bahwa setiap batik yang dihasilkan oleh pengrajin memiliki motif berbeda satu dengan lainnya, kalo anda menginginkan lebi dari satu pasang atau satu potong batik tulis Madura, anda akan kesulitan mendapatkannya, karena motif abstrak dari batik tulis Madura ini biasanya hanya “diproduksi” satu potong saja, kalo yang agak-agak mirip sih ada, tapi kalo mencari dua potong batik tulis Madura dengan warna dan motif yang sama persis, sepertinya sesuatu yang sangat sulit untuk mendapatkannya.
Kenapa bisa begitu, menurut penjelasan Hj. Masruroh, seorang pemilik galeri batik tulis Madura di daerah Bangkalan, kebanyakan pengrajin batik tulis di Madura tidak mengguakan pola, tetapi murni hasis imajinasi dan improvisasi dari masing-masing pengrajin. Meski demikian motif batik tulis Madura, tetap saja memiliki “pakem” tersendiri dari segi motif, secara umum batik tulis Madura menggunakan motif sekar jagad, motif daun, motif burung, motif tanjung bumi dan motif akar, kain yang digunakan pun hanya dua jenis yaitu sutra dan katun.Tentu beda dengan batik cap atu printing yang menggunakan pola yang sama, sehingga bisa menghasilkan ratusan potong batik dengan motif sama. Kekuatan imanijasi para pengrajin batik tulis Madura inilah yang justru menjadi kekhasan dari jenis batik dari pulau penghasil garam ini. Penjelasan Masruroh memang tepat sekali, dari ratusan bahkan ribuan potong kain, kemeja dan gaun yang terpajang di galerinya, tidak satupun yang memiliki corak, warna dan motif yang sama.
Keunikan atau tepatnya kelebihan lain dari batik tulis Madura disbanding dengan batik tulis lainnya, kata Masruroh adalah semakin sering dicuci, batik tulis Madura justru warna dan matifnya kan semakin “ngejreng”, khususnya untuk batik yang berbahan dasar katun. Lagi-lagi penjelasan pemilik galeri itu saya benarkan, karena kemeja batik Madura yang saya beli kurang lebih empat tahun yang lalu, sampai sekarang warnanya tidak pudar, bahkan makin terlihat “hidup”.
Untuk ukuran batik tulis yang notabene “hand made”, batik tulis Madura juga nggak mahal-mahal amat, dan rasanya cocok untuk oleh-oleh buat teman, relasi atau saudara bagi saya, wisatawan amatir yang berkantong cukup “cekak” ini. Untuk kemeja atau bahan kemeja batik dengan bahan katun, harganya berkisar antara Rp 75.000,- sampai Rp 150.000,- per potong, sementara yang berbahan sutra agak lumayan mahal berkisar antara Rp 350.000,- sampai Rp 500.000,- per potongnya, tapi harga tersebut masih tergolong “murah” jika dibandingkan dengan tingkat kesulitan pengrajin untuk menghasilkan karya-karya eksotis tersebut.
Beberapa tahuun terakhir, batik tulis Madura mengalami perkembangan yang sangat pesat, selain dari segi kuantitas produksi yang semakin meningkat, juga sudah terjadi “evolusi” dan inovasi dai kalangan para pengrajin batik itu sendiri. Kalo dulu, batik Madura dicirikan dengan warna-warna “berani” yang bagi sebagian orang mungkin berkesan “norak” seperti warna merah menayala, kuning dan hijau muda, tapi sekarang para pengrajin sudah mulai “berani” melewati pakem warna tersebut, warna-warna gelap seperti hitam, biru tua dan coklat serta warna-warna pastel juga sudah tidak “tabu” lagi sebagai pilihan warna bagi para pengrajin, sehingga batik Madura yang anda lihat sekarang jauh lebih variatif baik motif maupun warnanya. Masih menurut Masruroh, saat ini batik Madura sudah berkembang dengan lebih dari seribu motif khas yang hanya akan anda jumpai pada batik khas daerah yang terkenal dengan karapan sapinya ini.
Eksotisme batik tulis Madura tentu saja menjadi salah satu pesona wisata pulau Madura, kalo dulu batik Madura nyaris hanya “dipandang sebelah mata” karena “kalah pamor” dengan batik Pekalongan atau Solo, tapi kini batik Madura sudah semakin eksis, bahkan sudah merambah manca negara seperti kawasan Eropa, Amerika dan Asia sendiri. Tanpa sengaja saya sempat ketemu pasangan suami isteri asal Perancis yang memperkenalkan diri sebagai Patrick dan Bella, keduanya asyik menelisik detil batik Madura di galeri milik Hj. Masruroh yang cukup terkenal itu. Dengan “bahasa isyarat” kedua bule itu mengacungkan jempolnya untuk produk karya seniman-seniman batik Madura tersebut.
Kreatifitas dan inovasi para pengrajin batik tulis Madura ini memang pantas di acungi jempol, selain tetap mempertahankan motif dan cara tradisional yang menjadi ciri khas batik Madura sampai saat ini, mereka juga tidak berhenti berkreasi dengan “eksperimen” baru untuk mengembangkan batik Madura, tentu saja dengan tidak menghilangkan cirri spesifiknya yang saat ini sudah mulai dikenal di manca negara.
Penasaran dengan proses pembuatan batik tulis Madura, saya pun coba “mengorek” keterangan dari seorang mahasiswi Universitas Trunojoyo yang kebetulan ketemu di rumah saudara saya di seputaran Kamal, Istiqomah, nama mahasiswi itu. Dia mengatakan berasal dari keluarga pengrajin batik Madura di Pamekasan, ibu dan ketiga kakaknya setiap hari mampu menghasilkan 5 sampai 6 potong kain batik hanya dengan peralatan membatik yang cukup sederhana, dia sendiri kemudian berperan sebagai “sales” untuk produk home industry keluarganya itu, dia juga mengatakan bahwa biaya kuliahnya ditopang dari penghasilan keluarganya sebagai pengrajin batik. Seminggu sekali dia “pulkam” ke Pamekasan untuk mengambil batik-batik yang sudah dibuat oleh iu dan kakak-kakaknya itu, terkadang dia menyetorkan ke galeri-galeri batik di Bangkalan maupun di Surabaya, tapi sesekali kalo tidak sedang ada kesibukan di kampus, dia juga menjajakan batik-batiknya di lokasi-lokasi wisata di seputaran Madura. Menurut Isti, nama panggilan mahasiswi itu, membuat batik Madura tidaklah terlalu sulit, hanya saja butuh ketelitian dan harus memasukkan unsur “rahasia etnik” Madura dalam setiap karya batik yang dibuat, itu yang membuat tidak semua orang bisa membuat batik khas Madura, karena menurut Isti, tanpa ciri khas etnik yang menjadi “rahasia perusahaan” itu, batik-batik yang dihasilkan akan kehilangan esensi dan “ruh” sebagai batik Madura.
Eksotisme batik Madura yang awalnya lahir dari karakter masyarakat Madura yang lugas, tanpa basa-basi bahkan cenderung “keras” itu, ternyata telah membawa batik Madura semakin memperkaya khazanah perbatikan di negeri ini, rasanya belum pantas kita menyebut diri sebagai pecinta batik, kalo belum mengoleksi batik Madura. Penasaran, silahkan kunjungi galeri-galeri batik yang sekarang sudah “menjamur” di setiap sudut pulau Madura bahkan di Surabaya dan sekitarnya. Eksotisme wisata Madura seperti karapan sapi atau indahnya panorama pantai Lombang, pantai Siring Kuning, pantai Nepa dan hutan keranya atau pulau Kangean, rasanya tidak lengkap jika tak membawa batik tulis Madura sebagai oleh-oleh. Madura memang eksotis, se eksotis batiknya.