NAMA H. Ibnu Hasim tiba-tiba melejit. Banyak kalangan menyebutnya bupati berdedikasi tinggi, pencinta Gayo, dan sosok yang menjadikan Gayo Lues dikenal kemana-mana. Begitulah kesan yang muncul setelah Ibnu Hasim menggagas event Saman massal 5057 orang. lalu berlanjut dengan seminar Gayo dengan melibatkan para akademisi dari seluruh Indonesia, tokoh masyarakat dan refresentatif profesi yang berasal dari Gayo Lues, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Tanah Karo, dan Tamiang .
Tidak tanggung-tanggung memang, laki-laki kelahiran Terangun 28 Februari 1963 ini sungguh telah mencatat sejarah baru untuk Gayo. Cita-cita lamanya untuk menyatukan orang Gayo, sudah terwujud, dan Saman Gayo yang merekatkan seluruh “Gayo”, baik yang mendiami dataran tinggi atau bukan, Gayo, kata Ibnu Hasim, adalah satu dan punya rumpun di berbagai tempat di Indonesia. “Mari kita jadikan Gayo tanpa melihat dia berasal darimana,” katanya saat menutup seminar menggali sejarah dan asal usul “Gayo” yang digelar dua hari, 25-26 November 2014 di Aula Pendopo Bupati Gayo Lues, Blangkejeren.
Seminar tentang Gayo itu dilakukan sehari setelah “Branded Gayo Lues” berlangsung, Senin (24/11/2014), dimana pemkab Gayo Lues menggelar saman massal dengan melibatkan 5057 penari di Stadion Seribu Bukit Gayo Lues. Hasilnya, Tari Saman Gayo mendapat rekor Dunia yang di Catat Musium Rekor Indonesia (MURI). Bukan itu saja, di hari yang sama Ibnu Hasim juga meresmikan Bandara perintis Senebung, Gayo Lues, bersama wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf.
Tentu, hari itu kemudian menjadi hari bersejarah bagi Gayo Lues. Betapa tidak, even Saman massal 5005 sukses menyatukan rakyat Gayo. Separuh masyarakat Gayo Lues dari total berjumlah 95.000 jiwa tumpah ruah ke jalan, mereka turun dari pedalaman dan kota, semata-semata ingin melihat langsung tarian yang membanggakan tersebut, hasilnya, setengah massa yang memadati stadion Seribu Bukit itupun berlinang air mata, tidak menduga apabila 5005 penari sungguh melakukan garakan serentak. Sungguh membanggakan.
Hasrat Ibnu Hasim membesarkan Gayo sudah berlangsung sejak tahun 2013 silam, namun gagal. Ketika itu, dia menyebutnya dengan istilah “Gayo Serumpun”, sebuah istilah yang terkait Gayo dengan garis utama adalah “Linge”, dan kemudian menyebar ke seluruh nusantara, seperti Lingga dan Purbalingga misalnya. Namun Pak Ibnu berharap, sejarah Gayo tersebut dikaji oleh ahli hingga tuntas, sehingga “Gayo serumpun” menemukan “kekuatan” dalam sejarah dan latar belakangnya.
Baru tahun 2014, niat itu terkabul. Hampir seluruh akademisi yang mendalami Gayo dihadirkan ke Gayo Lues untuk mengkaji Gayo dari berbagai sisi pada seminar bertajuk “Mengali sejarah dan budaya Gayo”, termasuk menghadirkan perwakilan elemen yang berasal dari berbagai daerah, seperti tanah karo, Kahlul serta lokop Serbejadi Aceh Timur.
Tidak sampai disitu, Ibnu Hasim juga menyampaikan beberapa gagasan penting untuk membangun Gayo. Bahkan dua bupati di dataran tinggi Gayo dajak turut serta membangun “Museum Gayo” di daerah bersejarah Linge, Aceh Tengah. Ibnu mempridiksi biaya awal untuk keperluan itu mencapai Rp. 5 miliar. Tidak masalah. Ibnu mengajak dua Bupati, yakni Nasaruddin dari Aceh Tengah dan Bupati Bener Meriah Ruslan Abdul Gani agar bersama-sama membiayai museum ini. Dan tentu, lantas Bupati Aceh Tengah menyampaikan akan manaruh anggaran untuk Museum tersebut sebesar Rp3 miliar, Bener Meriah Rp 1 miliar, dan Gayo Lues Rp1 miliar.
Gayungpun bersambut, Anggota DPR Aceh Ramadhana Lubis dengan tegas menyampaikan dirinya akan memperjuangkan biaya untuk museum Gayo tersebut dari anggaran APBA. Alasan Ramadhana, Museum memang kebutuhan rakyat Gayo.
Masih disuasana “seminar”, dihadapan ratusan undangan dari berbagai elemen, termasuk media, Ibnu Hasim kembali memberi gagasan mengejutkan. Ibnu Hasim membuka peluang kepada ilmuwan dan mahasiswa yang akan melakukan penelitian atau menulis disertasi terkait Gayo, pihaknya bersedia untuk membiayai keperluan yang dibutuhkan, termasuk ikut memberi beasiswa yang nantinya siap ditempatkan di Gayo.
“Silakan ajukan kebutuhan penelitian dan kebutuhan disertasi terkait Gayo, Gayo lues akan membantu 100 persen. Mereka yang melakukan penelitian dan disertasi boleh berasal dari Aceh Tengah, Bener meriah, atau daerah lain, silakan mengajukan proposal,” ujar Ibnu Hasim.
Gaya Ibnu Hasim mendapat banyak pujian. Namun Ayah 4 orang anak ini menganggap itu biasa saja, dan perdebatan soal budaya dan sejarah jangan menjadi wacana lagi, namun harus ada realisasinya. Bahkan, kehadiran peserta dari Gayo Kahlul dan Gayo Lokup Serbejadi turut memperkuat cita-cita Ibnu Hasim untuk menyatukan Gayo. Mereka meminta Bupati Gayo Lues Ibnu Hasim hadir ke daerah mereka di Aceh Timur, agar Gayo di wilayah itu mendapat suntikan semangat “Gayo” lebih tinggi.
Jadi, mengenal Ibnu Hasim tidak sulit. Dialah laki-laki Gayo Lues Asli. Lahir di Terangun 49 tahun silam. Istri tercinta Hj Salamah juga berasal dari Gayo Lues. Perkawinan orang nomor 1 di Gayo Lues ini dianugerahi 4 orang anak, yakni Julius Hasim Aryo, Maryati Hasim Aryo, Maulana Hasim, dan Mulyadi Hasim Aryo. Sedangkan saudara kandung adalah Saujah (Terangun, 1 Juli 1965), Kasumah (Terangun 6 April 1972), Asnawati, (Terangun 15 Nopember 1975), dan Suhardi, (Terangun 6 April 1978).
Jika dilihat dari perjalanan aktifitasnya, Ibnu Hasim memang cukup mengenal Gayo Lues, karena sepenuh hidupnya dihabiskannya disana. Baru setelah lulus SD dan SMP di Trangun, Ibnu Hasim meneruskan ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di Kutacane, Aceh Tenggara. Selanjutnya, Ibnu Hasim melanjutkan pendidikan ke Diploma III Fakultas Ekonomi Unsyiah. Tamat tahun 1984. Sementara untuk Ilmu Adminstrasi Negara diselasaikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Medan Area pada tahun 2000, serta terakhir maraih magister manageman di sekolah Tinggi Managemen IMMI Jakarta tahun 2002.
Begitupun dengan pekerjaan, Ibnu hanya berkaris di Gayo dan terakhir menjadi Bupati pilihan rakyat selama 2 periode. Pantaslah Ibnu Hasim begitu dekat dengan rakyatnya. Pengabdian pada Gayo mengalir sejak muda bermula se bagai Pegawai negeri Sipil, hingga di penhujung tercatat sebagai Bupati Gayo Lues pertama yang dipilih rakyat sejak daerah ini dipisah dari Aceh Tenggara, dan Ibnu Hasim ingin mewujdkan Gayo sebagai negeri berperadapan tinggi, punya sejarah kuat, alam, dan kesenian yang menghentak dunia. Prinsip itulah mimpi orang Gayo, hingga Ibnu Hasim berada di garda depan, sebuah keberanian yang patut dicatat sebagai sejarah “Gayo”, persis seperti gerakan “serentak” dalam Saman Gayo yang punya filosofi kekuatan dan kebersamaan, begitulah laki-laki asal Tragun ini ditakdirkan. [tarina]