Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA[*]
Melihat fenomena kehidupan manusia di berbagai media dan dalam realita gerak gerik keseharian ada dua tipe manusia yang bisa kita lihat : Pertama, dari segi apa yang diucapkan baik sadar atau tidak ia sadari. Kedua dari segi tingkah polah yang dilakukan.
Banyak ungkapan melalui dunia maya kita baca orang menulis/berkata “Ya Tuhan, kenapa Kamu takdirkan hidupku seperti ini, bukankah lebih baik Kamu mengakhir hidupku sekarang daripada Kamu biarkan aku terus hidup seperti ini” ada juga ungkapan lain yang bisa kita baca “aku tidak sanggup lagi hidup selalu seperti ini” dan dalam bentuk lain ada yang berkata “aku ingin berubah dan ingin meninggalkan masa lalu”. Ungkapan di atas dituangkan bukan dalam teks yang sesungguhnya tetapi merupakan pengambilan maksud dari bacaan-bacaan yang berserakan dengan arti yang tidak jauh berbeda.
Ada juga ekspresi dari manusia yang bukan berupa ungkapan tetapi berupa perbuatan, perbuatan yang dilakukan itu sebenarnya diketahui dan disadari tidak boleh dikerjakan dan kalaupun dikerjakan masih diketahui bahwa itu akan merendahkan bahkan menghilangkan harga dirinya (seperti memasang foto diri yang tidak layak dilihat oleh orang lain), tetapi perbuatan tersebut masih tetap dilakukan, dengan bahasa yang tidak sopan kita katakan sebenarnya binatangpun tidak akan pernah mau melakukan perbuatan seperti itu, namun karena ingin mendapat perhatian dari orang lain dengan terpaksa dan dengan kesadaran seseorang masih tetap melakukannya.
Kedua bentuk ekspresi di atas dengan ilmu yang kita miliki bisa dipahami bahwa prilaku seperti itu merupakan akibat dari rendahnya nilai ke-Tuhanan yang dimiliki dan karena dangkalnya moral yang tertanam dalam diri pelaku. Untuk itu tidak memadai dengan ungkapan dan sumpah serapah yang kita berikan kepada mereka yang telah berekspresi seperti yang telah disebutkan. Karena sebenarnya mereka yang melakukan perbutan tersebut sudah bosan dengan perbuatan (kejahatan) yan telah dilakukan, mereka ingin keluar dan berpindah dari kehidupannya yang sedang dijalani tetapi mereka mewasa malu mengatakannya dan juga tidak tau kepada siapa mereka ingin mengatakannya, sehingga mereka bertingkah dengan kebodohannya.
Belum ada solusi dan jawaban yang bisa memuaskan mereka yang “bosan” dengan kehidupan yang jahat, karena kalau kita mau mencari jalan keluar untuk mereka, orang lain pasti katakan yang salah adalah orang tuanya, kalau kepada orang tua kita katakan kalau anaknya telah berbuat jahat, orang tuanya katakan anaknya tidak mau mendengan pelajaran dari mereka. Kalau kepada tokoh masyarakat kita katakan behwa di daerah atau wilayah mereka ada aorang yang berbuat jahat para tokoh tersebut menjawab begitulan kalau orang tidak mengamalkan agama da juga tidak menghargai adat. Akhirnya hanya bisa kita katakan kalau ada orang yang bosan dengan kejahatan yang dilakukan maka belum ada solusi yang bisa mengadvokasi mereka untuk berbah kepada kebaikan.