Takengon-LintasGayo.co : Buku karya penulis Gayo, Yusradi Usman al-Gayoni, kembali akan terbit. “InsyaAllah dalam minggu ini sudah naik cetak. Namun, dicetak terbatas. Rencanya, dibedah dulu di Gayo Lues. Hari ini, ISBN-nya diurus pihak penerbit, Mahara Publising ke Perpustakaan Nasional RI di Salemba,” kata penulis buku Tutur Gayo kepada LintasGayo.co, Senin (25/5/2015)
Buku itu, terangnya, khusus berisi tentang istilah kekerabatan atau tutur yang digunakan masyarakat Gayo Lues. Dijelaskannya, orang Gayo menyebar ke pelbagai tempat. Daerah persebaran mereka yang kemudian memengaruhi penamaan suku Gayo. Salah satunya, Gayo Lues, selain Gayo Lut dan Gayo Deret di Takengon dan Bener Meriah. Termasuk, Gayo Lokop/Serbejadi di Aceh Timur dan Gayo Kalul di Aceh Tamiang.
“Disamping Gayo Lues, tutur ini banyak dipakai di Alas, Aceh Tenggara. Karena, masyarakat Gayo Lues banyak yang mendiami Aceh Tenggara. Apalagi, dulu, Gayo Lues masih bergabung dengan Aceh Tenggara, sebelum mekar tahun 2002,” kata Yusradi yang sebelumnya sudah menerbitkan dua buah buku tentang tutur (Tutur Gayo Edisi I 2012; Tutur Gayo Edisi II 2014).
Dilanjutkannya, dari sisi jumlah, tutur yang ada di Gayo Lut dan Gayo Deret lebih banyak dari Gayo Lues. Namun, tutur di Gayo Lut dan Gayo Deret sudah mulai tidak dipakai. Masyarakat di sana lebih cenderun menggunakan tutur nongayo. Misalnya, bapak (ama) dan mamak atau ibu (ine).
“Masyarakat Gayo Lues masih menggunakan tutur Gayo dalam kehidupan sehari-hari. Sementara, tutur di Takengon dan Bener Meriah mulai ditinggalkan,” sebutnya. (GM)