
Banda Aceh-LintasGayo.co: Pengamat ekonomi Unsyiah Dr. Aliasuddin, menilai kinerja pemerintah Aceh belum menurunkan angka kemiskinan. Padahal dana Otonomi khusus (otsus) yang diterima Aceh sangat banyak, senilai Rp13,3 triliun.
“Sungguh memprihatinkan, dana otonomi khusus yang diterima pemerintah Aceh sangat banyak, namun angka kemiskinan dan pengangguran di Aceh semakin banyak. Ini tidak masuk akal,” kata , Dr Aliasuddin pada acara Sosialisasi “BPK, Pengelolaan Keuangan Negara dan Kesejahteraan Rakyat” di AAC Dayan Dawood Darussalam, jum’at lalu, (28/11/14) .
Kata Dr Aliasuddin,tidak sedikit penggunaan dana otonomi khusus Aceh senilai Rp1,27 triliun yang sama sekali tidak memberikan manfaat apapun. Ia menyontohkan dana otsus hanya untuk pembelian rebana, pembuatan baju PKK dan sebagainya.
Sementara alokasi dana untuk belanja langsung dan modal semakin menurun. “Pemerintah Aceh lebih banyak belanja barang dan jasa. Lebih besar dari belanja modal. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Aceh kita tidak bagus,” tuturnya.
Dijelaskan, saat ini, angka kemiskinan di Aceh sebesar 17,76 persen pada Maret 2013. Sedangkan pada September 2014 sebesar 18,25 persen.
Pada tahun 2013, jumlah pengangguran di Aceh untuk laki-laki sebanyak 117.253 orang. Sedangkan perempuan sebanyak 92.268 orang.
“Aceh merupakan daerah swasembada pangan, tetapi kenyataannya Aceh itu rawan pangan,” jelas dosen Fakultas Ekonomi Unsyiah ini.
Aliasuddin menambahkan bahwa ekonomi Aceh sangat bergantung kepada dana APBA. Seharusnya, perekonomian harus digerakkan melalui sektor swasta seperti investasi.
Pada tahun 2008, ekonomi Aceh pernah merosot akibat lambatnya pengesahan dana APBA. Tetapi, menurut Aliasuddin, pada tahun 2014 pengesahannya lebih cepat. Pengesahan dana APBA 2014 lebih cepat karena ada kepentingan seperti pemilu. (The Globe Journal)