Kekayaan Gayo kian hilang, harus diselamatkan. Ike nume kite nta sahan mi? Ike gere silo, nta selohen mi? bukan oleh orang lain, tapi oleh Urang Gayo sendiri, bukan dimulai esok lusa tapi hari ini.
Begitu pandangan Susi Susanti, mahasiswi semester 8 di jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Sumatera Utara (USU) yang mencintai Gayo melalui pendalaman tentang pernak-pernik Gayo dan tidak lupa menuliskan apa yang dia ketahui tentang Gayo agar lebih banyak diketahui generasi penerus Gayo serta pihak lain yang ingin ketahui Gayo.
Dia sangat khawatir terkhusus hilangnya nilai-nilai falsafah hidup Urang Gayo yang diwariskan Muyang Datu berupa Peri Mestike atau Cerak Misel terlbih yang mengatur sikap dan perilaku Seberu (gadis-red) Gayo dalam menjalani hidup sebagaimana fitrahnya sebagai perempuan.
Salah satu contohnya, Seberu Gayo semestinya bersikap seperti yang tertuang pada Peri Mestike “Remalan gere begerdak, mu jangko gere munyintak, becerak gere sergak urum mubak”.
“Walaupun pada masa kini, masih banyak yang belum mengaplikasikan Peri Mestike tersebut termasuk saya sendiri sepenuhnya, tapi sangat layak kiranya Seberu Gayo membenahi diri menjadi Seberu yang lebih baik lagi, terlebih di era globalisasi saat ini,” kata Susi, kelahiran Gumpang Puteri Betung Gayo Lues, 11 Maret 1992 ini bersemangat.
Dia sangat miris dengan kondisi kekinian generasi Gayo saat ini, khususnya gadis-gadis yang menurutnya adalah benteng pemertahanan adat seni budaya Gayo yang vital karena akan melahirkan dan mendidik generasi kedepannya dalam kontek ke-gayo-an yang kaya falsafah dan nilai-nilai kehidupan luhur pendidikan sesuai dengan ajaran Islam.
Amatannya, Peri Mestike atau Cerak Misel merupakan kata-kata perumpamaan yang dipakai untuk memberi rasa keindahan dan penekanan pada pentingnya hal yang disampaikan.
“Dengan cerak misel yang dimiliki Gayo, hal yang disampaikan walaupun bersifat kritik tajam sekalipun, akan terasa lembut dirasakan, seperti yang terkandung dalam Peri Mestike urum lemut ko gi remang,Urum gersang ko gi nerime” kata Seberu kaya prestasi saat di SDN 1 Putri Betung, SMPN 1 Putri Betung dan SMAN 1 Kutacane ini.
Penggunaan Cerak Misel dalam kehidupan sehari-hari Urang Gayo sedikit banyaknya akan mengarahkan kesantunan dan ketinggian budi pekerti. Sebagaimana para tetua mengajarkan untuk berbahasa yang baik dan sopan yang tersirat dalam remalan gelah bertungket Becerak gelah berabun.
“Kita sebagai generasi Gayo mesti bisa melestarikan budaya dengan mengaplikasikan Peri Mestike. Tak mungkin kita menunggu orang lain untuk itu,” ujar putri ke 7 dari 8 bersaudara pasangan suami istri M. Hasyim dan Jiem Br Ginting ini.
Menurut gadis peramah ini, usaha yang mungkin dilakukan untuk mempertahankan Peri Mestike atau Cerak Bermisel dapat dilakukan dengan mempelajari, dan menimbulkan rasa senang, bahagia dan rasa ingin melestarikan budaya Gayo. Secara terus menerus berupaya mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari misalnya dengan berkomunikasi antar anggota keluarga dan teman teman sehingga Cerak Misel itu tidak hilang, termasuk peran aparatur pemerintah di Gayo.
“Selain menerapkan, Pemerintah Gayo dapat memasukkan pembelajaran Peri Mestike atau Cerak Misel itu dalam kurikulum sekolah, kenapa tidak,” tandas Susi.
Pustaka Gayo
Ditanya cita-cita untuk Gayo sesuai bidang keilmuan yang dia tekuni di USU, Susi mengungkapkan banyak sekali yang ingin dia lakukan, namun dia akan coba fokus berupaya turut menciptakan Perpustakaan Gayo yang diminati generasi muda.
“Sesuai jurusan, saya ingin jadi pustakawan yang bisa mengembangkan perpustakaan di Gayo. Karena banyak sekali anak-anak Gayo sekarang tidak kenal perpustakaan. Kekanak Gayo gere neh penah dediang ku perpustakaan. Saya ingin pustaka jadi tempat menyenangkan bagi anak-anak,” ujar Susi.
Selain itu, isi perpustakaan tentang Gayo mesti diperkaya dengan menulis dan mencetak buku-buku tentang Gayo lebih banyak dan lebih beragam lagi.
Dia berharap pemerintah di Gayo lebih memperhatikan bidang penelitian dan penulisan tentang Gayo serta memberi perhatian untuk perkembangan perpustakaan agar diminati masyarakat sehingga anak-anak bisa menemukan ajang bermain yang lebih bermanfaat, ketika hal itu terpenuhi maka setidaknya pemerintah telah membantu dalam mengubah pola pikir generasi bangsa Gayo.
Sarana pendidikan juga mesti berperan aktif. “Alangkah baiknya, sekolah-sekolah yang ada di dataran tinggi Gayo lebih mengasah dan meningkatkan minat baca para anak anak agar mereka mendapatkan pengetahuan serta wawasan yang berdampak positif terhadap perkembangan dan masa depan mereka. Mari Budayakan Budaya Membaca,” ajaknya.
Peran Media Gayo
Seberu Gayo yang berjanji akan terus menulis untuk Gayo termasuk tentang sejarah Putri Betung yang menjadi nama Kecamatan di Kabupaten Gayo Lues ini sangat mengapresiasi eksisnya sejumlah media online di Gayo, juga media cetak tabloid LintasGAYO.
“Peran media sangat bagus untuk mengetahui yang belum diketahu tentang Gayo. Terutama untuk LintasGAYO karena sangat membantu Urang Gayo dimanapun berada serta orang lain mengetahui tentang Gayo,” ujar Susi.
“Ike ume kite melestarikan kebudayaan Gayo, nta sahan mi?, Ike Gere silo kite bueten, nta selohen mi?”. Begitu kata kunci untuk Gayo dari Seberu Susi Susanti. (Kha A Zaghlul)