Oleh : Khalisuddin
RAMAI pemberitaan di media massa atau kabar dari mulut kemulut tentang Danau Lut Tawar yang memakan korban nyawa. Hari pertama tahun 2012, warga Gayo digemparkan oleh tenggelamnya 1 (satu) unit perahu (boat) wisata di kawasan Mepar Kecamatan Kebayakan.
Saat itu warga tumpah ruah di semua lokasi wisata di Danau Lut Tawar. Naas, boat yang ditumpangi puluhan orang terbalik dan 4 orang diantaranya baru berhasil ditemukan keesokan harinya oleh tim penyelam dari Gayo Diving Club (GDC) dan sejumlah penyelam dari Badan SAR Aceh.
Hingga tahun 2013, banyak kasus tenggelam lain di danau Lut Tawar dan umumnya kejadian-kejadian tenggelam itu serius tidak serius menjadi pembicaraan orang dengan mengkait-kaitkannya dengan keberadaan “makhluk” yang menghuni danau Lut Tawar bernama “Lembide.”
“Lembide kembali meminta dan memakan korban di Lut Tawar,” demikian yang terdengar dimana-mana sesaat setelah setiap kejadian meninggal karena tenggelam di Danau seluas ± 5.817 hektar itu.
Kini Lembide mulai jarang disebut orang, mungkin karena kepercayaan orang terhadap eksistensi Lembide mulai berkurang di Danau berpenghuni ikan Depik (Rasbora Tawarensis) tersebut. Namun kita coba menggali cerita Lembide yang konon berupa makhluk halus yang suka mengisap darah ini dengan meminta keterangan orang Gayo yang terkait langsung dengan proses evakuasi korban tenggelam di danau yang konon juga dihuni Peteri Ijo (Puteri Duyung-red) yang ceritanya merupakan penjelmaan Peteri Bensu yang malu hati karena teryata menikah dengan saudara kandungnya, Malim Dewa. Peteri Bensu lalu menceburkan diri ke Danau Lut Tawar dan menjelma menjadi Peteri Ijo.
Cerita Rakyat
Berdasarkan cerita rakyat yang beredar di Gayo, “Lembide” adalah sejenis makhluk air yang kerap meminta korban nyawa manusia, cerita yang berkembang bentuk rupa Lembide ini biasanya menyerupai “alas” (tikar) yang saat beraksi menggulung korbannya kemudian menghisap darah korbannya melalui bagian diantara dua jari kaki, biasanya jempol yang ditandai dengan adanya lubang seperti bekas gigitan.
Bila ada kejadian orang tenggelam di Danau dan meninggal saat ditemukan, maka masyarakat Aceh Tengah umumnya selalu menyebut ipangan, i ketni Lembide (dimakan, digigit Lembide). Orang-orang tua dulu selalu mengingatkan anak-anak yang mandi di Danau dengan mengamanahkan “inget ipangan lembide” (awas dimakan Lembide).

1. Menurut Alm. Radot (Penyelam Legendaris)
Penyelam legendaris Almarhum (Alm) Radot yang bernama asli M. Rasyid Ahmad, warga kampung Boom Kecamatan Lut Tawar, penyelam yang semasa hidupnya kerap diminta untuk mencari korban di Lut Tawar, kepada orang-orang terdekatnya kerap bercerita tentang “Lembide”.
Pernah diceritakan istri Radot, Selamah, suatu ketika saat berada di kawasan Sintep Kelitu bersama suaminya, Radot menunjuk ke tengah danau dimana terlihat bentuk gelombang kecil tunggal yang menepi kepinggir danau. Gelombang kecil itu mirip alas kertan (tikar tradisional Gayo) berwarna kuning dengan ukuran sekitar 1,5 x 4 meter. Menurut Radot kepada Selamah, itulah sosok Lembide.
Dikisahkan Selamah yang didampingi anak ketiganya, Sadri, dirumahnya Desember 2008 silam, seluruh korban tenggelam di Danau Lut Tawar saat ditemukan Radot, semuanya sudah meninggal dunia. Sedikitnya ada 14 korban tenggelam sejak 1952-1983
Beberapa keanehan sering terjadi, sang korban biasanya bukan penduduk sekitar danau Lut Tawar alias pendatang. Beberapa bagian tubuh korban biru seperti kehilangan darah, dan sebagian besar korban memiliki luka kecil dibagian pangkal jari jempol kaki seperti luka bekas gigitan lintah.
Kepada anak kesayangannya Sadri, Radot juga pernah bercerita bahwa dalam sebuah mimpi, Radot merasa sedang berenang di danau dan bertemu makhluk mengerikan berwujud lintah sebesar manusia dan mempunyai banyak mulut dibagian muka mirip mulut lintah. Wallahu a’lam bisshawab.
Kejadian korban tenggelam terkadang seperti tak masuk akal karena tenggelam di air dangkal. Dari waktu kejadian, biasanya saat menjelang hari meugang Idul Fitri dan Idul Adha. Almarhum Radot, kata Selamah sering mengingatkan kepada masyarakat untuk berhati-hati pada saat itu bila melancong atau mengadakan kegiatan lainnya di danau Lut Tawar.

Menurut Munawardi (Penyelam GDC)
Pendapat lain diutarakan Munawardi, sosok penyelam yang kerap menyelam dengan peralatan moderen di Danau Lut Tawar sejak tahun 2006. Dia kerap memimpin pencarian dan mengevakuasi korban tenggelam menyatakan jika dirinya tidak percaya dengan hal-hal mistis. Menurutnya, Danau Lut Tawar adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada masyarakat Aceh Tengah khususnya, karena dengan eksistensinya sejak dari dulu masyarakat sekitar Danau Lut Tawar dapat mengais rezeki dari danau tersebut.
Pun jika ada kasus tenggelam di Lut Tawar, menurut Munawardi kemungkinan besar karena korban kurang atau tak mahir berenang. Kemungkinan lain, korban mengalami kram atau kaku otot saat bersentuhan dengan air danau yang dingin sehingga tidak bisa menyelamatkan diri dengan berenang.
Menurut Munawardi, semua itu bisa dikatakan sebagai legenda dan cerita rakyat belaka, benar atau tidaknya kita tidak bisa buktikan, Munawardi sendiri sering menyelam di Danau Lut Tawar dan belum pernah menemukan hal-hal aneh dan janggal, bahkan saat menyelam di malam hari. Namun sebagai umat muslim yang beriman kepada yang ghaib kita wajib percaya setiap tempat ada makhluk Allah termasuk Jin yang mendiami lembah dan lautan, tetapi tidak membesar-besarkan mitos dan cerita rakyat apalagi sampai kepada perbuatan syirik.
Walaupun sudah sering menyelam di Danau Lut Tawar tetapi tidak semua wilayah Danau Lut Tawar terselami, karena banyak alasannya, diantaranya sulitnya medan dan terbatasnya peralatan dan hal-hal lainnya.
Dijelaskan, pada dasarnya semua titik perairan pada Danau Lut Tawar bisa dimasuki untuk diselami atau berenang namun khusus untuk orang yang tidak bisa berenang sebaiknya tidak berenang pada perairan yang melebihi kedalaman satu meter, wilayah danau yang memiliki pantai dan tidak banyak berlumpur lebih baik untuk tempat berenang karena secara geologis danau Lut Tawar merupakan danau Vulkanis yaitu danau yang terbentuk akibat letusan gunung berapi salah satu cirinya adalah memiliki perairan yang dalam.
Menurut data dari Wikipedia tahun 2008 kedalaman maksimum danau Lut Tawar sampai dengan 80 meter sementara kedalaman rata-rata 51,15 meter (Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah).
Atas dasar pengamatan Munawardi, bagian tepi Danau Lut Tawar banyak yang tidak memiliki pantai atau alias terjal, dan ada juga yang memiliki bidang pantai yang sempit dengan kemiringan yang curam, untuk daerah seperti ini sebaiknya jangan dimasuki untuk berenang apalagi bagi pendatang yang belum mengenal lingkungan dan kondisi Danau Lut Tawar.
Disamping itu, disarankan Munawardi, agar berhati-hati diwilayah yang memiliki pantai yang cukup landai dan dianggap cukup aman untuk berenang masih rawan sebagai penyebab kecelakaan tenggelam, karena banyak lumpur yang tidak diketahui persis berapa kedalamanannya. Wilayah yang banyak lumpur biasanya ditandai dengan banyaknya tumbuhan air seperti rumput air (Gayo : Sepot. Latin : Hydrilla verticilata), tumbuhan ini biasanya terdapat di kedalaman seperempat meter sampai dengan kedalaman enam meter, hal ini karena pengaruh sifat tumbuhan yang biasa melakukan fotosintesis dengan bantuan sinar matahari.
Menurut Hammaddin (Antropolog)
Sementara menurut antropolog Hamaddin Aman Fatih dalam tulisan yang pernah diposting di LintasGayo menyatakan dahulunya masyarakat yang hidup diseputaran danau itu meyakini, bila telah ada jatuh korban di danau itu. Maka kemarau panjang akan melanda daerah seputaran danau tersebut (baca:male musintak lo-bhs Gayo).
Asal muasal adanya atau berkembang cerita rakyat tentang Lembide ini, yaitu mengisahkan tentang seorang guru ngaji (baca: tengku-istlah Gayo) yang menyukai seorang janda dengan menggunakan kekuatan ilmu megic.
Konon menurut sebuah cerita yang berkembang dari mulut ke mulut. Dahulunya hiduplah seorang janda dengan seorang putranya di pinggiran danau tersebut tepatnya di wilayah sebelah barat danau Laut Tawar (wilayah Kota Takengon sekarang).
Sudah menjadi tradisi dalam lingkungan masyarakat Tanoh Gayo, bahwa seorang anak menjelang akil baligh harus bisa membaca Al-Qur’an. Mungkin karena keterbatasan waktu dan ilmu tentang tajwid membaca Al-Qur’an yang dimiliki janda tersebut, maka anak semata wayangnya tersebut diserahkan kepada seorang tengku untuk diajarkan cara membaca Al-Qur’an. Kegiatan tersebut biasanya dilakukan sehabis sholat magrib di sebuah surau (mersah-Istilah Gayo ) yang berada diseputaran danau tersebut.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Anak janda tersebut terus menjalankan aktivitas rutinnya belajar membaca Al-Qur’an (baca:mengaji-Istilah Gayo ) dengan tengku itu. Hati manusia memang tidak bisa kita ketahui. Tengku yang mengajar anak janda tersebut sebut memiliki rasa suka terhadap Ine (baca:Sebutan untuk ibu dalam bahasa Gayo ) anak didiknya itu. Tapi sayang, rasa suka tersebut terlalu berlebihan dengan menggunakan kekuatan ilmu gaib.
Pada suatu hari, tengku itu menyuruh anak didiknya tersebut untuk nanti membawakan sehelai rambut Ine-nya. Dengan rasa lugu dan polos, anak tersebut menceritakan atau menyampaikan perintah tengkunya tersebut kepada Ine-nya.
Ketika mendengar cerita anaknya. Muncul firasat yang tidak enak dihati janda tersebut. Dan janda tersebut mengetahui maksud dibalik perintah tengku anaknya itu. Tapi, dengan bijaknya janda tersebut mengatakan iya, besok ine akan usahakan kamu untuk membawa rambut ine untuk diserahkan kepada tengku itu.
Agar tidak mengecewakan hati anaknya. Kebetulan ada seorang tetangganya yang baru mengadakan hajatan (baca: perkawinan anaknya) dengan menyembelih seekor kerbau, yang mana kulit kerbau itu lagi dijemur tetangga itu dipekarangan rumahnya, termasuk ekornya yang masih utuh melekat dengan rambut yang ada diujung ekor kerbau itu
Melihat ekor kerbau yang lagi dijemur tersebut, muncul ide Janda muda itu untuk menggambil sehelai rambut yang ada diekor kerbau yang sedang dijemur itu. Dan janda tersebut langsung mengambil sehelai bulu dari ekor kerbau yang lagi dijemur itu dan menyerahkan kepada anaknya untuk diserahkan kepada tengkunya, seperti yang yang dipesankan oleh tengku tersebut. Bunda anak itu ingin sedikit memberikan pelajaran kepada tengku anaknya.
Dengan perasan senang anak tersebut menyerahkan sehelai rambut yang diyakini itu sebagai rambut bundanya kepada tengkunya sesuai dengan pesan tengkunya. Dengan hati yang berbinar-binar tengku tersebut menerimanya. Sambil tersenyum diapun mengucapkan terima kasih.
Ditengah kesunyian malam, tengku itu pun melakukan keinginannya untuk memikat hati janda muda itu dengan membaca mantera untuk sehelai rambut tersebut. “Wahai roh yang memiliki sehelai rambut ini. Datanglah kepada ku dengan penuh rasa cinta“. Hal ini dia lakukan berulang-ulang kali untuk memanggil roh pemilik sehelai rambut tersebut. Singkat cerita, bukan janda tersebut yang datang. Tapi, gulungan kulit kerbau yang datang menghampirinya.
Dengan ketakutan, tengku itu bangun dari duduknya dan lari terbirit-birit menuju kearah seputaran pinggiran danau. Gulungan kulit kerbau tersebut terus mengikutinya sambil menggeluarkan kata-kata, ‘wo tengku palis sigere mubeteh diri (wahai tengku jahanaman yang tidak tahu diri). Akhirnya kulit kerbau tersebut berhasil menerkam dan menggulung tubuh tengku tersebut dan terhempas jatuh kedalam danau tersebut. Singkat cerita, tubuh tengku yang digulung kulit kerbau itu diyakini masyarakat yang hidup di seputaran danau itu menjelma menjadi sebuah binatang yang disebut masyarakat yang hidup diseputaran danau tersebut dengan sebutan “Lembide”.
Binatang ini setiap tahunnya meminta tumbal (baca: korban). Dan biasanya bila telah ada korban yang meninggal di danau tersebut dengan kondisi tubuh lembam biru yang ditemukan di dasar danau itu dengan posisi terjepit tersangkut dibebatuan, maka masyarakat meyakini bahwa itu karena dibawa gulungan Lembide.
Tapi, ada sebahagian pendapat mengatakan, bahwa Lembede itu merupakan kumpulan plankton-plankton yang hidup di dalam danau itu. Kumpulan plankton-plankton itu bila bergerak bergulung-gulung membentuk seperti tempikar. Maka bila ada sebuah benda yang menghadangnya (baca: menyentuhnya) maka plankton-plankton tersebut akan menariknya ke dasar danau tersebut. Wallahualam. []