Banyak anak muda yang akan kuliah di Perguruan Tinggi tidak tau apa makna dari pendidikan di Perguruan Tinggi, kebanyakan dari mereka yang baru tamat dari SLTA (SMA, MAN dan SMK) menganggap bahwa menuntut ilmu di SLTA sama saja ketika kuliah di Perguruan Tinggi. Pada hal kedua lembaga pendidikan ini jauh sekali bedanya.
Anggapan yang sama biasa membuat penuntut ilmu merasa bosan dan tidak bersemangat ketika berada di Perguruan Tinggi, anggapan sama ini juga dapat membuat orang ikut-ikutan dalam memilih Perguruan Tinggi juga ikut-ikutan dalam memilih jurusan atau prodi, bahkan mereka tidak menganggap penting memilih tempat, nama dan kualitas lembaga pendidikan.
Setiap tahun ajaran baru penulis selalu bertanya kepada mahasiswa semester I, apa cita-cita kamu ? Mahasiswa tersebut sering menjawab tidak sama dengan jurusan yang telah dipilih.
Umpamanya untuk mahasiswa Prodi Gizi bila ditanyakan pertanyaan tersenut sebagian mereka menjawab ingin menjadi dokter, bukan ahli gizi, untuk mahasiswa syari’ah bila ditanyakan pertanyaan tersebut mereka sering menjawabnya bercita-cita ingin menjadi guru. Jawaban seperti ini menunjukkan bahwa mereka sebenarnya tidak tau apa yang sedang mereka kerjakan, mereka tidak tau apa tujuan dari pendidikan yang mereka masuki atau mereka masih menganggap bahwa pendidikan yang sedang mereka lalu belum menunjukkan apa yang mereka cita-citakan.
Sebenarnya kalau kita cermati jawaban dari pertanyaan seperti yang di ajukan di atas jawabannya harus pasti, kalau kuliah di prodi gizi maka mereka harus menjawab kalau mereka akan menjadi ahli gizi, kalau merrka kuliah di Fakultas Syari’ah maka mereka akan menjadi ahli dalam bidang hukum islam, kalau kuliah di Tarbiyah atau FKIP maka mereka akan menjadi tenaga pendidik.
Jawaban yang tidak pasti seperti telah disebutkan di atas itu hanyalah jawaban ketika sekolah di tingkat SLTA karena masa SLTA adalah masa memilih akan masuk ke Perguruan Tinggi dan akan memilih jurusan atau prodi apa. Diantara orang yang bisa memberi pemahaman ini kepada anak didik adalah guru, guru harus memberi tau arah, tujuan dan kegunaan setiap ilmu pengetahuan yang diajarkan, karena ketika sudah duduk diperguruan tinggi maka tidak ada lagi alasan tidak menyukai jurusan atau mata kuliah yang diajarkan. Ketidaktahuan dan ketidaksukaan ini sering berakibat tidak seriusnya mahasiswa yang akhirnya hanya mengikuti proses perkiliahan sampai tamat dengan nilai seadanya dan tidak mendapatkan ilmu pengetahuan.
Dan akhirnya setelah tamat tidak memiliki pengetahuan, keahlian dan skil, dan setelah bekerja di satu instansi mereka hanya menjadi kerbau yang dicucuk hidungnya, bekerja kalau disuruh, mengetik kalau ada konsep, membuat program hanya mengcopipaste. Dan akhirnya pembangunan tidak pernah beranjak dari Repelita ke Repelita. (Drs. Jamhuri Ungel, MA)