Guru Penjaga Keimanan Siswa

oleh

Oleh : Ahmad Dardiri

ahmad-dardiriSalah satu yang menjadi garapan dalam pendidikan (tarbiyah) menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah adalah pendidikan keimanan (tarbiyah imaniyah). Demikian dikatakan Dr. Hasan bin Ali Al-Hijazy dalam bukunya yang berjudul Al Fikri Tarbawy Inda Ibnu Qayyim yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Muzaidi Hasbullah dengan judul Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim.

Pendidikan keimanan adalah sejumlah kegiatan dan pekerjaan yang dilakukan oleh guru terhadap anak didiknya dalam menjaga iman mereka. Ibnu Qayyim mengatakan: “Hati dan badan sangat butuh kepada pendidikan agar keduanya mampu berkembang dan bertambah hingga meraih kesempurnaan dan kebaikan.”

Dalam buku ini dikatakan bahwa Iman menurut bahasa adalah At-Tashdiq (membenarkan), Ats-Tsiqah (mempercayai) dan menerima syariat. Sedang menurut istilah adalah ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati dan pembuktian dengan anggota badan. Sedang menurut Ibnu Qayyim Rahimahullah, iman adalah nama dari sebuah ucapan, perbuatan dan niat.

Pada sisi lain Ibnu Qayyim juga mengatakan bahwa “Sesungguhnya iman adalah ucapan dan amal perbuatan, adapun ucapan itu meliputi ucapan hati dan lisan. Demikian juga dengan amal, ia meliputi amal hati dan amal anggota badan.” Di sini Ibnu Qayyim nampak memberikan penjelasan bahwa hati merupakan unsur terpenting bagi eksistensi manusia. Artinya, hati akan menyertai lisan dalam semua pekerjaannya dan akan menyertai anggota badan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Perlu kita ketahui bahwa eksistensi dan fungsi hati bagi manusia adalah sangat vital. Karena kebaikan seseorang sangat tergantung pada hatinya. Sabda Rasulullah saw: “Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah, yang apabila bagus maka baguslah seluruh tubuh, dan jika rusak maka rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah bahwa segumpal darah itu adalah hati.”

Hadist di atas menggambarkan bahwa dalam diri manusia terdapat beberapa unsur dan anggota yang berkaitan, berjalan seiring dan seimbang dan tidak bisa dipisah-pisahkan antara satu dengan lainnya.

Iman menurut Ibnu Qayyim itu tidak sempurna kecuali dengan empat perkara, yaitu: Kecintaan, kebencian, pemberian dan penahanan. Seseorang dapat menempati kesempurnaan iman bila empat perkara itu hanya ditujukan dan dikerjakan hanya kepada Allah. Dan akan rusak imannya bila ditinggal salah satu dari yang empat itu. Ia mengatakan, “Iman adalah gabungan antara ilmu dan amal. Amal adalah buah dari ilmu dan amal ini ada dua macam: pertama, amal hati yang berupa kecintaan dan kebencian, kemudian dari kebencian dan kecintaan ini tumbuh amal yang kedua, amal anggota badan berupa pengamalan atas perintah dan meninggalkan larangan.,”

Selanjutnya Ibnu Qayyim membagi amal menjadi dua yaitu amal hati dan amal badan. Amal hati memiliki kedudukan yang penting, karena bila hilang keyakinan, maka pengakuan akan tidak bermanfaat bahkan mengakibatkan kehancuran dan kesengsaraan manusia. Katanya: “Sesungguhnya hakikat iman itu adalah gabungan antara perkataan dan amal, adapun perkataan itu terbagi dua: pertama ucapan hati yaitu keyakinan, dan kedua, perkataan lisan yaitu melafalkan kalimat Islam “La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah.” Dan amal pun terbagi dua, yaitu amal hati dan amal badan. Jadi ada tiga pondasi keimanan, yaitu keyakinan hati, ucapan lisan dan amal anggota badan. Dan tegaknya keimanan sangat dipengaruhi oleh keyakinan dan kesabaran. Keyakinan akan adanya pantauan Allah, kesabaran dalam melaksanakan perintah dan larangan-Nya. Dan seseorang keimanan itu akan bertambah bila melakukan ketaatan kepada Allah dan sebaliknya akan berkurang bila ia melakukan kemaksiatan.

Tujuan pendidikan keimanan adalah untuk menjaga fitrah manusia agar tidak jatuh ke jurang penyimpangan dan penyelewengan dan tetap berada di atas fitrah yang asli, yaitu tetap mencintai Illahnya, Zat yang telah menciptakannya dengan tetap menjadikannya sebagai satu-satunya Ilah yang hak untuk disembah.

Guru sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab terhadap anak didiknya. Tanggung jawab itu termasuk dalam menjaga keimanannya. Sehingga anak didik selamat dari menjaga fitrahnya yaitu: menjadi hambanya Allah, dengan mengarahkan mereka menjadi hamba yang hanya menyembah kepada Allah, memiliki kepribadian yang shaleh, ibadahnya dilandasi cinta dan tunduk kepada Allah, menjaga dan melindungi lisan, anggota badan dan detak hati untuk selalu di jalur cinta dan ridha Allah, serta menciptakan hamba yang baik dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Perlu kita ketahui, pendidikan yang didalamnya juga ada unsur dakwah. bukanl hanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam saja. Agama lain juga melakukan hal yang sama. Apalagi negara kita bukan milik agama tertentu saja.

Sebagaimana dikatakan Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Albertus Patty, menjelaskan paradigma kristenisasi kedua. Dalam hal
ini, kristenisasi memandang penginjilan sebagai dakwah holistik. Artinya, dakwah ditujukan bukan hanya kepada umat Kristen, melainkan seluruh manusia tanpa memandang identitas suku maupun agamanya. Namun, kata
Albertus, yang penting dicatat, tujuan paradigma ini adalah kemanusiaan atau tidak mengutamakan perbanyakan jumlah kuantitatif pemeluk agama Kristen. “Paradigma inilah yang kini banyak dipakai oleh gereja- gereja,” ungkap Albertus Patty (Republika.co.id, 25/11).

Dalam hal ini Prof. Dr. Jimmly Asshiddiqie sebagaimana dikabarkan Republika.co.id, 2 Desember 2014 mengingatkan para guru untuk membentengi siswa-siswinya dari upaya pemurtadan. Jimly mengungkapkan tentang geliat dan bahaya kristenisasi yang marak terjadi belakangan.

Oleh karena itulah Jimly berharap guru mampu memberikan perlindungan kepada murid dari hal tersebut. Pertimbangannya, usia remaja menjadi sasaran empuk dari aksi pemurtadan dan kristenisasi. Katanya lagi, sekolah juga harus berfungsi sebagai perlindungan dari bahaya deislamisasi dan murtadisasi.

Upaya itu dapat dilakukan dengan budaya yang positif di sekolah/madrasah. Satuan pendidikan hendaknya dapat menjadi rumah kedua bagi siswa. Yang di dalamnya merupakan wujud dari perilaku orang-orang yang berkarakter mulia. Membudayakan perilaku yang sesuai dengan ajaran agama, bersikap dewasa dengan perbedaan serta menghindari perselisihan yang lebih jauh.

*Kepala MTsN Jagong

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.