GPS Collar Minimalisir Dampak Amukan Gajah Liar

oleh
Foto :  WWF-Indonesia/Supriyanto
Foto : WWF-Indonesia/Supriyanto

Banda Aceh-LintasGayo.co : Wilayah Kabupaten Bener Meriah yang  memiliki topografi relatif datar adalah habitat favorit gajah. Dan karena saat ini manusia hidup berbagi wilayah dengan gajah-gajah liar yang sudah menghuni daerah ini sejak lama, tentu saja Bener Meriah menjadi wilayah yang rawan serangan gajah. Demikian diungkapkan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Genman S. Hasibuan saat dihubungi LintasGayo.co, Selasa 27 Januari 2015.

“Pembukaan dan alih fungsi Hutan yang marak di sekitar wilayah ini jelas mengganggu habitat gajah dan meningkatkan resiko serangan gajah ke perkampungan penduduk,” kata Genman.

Menurut dia, BKSDA Aceh telah mengetahui adanya satu kelompok gajah yang terdiri dari 27 ekor individu dengan 6 ekor diantaranya adalah anak gajah yang menjadikan Bener Meriah sebagai wilayah jelajahnya. Kelompok yang sama juga menjelajah ke Bireuen, Aceh Utara sampai Aceh Timur.

GPS Collar
Dengan diketahuinya keberadaan kelompok gajah ini, kata Kepala BKSDA Aceh ini, sebenarnya dampak serangan gajah liar bisa diminimalisir dengan sebuah sistem peringatan dini. Ini bisa dilakukan kalau gajah-gajah di dalam kelompok tersebut dipasangi alat pendeteksi keberadaannya yang lazim disebut GPS Collar. “Dengan adanya alat ini keberadaan gajah bisa dipantau selama 24 jam dan posisi gajah tiap menit bahkan detik bisa dipastikan,” ungkap Genman.

Pria berdarah Batak ini menyebutkan kalau seekor gajah dari kelompok ini sebenarnya sudah dipasangi GPS Collar, tapi gajah dalam satu kelompok ini kadang-kadang berpisah dari kawanannya. Genman memastikan bahwa gajah liar dari kelompok ini yang telah dipasangi GPS Collar ini tidak terlibat dalam serangan di Bener Meriah, sebab dalam pantauan BKSDA Aceh yang mengamati pergerakan gajah ini siang dan malam, sejak 14 Januari silam sampai saat memberi penjelasan kepada LintasGayo.co ini berlangsung, gajah tersebut hanya hilir mudik di sepanjang aliran sungai Peusangan dan pernah sekali naik ke daerah Gunung Geureudong.

“Semakin banyak GPS Collar yang dipasang, akan semakin akurat pula deteksi keberadaan gajah dalam kelompok ini, sehingga ketika mereka mendekati perkampungan, warga bisa diperingatkan dan kalau ancaman potensinya besar. BKSDA bisa langsung menyiapkan mobilisasi gajah jinak untuk persiapan pengusiran,” terang Genman.

Butuh dana lebih dari Rp.150 juta
Masalahnya pemasangan alat ini, lanjutnya, membutuhkan dana yang sangat besar. Sebagai gambaran kebutuhan dana ini, Genman mengambil contoh pemasangan  GPS Collar pada satu ekor gajah liar sebagaimana disebutkan di atas. Untuk proses pemasangan itu diperlukan mobilisasi gajah jinak, menyiapkan tim dan pelaksanaan, logistik dan lain-lain yang keseluruhannya membutuhkan dana tidak kurang dari Rp.150 juta.

Dana itu tidak termasuk harga alat yang dipasang. Sementara berapa harga alat itu sendiri, Genman mengaku tidak tahu sebab dalam proyek pemasangan alat pendeteksi keberadaan gajah ini. “BKSDA bekerja sama dengan Universitas Syiah Kuala dan alat tersebut adalah pemberian dari mereka,” demikian paparan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Genman Hasibuan. (Win Wan Nur | Kh)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.